Lio menerawang dari kejauhan. Matanya memperhatikan Amaran yang lagi-lagi membuka lemari makanan yang ada di dapur. Saat ini bangunan sedikit sepi, beberapa orang berpindah ke bangunan lain karena suatu perintah dari Rafael. Entah apa yang sedang direncanakan lelaki itu, tetapi Lio tidak terlalu peduli.
"Apa yang sedang dilakukannya?"
Lio tersentak saat melihat Darren yang tiba-tiba berada di sampingnya. Sedikit menghela napas untuk mengatur tempo jantungnya, Lio menggelengkan kepala pelan, bersiap menjelaskan, "Dia pasti sedang kelaparan lagi."
"Kenapa dia kelaparan setiap saat...." Mata Darren sedikit memicing, tidak sengaja mimik wajahnya yang agak mencurigakan tertangkap oleh mata Lio.
Dilihat wajah itu yang sedang mengangkat tangan kanannya ke arah seorang gadis di dalam dapur. Lio menutup mulutnya agar tidak tertawa dan tetap menjaga kesunyian ruangan. Saat Darren yang ternyata masih bisa menjahili seseorang.
Amaran tersentak, tangannya tiba-tiba bergerak untuk mengambil bahan-bahan kopi di lemari atas. Bahan-bahan itu diletakkan di atas meja, dengan cepat Amaran bergerak untuk membuat sebuah kopi. Diakhiri dengan aksinya yang berjalan dengan kopi tersebut di atas nampan, tepat di hadapan Lio dan Darren.
Darren mengangkat kopi itu, lalu menunjukkan ibu jarinya, masih dengan wajah tanpa ekspresi.
"Terima kasih."
"Sialan!" Amaran berdecak, menginjak-injak lantai dengan kesal, sedangkan Lio yang sedari tadi memperhatikan tertawa dengan keras.
Amaran memutar bola matanya. Dia langsung berlari untuk membersihkan dapur saat suatu bayangan kembali muncul di pikirannya. Benar, ada seseorang yang baru saja tiba, melangkah masuk ke dalam bangunan.
Lio dan Amaran segera berjalan ke arah pintu, melihat Rafael yang datang sambil merebut gelas berisikan kopi milik Darren. Bukan hanya Rafael, Fane juga berada di belakangnya sambil memainkan pill.
"Tidak kusangka akan sehening ini...." Rafael menyeruput kopi itu, duduk di sofa terdekat dan menyilangkan kakinya dengan santai. "Terlalu hening, sepertinya kita harus pindah tempat peristirahatan. Lagi pula lantai atas dari bangunan ini sudah roboh."
Lio menggeleng cepat. "Tidak mau! Di sini seru, dan juga tempat pertamaku. Yah meskipun aku sama sekali tidak direkrut olehmu sebagai anggota kubu atau hal lain."
"Ohh, kamu ingin menjadi bagian dari penguasaan karakterku?" Lio sedikit menjauh kala melihat Rafael yang mengedipkan satu matanya untuk menggoda Lio.
"Tidak, terima kasih."
Darren hanya melipat kedua tangannya, tidak terlalu ingin menggubris karena kopinya yang baru saja direbut Rafael.
Fane dan Amaran yang memperhatikannya menahan tawanya. Di sela-sela keheningan mereka yang kembali berlanjut, Lio lagi-lagi yang pertama membuka suara.
"Aku seperti memiliki harta karun tapi tidak berguna," celetuknya cukup membuat seluruh atensi tertuju pada Lio. "Kalian tahu, 'kan? Aku mendapatkan tulisan River, lalu harus kuapakan? Tulisan River tidak dijadikan publik?"
"Itu atas si pemilik tulisan," jawab Rafael kembali melanjutkan minum kopinya. "Tulisan-tulisan itu hanya bisa dibaca oleh panitia atau juri, sedangkan untuk para peserta ada pengaturan lain. Ketika kamu ingin semua orang membaca tulisanmu, maka kamu bisa menjadikannya sebagai publik, tetapi jika kamu sangat ingin pribadi, maka kamu bisa memilikinya sendiri atau memberikan tulisan itu pada orang lain, seperti yang dilakukan River."
Ketiganya mengangguk-anggukan kepala mendengar penjelasan River. Apalagi Lio dengan tampang polosnya, tidak tahu-menahu tentang apa pun yang selalu terjadi di dunia kompetisi ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
MAKE A PLOT
ФэнтезиSebuah karya telah dijadikan sebagai bahan kompetisi di awal tahun. Semua orang yang mengikutinya adalah orang-orang yang berkeinginan menjadi seorang penulis luar biasa. Tanpa mereka tahu jika kompetisi yang mereka alami bukan hanya sebuah kompetis...