45. Dua Kubu (14)

0 0 0
                                    

Memulainya di pagi hari ini.

Lio menghela napas, sejenak dia bersandar di belakang sebuah pohon yang cukup besar, sembari memegang sebuah senjata berukuran sedang yang harus dipegang oleh kedua tangannya. Lio agak kagum dengan senjata kali ini, seperti senapan yang dimodifikasi, karena setiap berbagai tempat peluru ada di mana-mana.

"Keren sekali yang ini! Mirip seperti M134!" seru Lio, semringah melihat sisi-sisi dari senapan.

Alesia yang mendengarnya hanya tersenyum gugup. "Aku justru mengira itu alat bor ...," gumam Alesia yang tentu saja diabaikan oleh Lio.

"Kamu semakin ahli ya!" seru Lio membuat Alesia hanya memberikan senyumannya. "Bahkan kamu juga mampu membuat mobil serta beberapa transportasi."

"Tentu saja! Rafael sudah menitipkannya padaku dan tim peralatan. Sebenarnya aku sedikit merasa tidak aman, ada Shelly di pihak Arth, dan wanita itu lebih ahli dariku." Alesia menunduk sedikit, menatap sebuah senapan kecil yang ia pegang di kedua tangannya.

Lio beranjak, menoleh ke sekitar untuk memeriksa kawasan. "Benar juga, bisa saja di usianya yang sudah tua itu dia menyimpan banyak ilmu. Tapi menurutku, usia atau pun ilmu yang kita punya itu hanya akan berlalu. Yang terpenting kita bisa terus belajar entah dari kegagalan atau pun keberhasilan." Lio tersenyum angkuh, membiarkan semilir angin menerpa rambutnya. "Kamu pasti sudah berusaha keras, Rafael akan menjadikanmu sebagai kartu terbaik!"

Alesia mengedipkan matanya beberapa kali, sedikit tersipu saat Lio yang tiba-tiba memberikan motivasi. Akan tetapi, lelaki itu tampak sedikit tidak memiliki niat. Dia hanya ingin memberikan kata-kata yang indah penuh makna, karena wajahnya begitu sombong.

Alesia mengembuskan napas pelan, disertai senyuman tipis. Padahal Lio baru saja sadar tetapi dia sudah sangat menyebalkan seperti ini di mata Alesia--atau mungkin di mata semua orang juga?

"Kita seperti mau berperang," celetuk Lew tiba-tiba, sedikit memperhatikan pakaiannya yang sangat berbeda. "Bahkan dengan begitu niat Rafael sampai membuat pakaian khusus, ini seperti kita akan mati sebentar lagi."

Bagian punggung Lew dipukul oleh Claes, satu-satunya orang yang tidak diberikan pakaian khusus, karena Claes pastinya akan berubah menjadi orang lain seiring berjalannya waktu.

Lio sedikit bingung, bahkan dia masih terdiam dengan alis kanannya yang terangkat bingung.

Karena Claes menggunakan raganya kali ini.

Saat ditanya apa alasannya, Claes hanya mengatakan jika dia sudah lama tidak berinteraksi dengan Lio. Pada akhirnya anak laki-laki itu pun memilih dirinya untuk ditiru.

Lio dimintai keterangan soal kemampuannya, tetapi lelaki itu hanya menggelengkan kepala dan tidak mengizinkan Claes untuk menggunakan kemampuan Lio. Lio merasa jika Claes akan langsung menggantinya, tetapi dia justru tetap menggunakan raga itu hingga sampai ke sini.

Pertama kali Lio melihat dirinya sendiri, dia malu seratus persen.

"Kita memang akan mengalami kekacauan besar, tetapi tetaplah berpikir positif," balas Darren yang baru saja tiba menghampiri. "Rafael sudah memberikan amanat, dia akan mengerahkan semuanya, maka dari itu tim peralatan sibuk belakangan ini. Kita harus menyerangnya lebih dulu sebelum mereka berhasil mengetahui cara untuk mencuri kemampuan River."

Alesia tersentak. "River yang itu?"

Mereka berkumpul di satu titik, lantas membuat Darren langsung bersiaga untuk menjelaskan. "Aku akan menyimpulkan semua tujuan kita hingga sampai sini. Pertama, Rafael menginginkan ini semua karena dia berambisi untuk menghancurkan orang-orang yang akan membangkitkan Arth, sedangkan orang-orang Arth itu kemungkinan akan menghancurkan dunia kompetisi ini dan mampu menghilangkan kita semua."

MAKE A PLOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang