18. KEPEDULIAN

10.9K 436 3
                                    

Pertanyaan yang di berikan oleh Liam seketika berhasil membuat keduanya terdiam sejenak. Bahkan pandangan mereka sejak tadi telah bertemu, "Apa?"

"Siapa Rafael?" tanya Liam kembali dengan nada yang datar sekali.

Emily menatap pria itu sejenak. Kenapa memangnya? Lagi pula Rafael hanyalah seorang pria yang memiliki perasaan terhadapnya saat dulu. Tapi tentu saja ia tak membalas perasaan pria itu.

"Ia adalah teman kampusku dulu, kami cukup dekat hingga saat ini," jawab Emily kemudian. Mungkin ada baiknya ia tak terlalu terbuka dengan pria yang satu ini.

Siluet yang tengah mencurigainya itu masih terlihat jelas sekali, bahkan ketampanan Liam tak pudar karena hal itu, "Hanya itu? Namun, aku tak mempercayai jawabanmu. Pria yang bernama Rafael itu pasti memiliki perasaan terhadapmu. Seorang pria tak akan memberikan sebuah boneka secara cuma-cuma kepada wanita lain yang jelas-jelas bukanlah kekasih atau pun keluarganya. Atau mungkin ia menyukaimu, hanya seperti itu."

Emily memutar kedua matanya. Lagi pula ia tak pernah memusingkan hal itu. Bahkan selama ini ada banyak sekali pria yang memberikan dirinya sesuatu selain boneka teddy bear cokelat itu, "Aku tak peduli dengan hal itu. Lagi pula, bukan hanya Rafael saja yang memberikan boneka itu. Tapi ada banyak sekali pria di luar sana yang memberikan sesuatu kepadaku. Lagi pula hanya memberikannya saja, menurutku tak akan menjadi suatu masalah."

Liam menatapnya lekat tanpa menjawab ungkapan itu. Rasanya ia begitu marah dan juga kesal dengan mereka semua yang beraninya memberikan sesuatu kepada Emily, adik iparnya itu. Memang apa saja yang mereka berikan kepada Emily? Apakah mereka sudah mampu menandingi Liam sampai sejauh ini?

Tapi ia rasa tentu saja tak ada pria lain yang mampu menandinginya sejauh ini.

Seketika Liam bangkit berdiri dan menggunakan semua atributnya kembali. Ia bahkan tak mengatakan satu kata pun kepada Emily bahkan sampai pria itu pergi berlalu dari dalam kamarnya.

Emily yang menatapnya heran lantas tersenyum geli. Ah, itu berarti ia tak akan terganggu lagi oleh kehadiran pria itu.

"Apakah itu artinya semua kesepakatan di antara kita berdua telah usai?" gumam Emily seraya tersenyum senang. Ah, itu berarti jawaban yang ia berikan sejak tadi tentu saja membuahkan hasil yang sangat baik.

Namun, terdapat dua hal yang masih menjanggal di dalam benaknya kali ini. Pertama, mengapa Liam terlihat marah dan juga kesal dengan jawaban yang telah ia berikan itu? Lalu yang kedua, apakah Liam akan tetap merahasiakan pekerjaannya itu?

Emily seketika membulatkan kedua matanya. Apakah Liam akan membuka semua rahasianya kepada keluarganya kali ini? Apalagi ia terlihat cukup tergesa-gesa saat pergi dari dalam kamarnya tadi. Di tambah lagi, Liam yang tak berbicara apa pun sebelum pergi meninggalkan kamarnya. Oh, tidak.

Seketika ia pun loncat dari tempat tidurnya itu dan mengenakan semua pakaian yang masih layak untuk di gunakan. Ia tak peduli dengan dress atau pun sejenisnya. Kali ini ia hanya menggunakan hoodie putih dengan cepat beserta dengan celana legging hitamnya itu. Dan tentu saja tanpa menggunakan pakaian dalam saat ini karena ia memang tak memperdulikan apa pun, selain mengenai pekerjaan rahasianya itu yang telah ia geluti selama dua tahun lamanya. Semuanya aman terkendali sebelum Liam mulai mengetahuinya.

Emily tentu saja tetap menggunakan make upnya itu sebagai bahan penyamarannya kali ini. Ia masih harus memerankan tokoh yang sedang terkena demam tiba-tiba.

Setelahnya, ia pun tersenyum dan pergi berlalu dari dalam kamarnya. Ia juga berharap jika Liam tak akan banyak bicara kepada keluarganya mengenai pekerjaannya selama ini. Gawat sekali jika mereka telah mengetahuinya.

Beautiful SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang