39. Dua Kubu (8)

1 1 0
                                        

"Itu karena hidupmu sudah bahagia!"

Gadis bersurai merah muda itu memalingkan wajahnya. Dia diam di tempat sebelumnya, mengabaikan seorang lelaki yang pergi begitu saja setelah meneriakinya di salah satu lorong sekolah.

Wajahnya datar, tatapannya kosong. Amaranta Raia, gadis berusia 18 tahun yang hanya menggerakkan matanya untuk melirik ponsel yang sedari tadi menyalakan notifikasi. Gadis itu menghela napas, sedikit tidak tertarik dengan sebuah pesan surel yang baru saja terkirim pada akunnya.

[Hei kamu! Seorang penulis, 'kan? Apa kamu tertarik dengan buku Sebuah Dunia? Buku yang katanya menyimpan misteri itu saat ini akan menjadi bahan kompetisi lho! Kami mengundangmu untuk mengikuti kompetisi dan bersaing dengan seluruh pelosok dunia! Kamu bisa mengubah alur sampai genre sesuai dengan buku Sebuah Dunia!]

"Si hebat tiada tara! Bahkan jika ada seseorang menyadari semua bakatmu, dia pasti akan langsung mencarimu!"

Amaran menatap sayu ponselnya, setelah itu kembali memasukkan gawai itu ke dalam saku roknya. Sudah ada dua puluh notifikasi yang sama, sebuah pesan yang dikatakan sebagai 'undangan' kompetisi.

"Kamu sudah kucari, ternyata di sini?"

Amaran sedikit tersetak, melihat Darren yang tiba-tiba datang dengan ponsel di tangannya. "Aku mendapatkan undangan menulis? Aku bingung ... baru saja aku memulainya sudah disuruh mengikuti kompetisinya?"

"Ah iya."

"Kamu penulis laga, 'kan? Semua yang aku baca dari tulisanmu seperti sebuah perjuangan yang penuh tantangan. Sangat disayangkan jika kamu tidak mengikuti kompetisi ini."

Mereka tidak terlalu dekat, Amaran pun tahu itu. Dia hanya bisa mendengar ujaran Darren selama perjalanan menuju kelas, tidak jarang menjawabnya dengan kata-kata dasar.

"Memangnya kamu mau ikut?" tanya Amaran, berhenti melangkah dan menolehkan kepalanya ke arah Darren.

Darren sendiri mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak tahu, kamu yang paling pertama di sini. Aku dengar kamu sering menulis lebih banyak selain buku yang kamu bawa minggu kemarin."

"Itu benar...." Amaran menghela napas. "Kamu mendapatkan berapa notifikasi?"

"Hanya satu."

Amaran mengangguk. Ternyata dia cukup merespon pesan tersebut dengan lambat sampai-sampai dikirimkan dua puluh pesan. "Kapan pesan itu datang dan berapa lama kamu menjawab pesan itu?"

"Dari semalam, aku baru menjawabnya tadi"

Ah ... Amaran lupa jika pesan yang pertama kali dikirimkan datang pada pagi buta, lebih dulu Darren yang menerima pesan daripada dirinya.

"Aku hanya akan ikut jika kamu juga ikut."

Amaran tidak tertarik. Namun, dia merasakan sesuatu yang berbeda dengan seseorang di hadapannya. Darren, lelaki yang tidak banyak bicara itu tumben sekali datang padanya, dan saat ini matanya berbinar, terlihat penasaran dengan apa yang baru saja terjadi padanya.

Benar, Darren adalah lelaki pintar yang selalu mendapatkan perhatian guru di kelasnya. Dia memiliki ilmu pengetahuan yang luas, serta beberapa ketajaman penjelasan terhadap karya yang pernah lelaki itu buat sebelumnya.

Potensinya tidak dapat diremehkan.

Akan tetapi, Amaran belum dapat melihat keputusannya saat ini.

"Tidak apa-apa jika kamu tidak akan ikut." Darren melirik ke arah lain, melihat beberapa orang yang bolak-balik dari kelas dan luar kelas.

"Tidak, aku akan mengabarinya besok. Asalkan kamu juga ikut, maka aku akan langsung mendaftar, lebih baik kita bicarakan di dalam kelas, kamu duduk di bangku depanku saja."

MAKE A PLOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang