67. Lokasi Kemampuan (15)

0 0 0
                                    

Pintu ruangan itu sedikit terbuka, menampilkan seseorang yang sedang duduk menghadap ke arah meja-meja ruangan. Orang di dalam ruangan itu menoleh, mengangkat satu alisnya setelah melihat ada yang membuka pintu ruangannya.

"Kami sudah mendapatkan makanan, setidaknya makanlah satu kali sehari."

Lio beranjak dari duduknya, matanya mengerjap melihat orang itu yang meletakkan sebuah air botol kemasan dengan beberapa roti ke atas meja Lio. Orang itu melirik Lio, lantas memberikan senyuman padanya, membuat Lio sedikit tersentak.

"Ardan!" seru Lio membalasnya dengan senyuman lebar. "Aku pikir kamu masih berada di luar selama kami sudah kembali ke bangunan ini. Aku mendengarnya dari Samuel, katanya ada yang harus kamu lakukan?"

Ardan mengangguk, kemudian mengambil tempat duduk di tilam ruangan. Bukan hanya duduk di atas sana, dia bahkan berbaring santai, menatap langit-langit ruangan yang begitu gelap.

"Aku juga sangat senang kamu masih aman selama ini." Ardan menoleh ke arah Lio.

Lio mengambil dua bungkus roti di atas meja itu, lantas duduk di samping Ardan, kemudian menyodorkan salah satunya. "Aku tidak terlalu lapar, kamu bisa ambil satu."

"Ah tidak-tidak, aku sudah makan." Ardan tersenyum.

"Agak aneh jika aku memakannya sendiri ...." Lio memegangi tengkuknya dengan wajah polos itu, membuat Ardan hanya tertawa kecil sebelum dia menjawab pernyataan Lio.

"Kalau begitu bagi aku satu per empatnya."

"Satu per empat?"

Ardan membuka salah satu bungkus roti itu, kemudian merobek roti tersebut jadi dua potongan. Potongan yang paling besar ia berikan kepada Lio, sedangkan potongan yang kecil ia gigit sedikit demi sedikit.

"Kalau diberi pun aku tidak akan menolak, sih, hehehe." Ardan melirik ke arah jendela. "Belakangan ini cuacanya sangat dingin, sedikit sulit untuk mencari makanan atau minimarket yang masih utuh."

Lio mengangguk, kemudian menggigit roti di tangannya. "Apa ada yang ingin kamu bicarakan? Tumben sekali ...."

"Tumben?" Ardan mengangkat satu alisnya. "Ahahah, tidak ada, sih. Karena kamu satu-satunya orang yang belum bertemu denganku lagi selama lima hari ini."

Ruangan itu hening beberapa saat. Lio menunduk, menatap lantai-lantai ruangan yang terlihat sudah penuh dengan retakan, sedangkan Ardan mengembuskan napasnya pelan sebelum dia mendapatkan kembali atensi Lio, lantas melemparkan lagi senyum manisnya.

"Kamu harus terus mempertahankan semuanya, Lio." Lio tersentak, menghentikan aktivitas memakan rotinya sebentar. "Sama seperti Prim, kamu adalah orang yang sepertinya sangat fokus dengan tulisanmu di tengah-tengah perang dalam dunia kompetisi ini. Kamu harus terus semangat menulis, setiap saat mungkin? Atau bahkan ketika kamu tidak memiliki pill di genggamanmu."

Lio ingat, tiga hari kemarin dia tidak menulis sama sekali karena pill miliknya ada di tangan Samuel.

"Aku telah lama mengaktifkan kemampuanku ini." Ardan berdeham, dan memberikan senyuman angkuh kepada Lio, membuat Lio menatapnya malas dan kembali menggigit rotinya. "Kamu hebat, Lio."

"Hebat?" Lio terdiam. "Hebat apanya? Aku bahkan tidak pernah mendapatkan 250 besar."

Ardan mengangguk. "Tapi bukan itu poin terpentingnya." Lio menggigit roti itu lagi sebelum dia merasa penasaran dengan kata-kata Ardan. "Kamu selalu berjuang setiap saat, dan kamu tidak boleh menyia-nyiakan perjuanganmu itu. Kamu menulis bukan hanya tentang menulis, 'kan? Di dunia ini."

Lio kebingungan, tetapi dia mengangguk setuju, karena memang seperti itu faktanya.

"Kamu seharusnya percaya diri juga." Ardan menghela napas. "Yah ... intinya kamu hebat. Lain kali, kamu harus menunjukkan kemampuan luar biasamu itu padaku, ya?"

MAKE A PLOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang