62. PANTAI

464 23 0
                                    

Untuk saat ini Emily telah kembali ke dalam mobil milik Liam. Namun, di sana hanya terdapat sosok Rose saja sejauh ini. Emily seketika memberhentikan langkahnya sejenak.

"Di mana Liam? Bukankah sejak tadi ia berada di sini?" gumam Emily sejenak dan setelah itu ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam mobil saja karena kebetulan sekali cuaca di luar sana sedang terasa terik.

Terlihat Emily yang mendapatkan tatapan ramah dan perhatian dari Rose sejak ia memasuki mobil milik suaminya itu. Tentu saja Emily mengetahui apa penyebabnya sampai wanita yang satu ini melakukan hal tersebut.

"Emily, ada sesuatu hal yang ingin aku-"

Seketika ucapan dari Rose terhenti saat Liam memasuki mobil itu kembali dan membuat Emily tersenyum penuh arti. Ah, ia tahu apa yang ingin dikatakan oleh Rose kepadanya. Apa lagi beberapa saat yang lalu ia melihat sebuah pemandangan yang bahkan seharusnya tak ia lihat.

Mungkin Emily merasa senang dengan mengetahui salah satu rahasia dari Rose dan melihatnya secara langsung sekaligus, namun ia juga merasa iba ketika nantinya Liam mengetahui hal itu dan membuat rumah tangga mereka menjadi semakin berantakan. Tapi, di antara Rose dan juga Liam tentu tak terdapat perbedaan mengenai kelicikan mereka yang begitu terselubung sejauh ini.

"Baiklah, kita akan melanjutkan perjalanan, sedikit lagi maka akan sampai di tempat tujuan," ungkap Liam yang entah kepada siapa karena Emily merasa bahwa pria yang satu ini sedang tak berbicara dengannya. Jadi, ia memutuskan untuk terdiam dan tak banyak berkomentar lagi selama di dalam perjalanan menuju ke tempat tujuan yang sudah di tentukan oleh mereka berdua sebelumnya.

Entah mengapa Emily seketika memikirkan Rafael. Bagaimana dengan kabar pria itu sampai sejauh ini? Apakah ia baik-baik saja dengan pekerjaannya itu?

"Mungkin aku akan menghubunginya jika kita telah sampai di tempat tujuan," gumam Emily kemudian dan setelah itu ia pun kembali memikirkan yang lainnya, walaupun ia telah menyadari bahwa Rose masih saja menatap ke arahnya dengan tatapan yang begitu perhatian dan menyelidik, namun tentu saja Emily memilih untuk tak memperdulikannya sejenak. Anggap saja ia berpura-pura tak mengetahuinya.

***

Sebuah hotel berbintang lima yang berada di dekat pantai itu lantas tak membuat Emily merasa antusias. Semuanya terasa biasa saja sampai sejauh ini, tapi entahlah untuk besok atau beberapa hari kedepan.

Wanita itu berjalan mendekati bagasi mobil dan hendak mengambil satu buah tas yang telah ia bawa sejak tadi. Namun, Liam menahannya seketika dan membuat wanita itu merasa terkejut sekali setelahnya.

"Biarkan saja, seseorang akan membawakannya untukmu," ujar Liam dan tentu saja Emily mengangguk. Baiklah kalau begitu, Emily pun memutuskan untuk pergi berlalu dari sana tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi kepada Liam.

Pantai yang menjadi tempat destinasi mereka kali ini cukup membuat Emily merasa tenang dan nyaman. Ia sejak kecil memang menyukai pantai, di mana pun itu. Bahkan ketika sedang berlibur bersama dengan keluarga sejak dulu, ia selalu saja merengek kepada kedua orang tuanya itu untuk diajak pergi menuju ke pantai. Namun, karena mereka berdua begitu sibuk dengan kegiatan masing-masing tentu saja membuat mereka tak bisa mengantarkan Emily menuju ke pantai maka dari itu Rose-lah yang mengantarkannya ke tempat tujuan itu.

Jika di pikir sampai sejauh ini, tentu saja ia merasa bahwa masa kecilnya sungguh menyenangkan tanpa adanya beban pikiran dan permasalahan yang selalu saja hadir di benaknya sampai saat ini.

"Emily!"

Wanita itu menoleh ke arah sumber suara kali ini dan mendapati Rose di sana yang saat ini tengah berjalan mendekatinya. Emily tersenyum dan terlihat Rose yang membawa sesuatu menuju ke arahnya.

"Kenapa kau masih di sini? Ayo masuk, aku dan Liam sudah menyiapkan masing-masing kamar untukmu juga. Oh ya, ini adalah minuman kesukaanmu, bukan?" tanya Rose kemudian dan tentu saja hal itu membuat Emily membulatkan kedua matanya. Ah, apakah Rose sampai seingat itu dengan minuman kesukaannya?

Air kepala murni yang bisa ia nikmati langsung dari buahnya. Bahkan ia juga bisa menikmati daging kelapanya sekaligus.

"Wow, dari mana kau membelinya?" tanya Emily seraya menerimanya dan tentu saja Rose tersenyum sambil menunjuk ke arah lain. Emily tentunya menatap ke arah yang saat ini tengah di tunjukkan oleh Rose.

"Ah, apakah harganya mahal?" tanya Emily kemudian dan tentu saja Rose menggeleng.

"Mereka memberikannya kepadaku, tapi kau bahkan mengetahuinya bahwa aku sama sekali tak menyukai kelapa. Jadi, aku memberikannya kepadamu, kau bahkan selalu mencarinya selama di New York," ungkap Rose dan tentu saja dengan jawaban yang di berikan itu lantas membuat Emily merasa terhanyut begitu saja dengan saudaranya ini.

Ah, ia merasa paling berdosa di saat itu juga. Ketika seseorang telah berbuat hal baik dan mengingat hal kecil mengenai dirinya tentu saja ia begitu tersentuh dengan semua itu.

"Terima kasih," ucap Emily pelan. Rasanya air kepala itu tak terlalu lezat jika ia menyandingkan semua beban permasalahannya itu kali ini.

"Dengan senang hati. Ayo kita masuk, di sini panas sekali. Mungkin kita bisa pergi berjemur sore nanti," ujar Rose dan terlihat Emily yang mengangguk. Mungkin ia akan membiarkan Rose pergi lebih dulu untuk masuk ke dalam hotel.

Setelah wanita itu pergi berlalu dari hadapannya, Emily terlihat menatap ke arah pantai dan mencoba untuk menjernihkan semua pemikirannya kembali. Suasana memang begitu terik, namun tentu saja hal itu tak membuat Emily surut, apa lagi ia sangat ingin memiliki kulit yang eksotis seperti wanita Asia kebanyakan, karena warna kulitnya ini cenderung putih, mungkin bisa dikatakan cukup pucat sejauh ini.

Pandangan Emily seketika mengarah ke arah kanannya, ia melihat Liam yang saat ini tengah menatap ke arahnya. Jarak mereka cukup jauh dan membuat Emily masih memiliki kesempatan untuk pergi berlalu dari posisinya kali ini. Ada baiknya ia seorang diri saja terlebih dahulu. Rasanya begitu malas sekali untuk bertegur sapa dengannya.

Walaupun terkadang ia juga menginginkan kehadiran Liam di sisinya, sekaligus sesekali merasa cemburu dengan Rose saat mereka berdua saling berdekatan.

Melihat hal tersebut justru membuat Liam tersenyum dan memberhentikan langkahnya sejenak, "Kenapa ia pergi berlalu begitu saja?"

Di sisi lain, kali ini Emily memilih untuk berjalan masuk ke dalam hotel itu, terlihat beberapa pegawai hotel yang memberikan salam kepada wanita itu dan mengantarkannya menuju ke lantai atas di mana letak kamar Emily berada. Tentu saja ia merasa seperti di perlakukan begitu spesial sekali.

"Ini dia kamar milik Anda, nona. Jika ada sesuatu hal yang Anda perlukan maka jangan sungkan untuk menghubungi pihak resepsionis," ujar pegawai tersebut dan setelah itu ia pun mengangguk sebelum akhirnya masuk ke dalam kamarnya.

Di dalam sana sudah tersedia banyak totebag dari beberapa brand ternama di dunia. Merasa iseng dengan lemari yang berada di sebelahnya membuat wanita itu segera membukanya. Ia juga melihat beberapa potong pakaian yang terlihat resmi sekali.

"Apakah kamar ini sebelumnya dihuni oleh seorang wanita karier? Atau mereka salah memberikan kamar kepadaku?" gumam Emily seorang diri. Ia lalu memeriksa bagian lemari es yang berada di bagian dapur. Bisa di katakan bahwa kamar hotel yang saat ini tengah di tempati oleh Emily begitu besar sekali.

Kedua mata Emily membulat lebar saat melihat banyak sekali makanan favorit darinya yang telah tersedia. Ia tentu saja merasa lapar seketika dan mengambil salah satu camilan di sana.

"Mereka menyiapkan semua ini untuk kita bertiga? Tapi rasanya begitu cepat sekali," gumam Emily yang saat ini meletakkan kelapa muda yang sejak tadi telah ia bawa itu. Ia lalu memilih untuk mencicipi camilan yang ia ambil sebelumnya.

Wanita itu kembali melihat beberapa barang yang ada di sana. Namun, entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang kurang di dalam sana.

"Di mana tasku?" pekik Emily seketika. Apakah mereka telah melupakannya?

***

Beautiful SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang