Lelaki itu berdecak, menyembunyikan sesuatu yang ada di tangannya tepat di belakang. Membiarkan kendaraan berkarat yang dipakainya tetap berguna, tanpa mempedulikan beberapa serangan yang terlempar secara beruntun kepadanya.
Matanya menangkap seorang wanita yang membawa senapan, berjalan mengendap-endap dari belakang semak-semak. Tanpa disadari, jika kedua orang itu sudah saling bertatapan membuat senapan di tangan si wanita langsung bergerak untuk menyerang targetnya, yakni Rafael.
"Halo, anak buangan."
"Shelly ...." Rafael mendesis, tetap menggerakkan motor yang ia kendarai tanpa berkeinginan untuk menggubris tindakan Shelly yang terus-terusan menjadikannya sebagai target. "Aku tidak membutuhkanmu, tolong pergi saja."
"Tapi aku yang membutuhkanmu." Shelly berdeham, mengejar Rafael yang masih menancap gas, tidak peduli apakah lelaki itu kecelakaan atau tidak, Rafael hanya memikirkan keselamatannya agar bisa terbebas dari Shelly. "Tapi keren sekali kamu memodifikasi motor seperti ini, apa yang telah kamu ajarkan pada mereka, hm?"
Rafael berdecak. Sepertinya ada sesuatu yang mengendalikan wanita itu sehingga larinya lebih cepat, bahkan bisa mengejar motor yang sedari tadi dibawa oleh Rafael.
Shelly melompat tinggi-tinggi, setelah dia menginjak tumpukan reruntuhan yang tersisa di sekitar jalanan.
Sampai nyaris saja Shelly menendang lelaki itu, tetapi Rafael semakin mempercepat laju kendaraannya. Tak lama Shelly membelakak saat motor tersebut sengaja Rafael tubruk ke sebuah bangunan yang masih berdiri kokoh, membuat benda tersebut terlihat hancur sedangkan Rafael segera melarikan diri.
Berkendara dengan motor di saat dirinya sedang melindungi sesuatu cukup sulit ia lakukan, lantas Rafael lebih memilih untuk berlari, karena rasanya dia melihat gerak-gerik aneh dari Shelly. Terutama kemampuan kecepatan itu yang tiba-tiba hadir.
"Kamu bodoh sekali, sudah tahu akan kukejar," ujar Shelly kembali berlari dengan cepat seperti sebelumnya. "Seharusnya menggunakan motor keren itu saja, karatnya ada di mana-mana, sih, tapi cukup menambah peluangmu untuk melarikan diri."
Rafael menggelengkan kepalanya. "Maaf, tapi aku tidak ada niat untuk berinteraksi denganmu."
Shelly terdiam, merasakan kemampuan yang sebelumnya ia gunakan dari seseorang itu menghilang. Wanita itu menarik sudut bibirnya, tertarik dengan apa yang baru saja dilakukan Rafael.
"Kemampuan itu ternyata memang ada padamu, ya?" Rafael tetap berlari, meninggalkan Shelly yang masih diam di tempatnya karena masih belum bisa berjalan.
Rafael hanya menolehkan kepalanya, dan memberikan senyum miring pada Shelly.
"Anak buahmu adalah yang paling licik, Rafael." Shelly menyibak poninya, semakin tersenyum lebar. "Aku bahkan tidak tahu kapan dia mengambil sisa-sisa pill milik River saat di babak ketiga itu."
* * *
Lio mendongak, melihat Amaran yang terus menaiki anak tangga untuk sampai ke lantai yang paling atas. Lio bukan hanya ingi berdiam diri. Dia hanya takut akan terjadi sesuatu jika saja dia ikut Amaran pergi ke atas sana. Bahkan, seharusnya Lio tidak mengizinkan Amaran karena perkiraannya.
"Tunggu sebentar, Lio." Amaran sedikit tersentak saat dia melihat tiga anak tangga yang menghilang dari sana. Dengan cepat Amaran melompat, cukup membuat Lio jantungan. "Ternyata ini bukan apa-apa."
"Amaran ...."
Amaran menoleh, tersenyum ke arah Lio. "Aku harap kamu lebih berhati-hati sedikit, Lio."

KAMU SEDANG MEMBACA
MAKE A PLOT
FantasíaSebuah karya telah dijadikan sebagai bahan kompetisi di awal tahun. Semua orang yang mengikutinya adalah orang-orang yang berkeinginan menjadi seorang penulis luar biasa. Tanpa mereka tahu jika kompetisi yang mereka alami bukan hanya sebuah kompetis...