Beberapa orang turun dari benda beroda yang baru saja datang di kawasan kaca pecah tersebut, dengan banyak peralatan dan sebuah alas yang berwarna putih.
Salah satunya adalah seorang pemuda berambut hitam dengan mata tajamnya. Dia segera membuka pintu mobil, menoleh ke belakang dan melirik seorang gadis yang sedang mengobati seorang lelaki di sana.
"Darren harus segera ditangani, apakah kamu mau langsung membawanya ke mobil sebelah?" tanya Rafael sebelum dia mengulurkan tangannya untuk menutup pintu mobil, lantaran dirinya sudah dapat menebak dengan jawaban dari seorang lelaki di kursi belakang.
Sesuai dugaannya, Darren menggeleng cepat. "Tidak, aku akan di sini saja bersama Amaran."
Amaran menunduk, kedua alisnya mengernyit khawatir, sedangkan Rafael hanya mengangkat kedua bahunya. "Jika kalian mengkhawatirkan Lio, kalian bisa segera pergi untuk melihatnya, aku dengar-dengar kondisinya sangat parah."
Pada akhirnya Rafael menutup pintu mobil itu, membalikkan badannya sebelum dia melihat tempat yang begitu kacau ada di hadapannya.
Matanya sedikit melirik ke belakang, memeriksa mobilnya. "Dasar anak muda," ujar Rafael segera berjalan perlahan ke arah tempat di mana orang-orang yang sebelumnya bergerak cepat untuk membantu kedua anggotanya di sana. "Sayang sekali, aku jadi merasa sangat bersalah."
Langkah itu sampai di depan orang-orang yang segera membawa Lio. Salah satu di antara mereka bergerak, sedikit memeriksa Brielle yang tengah dibopong menuju benda beroda di jalanan depan.
"Brielle sepertinya tidak bisa menggunakan kemampuannya lagi, Rafael."
Sang dokter-Aden yang berumur dua puluh tujuh tahun itu sedikit mengembuskan napasnya, tampak berat tetapi tidak terlihat lelah. Jelas-jelas, Aden baru saja mengeluhkan tentang hal lain yang berbeda dari dugaan Rafael.
"Apa yang kamu lakukan pada mereka terlalu keras."
Benar, kata-kata yang sangat tidak disukai Rafael.
"Sebaiknya berikan mereka tugas yang lebih ringan, atau buat mereka membawa lebih banyak orang lagi untuk tugas seperti ini." Aden menyembunyikan kedua tangannya yang terasa dingin di saku celana, terus menatap orang-orang yang sedang bersusah payah berjalan ke mobil besar di depan. "Seorang wanita dan anak remaja, bukankah itu sedikit kejam?"
Rafael pun tidak tahu.
Dia hanya mengidikkan bahunya, enggan untuk menjawab Aden. Terus berjalan tanpa rasa bersalah, karena Rafael sendiri merasa jika dirinya memang tidak pernah mengetahui jika ini akan benar-benar terjadi.
Bukan dia yang telah membuat mereka terlibat, tapi seseorang yang telah membantunya untuk melancarkan aksi di babak ke-tiga ini.
Seseorang yang cukup membuat Rafael naik darah.
"Jika Camielle melihat kondisi seperti ini, bisa-bisa dia akan mencemoohmu."
"Berhentilah menyebutkan nama-nama itu, kamu membuatku jengkel." Rafael tidak menggubris dan hanya bergerak ke arah mobilnya, membuat Aden mengikutinya dari belakang. "Mereka tidak ada hubungannya dengan ini, biarkanlah keluarga itu bertindak sendirian tanpa melibatkan diriku, jadi jangan libatkan mereka juga."
Aden tersenyum. "Benar juga, memangnya keluarga itu keluargamu?"
"Jaga mulutmu sialan."
Aden tertawa kecil. "Anak zaman sekarang memang tidak ada hormatnya pada yang lebih tua." Aden berdeham sebelum dia semakin mempercepat langkahnya untuk berjalan bersandingan dengan Rafael. "Aku tidak akan merusak semua rencanamu, tetapi bagaimana cara dirimu bertindak seolah berpura-pura tidak tahu jika putra Camielle berada di sana membuatku harus tahu alasannya."

KAMU SEDANG MEMBACA
MAKE A PLOT
FantasySebuah karya telah dijadikan sebagai bahan kompetisi di awal tahun. Semua orang yang mengikutinya adalah orang-orang yang berkeinginan menjadi seorang penulis luar biasa. Tanpa mereka tahu jika kompetisi yang mereka alami bukan hanya sebuah kompetis...