34. Dua Kubu (3)

7 1 0
                                        

Ruangan itu hening dalam beberapa detik. Melihat Rafael yang tiba-tiba menampilkan sesuatu membuat mereka mendapatkan sebuah pemberitahuan di pill masing-masing.

Mata mereka membelakak, tak terkecuali Lio yang begitu tercengang.

"Terima kasih, Lio. Usahamu jadi tidak sia-sia, iya 'kan?" Rafael tersenyum, lubuk hatinya benar-benar berterima kasih, tetapi entah kenapa mimik wajah yang dipasang Lio tampak ketakutan.

"Pemanfaatan bodoh macam apa ini?" ujar Darren hendak memberontak, tetapi tangan Lio langsung bergerak untuk menghalangi aksinya.

Lelaki itu menoleh ke arah kanan, melihat Fane yang semakin menyatukan alisnya. Dia gemetaran dengan kedua mata yang nyaris mengeluarkan air. Lew yang menyadari hal itu segera mendekat sedikit ke arah Fane.

Amaran menggelengkan kepalanya. "Mohon maaf, Paman Rafael. Tapi apakah kamu tidak merasa jika ini merupakan pelanggaran sistem kompetisi?"

"Kamu plagiat!" seru Lio lantang, dalam satu detik mendapatkan respon dari Rafael.

"Aku? Memang benar sih, plagiarisme itu sangat sensitif, tetapi apakah kalian melupakan seseorang yang tidak bersalah harus bertahan hidup karena kata itu di sini?"

Mendengar ujaran Rafael, Lio melirik Claes yang hanya menatapnya. Ah sial, Lio sama sekali tidak mengerti, kenapa sistem ini mengangkat sebuah kemampuan yang sangat dilanggar dalam dunia karya?

"Aku pikir River tidak seburuk itu. Dia telah membuat sesuatu yang membuatku berlinang air mata, haha." Rafael memperbaiki posisi kakinya sebelum kembali melanjutkan, "Maka dari itu kita harus memanfaatkan sebaik mungkin. Kalian tidak ingin menyia-nyiakan hal seperti itu, 'kan?"

"Aku setuju."

Semua mata di ruangan itu sontak melirik Fane yang sedari tadi menunduk.

"Tidak seharusnya kita membuang sesuatu yang ada, apalagi dari seseorang yang telah berkorban. Pantaskah aku berbicara seperti ini?" Fane mendengus, melirik sinis ke arah lain, enggan menerima tatapan yang diberikan semua orang.

"Fane...." Lirih yang dikeluarkan Lio bagaikan suatu keputusasaan, lantas mengapa semua orang merasa jika keputusan itu benar? "Kamu sedang dikendalikan Darren?"

"Apa? Kenapa aku?" Darren mengangkat satu alisnya menoleh untuk mendapatkan tuduhan.

Amaran memutar bola matanya. "Karena kamu satu-satunya yang memiliki kemampuan seperti itu."

"Apa? Orang itu bahkan tidak sedang beraksi," jawab Darren menggelengkan kepalanya.

Rafael mengembuskan napasnya. Kembali memasang senyum seperti sebelumnya. "Kalian semua sekarang ada di pihakku, aku telah menguasai karakter kalian. Maka dari itu, aku ingin kalian semua mendapatkan perannya di sini."

"Aku tidak pernah sudi," balas Darren semakin sinis.

"Ya ampun, aku bahkan tidak pernah mendengar tentang itu." Lio sadar, dia satu-satunya orang yang belum mendapatkan klaim sebagai anggota mereka. Entah karena apa Rafael terus menunda, meskipun Lio juga tidak ingin menjadi salah satu karakter Rafael.

Claes mengedipkan matanya beberapa kali. "Kami melakukan ini bukan karena tujuan semata. Kompetisi ini harus benar-benar adil, kami tidak akan pernah menerima bantuan apa pun dari luar, panitia dan juri sekalipun."

Ah iya, Lio baru sadar jika panitia dan juri ada di dunia ini.

"Kami tidak ingin bergantung dengan panitia dan juri, karena di sini ... kita adalah karakternya." Di luar dugaan, Lew yang tetap duduk di sebelah Fane berujar memberikan pembelaan, membuat Alesia hanya memberikan isyarat agar lelaki itu diam.

MAKE A PLOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang