167. MENGIDAM DAN MEMENDAM

158 6 0
                                    

Siang ini Emily sangat ingin menyantap makanan manis bersama dengan Rafael, entahlah tiba-tiba saja ia sangat menginginkan hal tersebut secara mendadak. Apa lagi, Liam kali ini sedang berada di luar kota.

Emily yang membaca beberapa berita mengenai dirinya dan juga Liam pun terlihat tersenyum haru. Walaupun berita mengenai hubungannya dengan Liam telah diketahui oleh publik sejak tiga bulan yang lalu, namun rasanya ia masih tak menyangka akan hal ini. Perjalanannya bisa di katakan cukup aneh, namun bisa juga di katakan sangat beruntung. Tapi, jika seseorang hanya mengetahui sebelah mata mengenai hubungannya dengan Liam ini, maka bisa dipastikan bahwa mereka semua akan menganggap Emily sebagai seorang pelakor. Padahal bukan seperti itu kenyataan yang telah terjadi.

"Sabar, sayang. Sebentar lagi Paman Rafael akan segera tiba, kita juga telah memberitahukan Ayah mengenai hal ini," gumam Emily sambil mengelus perutnya yang semakin terlihat membuncit itu.

Sebenarnya ia harus menyiapkan beberapa hal untuk pernikahannya akan yang berlangsung dalam waktu dekat ini. Hanya saja Emily berpikir bahwa semua itu bisa ia lakukan nanti, lagi pula hanya memilih desain gaun dan mengukur tubuhnya yang semakin membesar itu tentu saja. Selain itu, semuanya sudah di persiapkan oleh Liam.

"Halo, maaf aku cukup terlambat kali ini. Ada sesuatu hal yang harus aku lakukan di kantor tadi," ujar Rafael yang datang secara tiba-tiba di hadapan Emily kali ini. Mendengar hal tersebut tentu membuat Emily cukup terkejut.

"Ah, maafkan aku karena telah menghubungimu secara tiba-tiba. Aku pikir jika kau sedang tak sibuk karena hari ini adalah akhir pekan," ujar Emily. Rasanya tak enak sekali karena harus membuat Rafael meninggalkan pekerjaannya itu untuk sementara waktu demi mengantarkannya kali ini.

Rafael yang mendengarnya lantas tertawa, "Tak usah sungkan, tenang saja, tak ada sesuatu hal lainnya lagi. Aku hanya memberikan beberapa berkas yang telah aku selesaikan kemarin. Jadi untuk besok aku tak perlu datang ke kantor lagi. Seperti itu."

"Syukurlah kalau begitu. Ngomong-ngomong, apakah kau sudah makan siang?" tanya Emily kemudian, mereka lalu berjalan bersama menuju ke arah tempat di mana mobil Rafael berada.

"Tentu. Semuanya sudah beres, bagaimana denganmu? Tapi, di mana Liam? Aku mengira bahwa ia juga akan ikut serta kali ini bersama dengan kita berdua," ujar Rafael sambil membukakan pintu untuk Emily. Wanita itu tersenyum dan tak lupa juga untuk mengucapkan terima kasih sebelum masuk ke dalam sana.

"Liam sedang melaksanakan meeting dadakan. Tapi tenang saja, seperti yang telah aku katakan tadi kepadamu melalui telepon bahwa Liam telah mengetahui soal ini. Mungkin jika ia telah menyelesaikan tugasnya, Liam akan menyusuli kita. Tapi jika tidak maka tak jadi, seperti itu," ujar Emily kemudian dan tentu saja Rafael menghela napas lega. Untung saja semuanya sudah beres dan tak ada lagi hal-hal lain yang harus di takutkan di sini. Karena jika menyangkut soal Liam maka ia cukup tak memiliki nyali, apalagi setelah tragedi tulisan yang harus ia kerjakan sebanyak ratusan halaman itu. Ah, rasanya tak bisa di bayangkan lagi seperti apa.

"Tenang saja, aku akan kembali memgantarkanmu dengan selamat. Jadi, kita akan pergi ke mana? Aku siap mengantarkanmu ke mana saja," tawar Rafael seraya meliriknya kali ini.

Emily terkekeh mendengarnya, "Senang sekali rasanya mendengar hal itu. Aku hanya ingin menyantap makanan manis saja siang hari ini. Apakah kau memiliki saran untuk itu?"

Rafael terdiam sejenak saat mendengarnya. Sejujurnya ia sangat mengetahui semua restoran atau pun tempat makan yang berada di kota ini, "Hm, bagaimana dengan es krim? Tapi, apakah kau boleh menyantap es krim dalam keadaan hamil seperti sekarang ini?"

"Tak masalah, lagi pula tak setiap hari aku menyantapnya. Ayo," jawab Emily bersemangat. Dan sepertinya calon anaknya itu juga begitu bersemangat sekali kali ini.

"Pakai sabuk pengamanmu sekarang, dan kita akan pergi," ujar Rafael yang bersemangat.

***

Di sinilah mereka, berada di salah satu kedai es krim yang selalu mereka kunjungi saat masih duduk di bangku perkuliahan. Emily sempat datang ke tempat ini beberapa kali namun sejauh ini ia belum sempat datang kembali. Beruntung jika Rafael menganjaknya ke tempat ini sekarang. Rafael bahkan tak melupakan menu utama yang begitu menjadi kesukaan Emily sampai saat ini. Ya, es krim varian vanila dengan topping choco chip di bagian atasnya sekaligus tambahan saus cokelat juga. Ah, begitu luar biasa sekali tentu saja.

"Aku tak menyangka sekali bahwa kau masih mengingat rasa favoritku sampai saat ini. Padahal, kita sudah cukup lama tak kembali lagi ke kedai ini untuk membeli es krim. Atau, apakah kau cukup sering datang ke kedai ini jika memiliki waktu senggang?" tanya Emily yang saat ini tengah menyantap es krim miliknya. Begitu pula dengan Rafael yang terlihat menatap ke arahnya sambil tersenyum simpul.

"Tentu saja aku masih mengingatnya. Jika kau mengunjungi kedai ini maka tak ada rasa lain yang akan kau pesan selain vanila dengan choco chip di bagian atasnya beserta dengan saus cokelat yang di tumpuk pada bagian butiran cokelat itu. Mudah sekali untuk mengingatnya. Tapi, tebakanmu itu cukup benar, aku terkadang memang datang ke kedai ini jika memiliki waktu senggang," jawab Rafael kemudian dan terlihat Emily yang mengangguk paham mengenai hal itu.

Tiba-tiba saja Emily merasa bahwa pria yang berada di hadapannya ini tengah menatapnya namun dalam pandangan yang begitu kosong. Karena tak ingin jika dirinya merasa terlalu percaya diri, maka Emily memutuskan untuk melambaikan tangannya ke arah depan wajah Rafael saat ini, "Rafael? Halo?"

Pria itu mengerjap dan setelah itu tersenyum kikuk ke arah Emily, "Ya? Ada apa, Emily? Apakah kau memerlukan sesuatu lagi?"

"Tidak ada, hanya saja kau nampak termenung sejak tadi. Ada apa?" tanya Emily perlahan. Sebenarnya ia cukup tak enak karena harus memanggil Rafael dalam waktu yang sangat dadakan seperti siang hari ini.

"Tidak ada, Emily. Rasanya cukup mengantuk sekali tadi. Jadi, karena es krim ini rasa kantukku sudah hilang," ujar Rafael kemudian dan nampaknya terdengar sangat aneh bagi Emily.

"Maafkan aku karena telah menghubungimu begitu dadakan seperti ini," ucap Emily lirih dan tentu saja Rafael menggeleng.

"Tidak usah meminta maaf, santai saja," jawab Rafael kemudian.

Tentu saja sejak tadi Rafael merasa berdegup kencang karena ia masih belum bisa untuk melupakan perasaannya itu kepada Emily. Rasanya cukup sulit tentu saja. Namun, ia tahu betul bahwa Emily adalah milik Liam.

"Lagi pula jika mencintai seseorang tak perlu harus memilikinya juga, bukan?" gumam Rafael di dalam hatinya.

***

Beautiful SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang