119. PERTEMUAN LIAM DAN TEMAN LAMANYA

191 8 0
                                    

Sebuah pesan singkat yang tadinya terkirim untuknya itu membuat Liam segera membacanya dan setelah itu pergi ke salah satu supermarket yang berada di dekat kantornya itu. Ya, kali ini ia memang berada di kantornya sejenak untuk mengambil beberapa berkas yang tertinggal.

"Baiklah, Emily menginginkan makanan yang manis rupanya," gumam Liam setelahnya dan tak perlu waktu lama lagi ia pun telah tiba di sebuah supermarket di salah satu Kota New York saat ini.

"Baiklah, ayo kita cari sesuatu yang manis di sini. Tapi, apa contohnya? Emily hanya mengatakan apa saja asalkan manis," gumam Liam kemudian. Bahkan beberapa pasang mata saat ini tengah menatap ke arahnya sambil menggoda pria itu. Namun semuanya tentu saja tak pernah Liam gubris, lebih tepatnya setelah ia mendapatkan Emily. Ya, seperti itu.

"Liam? Apa yang sedang kau lakukan?" tanya seseorang yang bahkan sangat ia kenali suaranya itu. Liam lalu menatap ke arah sampingnya dan tentu saja ia melihat Rey dengan sebuah troli belanja yang ia gunakan saat ini.

Liam menatap ke arah isi troli itu. Hanya beberapa makanan dan juga sebuah pembalut, "Aku tebak bahwa kau tengah membeli perlengkapan untuk istri tercintamu itu."

Rey yang mendengarnya lantas tertawa, "Kau bahkan belum menjawab pertanyaan ku itu. Tapi, tentu saja ucapanmu itu sangatlah benar."

"Aku sedang mencari sesuatu yang manis. Bisakah kita berbelanja bersama?" tanya Liam kemudian.

"Sebenarnya aku telah menyelesaikan kegiatan ini, tapi tak masalah, sepertinya aku juga menginginkan sesuatu yang manis pula," ungkap Rey setelahnya. Mereka lalu berjalan menuju ke beberapa tempat yang saat ini tengah di tunjukan oleh Rey. Pria itu cukup menghapal rak demi rak karena sudah terbiasa untuk melakukan kegiatan belanja seperti ini.

"Aku salut denganmu, kau bahkan tak malu membeli pembalut," ujar Liam kemudian seraya menatap ke arah sebuah rak yang menyajikan beberapa makanan ringan. Mungkin ia juga akan berbelanja kali ini sesekali.

"Apakah kau masih malu untuk melakukannya?" goda Rey kemudian dan tentu saja Liam menatapnya sejenak.

"Hei, aku bahkan tak mengatakan hal itu. Tadi aku hanya ingin mengejekmu saja," gumam Liam setelahnya.

Saat beberapa menit berjalan dan juga memilihkan beberapa makanan yang hendak mereka beli saat ini, terlihat Rey yang menghela napas sejenak saat mereka membicarakan sebuah pembalut di antara keduanya.

"Kau tahu, aku menginginkan sesuatu sampai sejauh ini," ujar Rey kemudian dan terlihat Liam yang mulai menatapnya sejenak.

"Apa itu? Kau bahkan bisa membelinya kapan pun yang kau mau. Jangan lupakan dari mana keluargamu berasal," tukas Liam seraya menggodanya. Terlihat Rey yang tersenyum simpul setelahnya.

"Aku menginginkan seorang anak, Liam. Tapi, sampai saat ini Tuhan masih belum mengabulkannya. Tapi tak masalah, aku dan juga istriku akan terus mencobanya," ujar Rey kemudian seraya menatap ke arah troli miliknya yang berisikan pembalut itu.

Liam terdiam seketika, "Ehm, maafkan aku. Tapi tenanglah, semuanya akan baik-baik saja, kalian pasti akan segera mendapatkan keturunan. Jangan dipaksakan sekali."

"Kau benar, aku bahkan sama sekali tak memaksanya, justru aku tak pernah membicarakan soal ini kepada istriku itu. Hanya saja, saat aku termenung atau melihat sosok keluarga di hadapanku, seketika itu juga aku menginginkan sosok anak yang meramaikan rumahku," ujar Rey kemudian.

Liam tersenyum dan setelah itu bangkit berdiri untuk mulai menenangkan pikiran dari salah satu sahabatnya saat ini, "Kau akan mendapatkannya. Apalagi sejauh ini kau adalah pria yang baik, jadi aku yakin bahwa kau akan dipercayakan oleh Tuhan mengenai hal yang satu ini."

"Terima kasih. Ah, tak sabar rasanya untuk melihat istriku yang tiba-tiba saja menginginkan sesuatu yang tak ia sukai, atau bahkan semakin gemuk saja. Atau, justru aku yang merasa mual saat pagi hari menjelang. Kira-kira bagaimana rasanya?" gumam Rey seraya terkekeh.

Mendengar hal tersebut justru membuat Liam mengernyit. Tunggu dulu, sepertinya ia harus bertanya sesuatu dengan pria yang satu ini.

"Rey, apa yang kau katakan tadi?" tanya Liam kemudian dan setelah itu terlihat Rey yang menatapnya sejenak seraya mengernyit.

"Hah? Apa?" tanya Rey yang merasa bingung.

"Menyukai makanan yang sebelumnya tak di sukai, bertambah gemuk, atau apa pun itu yang telah kau katakan sebelumnya. Apa maksudnya?" tanya Liam kemudian dan tentu saja Rey terkekeh setelah mendengarnya.

"Oh, semua itu adalah ciri-ciri dari adanya kehamilan seorang istri. Tapi, sebagian besar yang kutahu seperti itu. Entah bagaimana dengan istriku nanti. Ayo, kita harus melihat beberapa makanan manis, bukan? Ada di sana. Ikuti aku," jawab Rey kemudian dan setelah itu berjalan lebih dulu dengan trolinya.

Liam yang masih berdiri di belakang Rey saat ini seketika merasa bahwa ia harus memeriksa dan menanyakan hal tersebut dengan Emily setelah ia sampai di rumah nantinya.

"Ah, jadi seperti itu. Baiklah, aku akan menanyakan hal ini kepadanya," gumam Liam setelahnya. Ia lalu berjalan untuk menyusuli Rey yang bahkan kali ini sudah pergi menjauh dari posisi mereka.

***

Liam yang sejak tadi merasa bahwa lampu lalu lintas itu tak kunjung berubah warnanya merasa cukup gemas sekali.

"Ya Tuhan, padahal aku hanya ingin cepat-cepat pulang dan bertanya semuanya dengan Emily. Apalagi beberapa ciri yang telah di sebutkan oleh Rey tadi cukup menggambarkan apa yang sedang Emily rasakan," gumam Liam seorang diri, bersamaan dengan perubahan lampu lalu lintas menjadi hijau. Tak perlu waktu lama lagi, ia pun segera melesat pergi dengan mobilnya itu kali ini tanpa menunggu apa pun lagi.

Setelah beberapa saat bersabar karena keanehan di tengah perjalanan yang entah mengapa cukup tak lancar itu, terlihat Liam yang memakirkan mobilnya begitu saja di halaman depan rumahnya kali ini. Bahkan ia sama sekali tak menyapa semua asisten pribadi maupun asisten rumah tangganya itu untuk saat ini.

Terlihat di sana Emily yang tengah duduk seorang diri sambil menyantap beberapa camilan seperti biasanya. Tentu saja jumlahnya cukup banyak sekali jika di lihat-lihat.

"Emily, ada sesuatu hal yang harus aku bicarakan kepadamu," tukas Liam kemudian seraya duduk di hadapan Emily.

Wanita itu bahkan sama sekali tak mendapati bungkusan makanan yang di bawa oleh Liam kali ini, "Apakah kau belum membeli pesananku?"

"Aku sudah membelinya. Tapi ada satu hal yang ingin aku tanyakan terlebih dahulu," ujar Liam kemudian.

"Baiklah, apa itu?" tanya Emily.

Liam menatapnya lekat, "Apakah kau sedang hamil?"

Deg!

Emily terdiam seketika. Sial! Pertanyaan yang seharusnya sama sekali tak ingin ia dapatkan dalam waktu dekat ini dari Liam justru telah ia dapatkan.

"Apa maksudmu?" tanya Emily seketika dan bersamaan dengan itu terlihat Liam yang mengeluarkan sesuatu dari balik sakunya.

Test pack.

"Aku ingin kau mencoba ini untuk memastikan semuanya," ujar Liam seraya meletakkannya di atas meja saat ini.

Jadi, apakah Emily harus mencobanya?

***

Beautiful SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang