10. Awal Kehancuran (10)

1 2 0
                                    

[Seseorang datang untuk membantu Amaran yang sedang menghadang para manusia biasa]

"Kalian datang tepat waktu!" Lio tersenyum senang melihat Darren dan seorang gadis di belakangnya yang sedari tadi membawa sebuah pistol.

Amaran menunjuk ke arah sekumpulan orang yang terlihat ingin cepat-cepat memburunya. "Kita harus ke sana, habisi mereka semua sebelum kemampuan ini menghilang."

"Kemampuan?" Darren mengangkat kedua alisnya, bingung.

Amaran mengangguk. "Aku merindukanmu, Darren." Dalam sesaat, suasana hening seketika. "Tapi itu tidak penting saat ini, kita harus bisa melawan pihak Arth yang sedang mengamuk di sana. Sistem pemberitahuan saat ini ada dalam kesalahan. Aku, Lio, dan Fane memiliki peringkat serta kemampuan yang berbeda, apa kalian mengerti?"

"F-Fane? Apakah dia seorang peringkat pertama i-itu?" Alesia yang sedari tadi diam berbicara membuat perhatian mereka langsung teralihkan ke arahnya. "A-abaikan aku, aku hanya p-penasaran."

Amaran mengangkat satu alisnya. "Kenapa dia gagap begitu? Omong-omong apa kamu menemukan teman kencanmu setelah pergi, Darren?" Amaran menyeringai, lebih tepatnya dia terlihat mengejek Darren membuat laki-laki itu langsung memutar bola matanya, tidak ingin melihat tatapan menyebalkan yang diberikan Amaran padanya.

"Aku hanya menuruti Rafael." Darren pergi ke arah kerumunan sembari memungut dua batu kecil yang perlahan berubah menjadi pedang tajam yang cukup panjang. "Kita harus cepat, untuk menemui Everin. Karena wanita itu sudah menemukan tujuan utamanya."

"Maksudmu? Rafael tokoh utama itu?" tanya Amaran, membisik pelan tepat di telinga Darren.

"Apa? Tokoh utama?"

Pistol yang ada di tangan Alesia juga berubah menjadi pill miliknya. Dia membungkuk ke arah Amaran dan Lio, tetapi Lio sama sekali tidak mempedulikannya karena dia harus fokus untuk seluruh alur yang dibuatnya. Ini adalah salah satu kekuatan terkuat dan dia tidak boleh menyia-nyiakannya.

"Rafael yang telah mengirimkan identitas Everin padamu, 'kan, Maran? Sesuatu terjadi, alur yang berubah itu terus mengikuti perihal yang berlawanan. Maka dari itu, sistemnya error karena terlalu banyak mendapatkan perubahan alur," jelas Alesia semakin terlihat gugup, bahkan keringat sudah mengalir saat dia dan Amaran berbincang-bincang. "D-dan kami tidak mengira jika kamu sudah bertemu dengan Heaven."

Amaran mengangguk. "Sayangnya, Heaven telah kehilangan namanya. Dia berada di peringkat 1080, tepatnya nomor dua belas. Tentu saja karena kesalahan sistem."

"Bukan. Arth yang telah mengubah sistemnya," celetuk Alesia membuat Amaran langsung menoleh ke arahnya. "Kami dikirim Rafael untuk mengatakan semuanya padamu, t-termasuk Lio yang memiliki kekuatan tingkat tinggi saat ini ...."

Amaran tersentak, dengan cepat dia mengarahkan telapak tangannya tepat di depan Darren yang tampak kesulitan. Gadis itu menoleh ke belakang, melihat Lio yang menatapnya tajam. Sial, Amaran lupa jika masih ada kerumunan klon yang harus mereka lawan saat ini.

"Aku melihatnya, kamu membantu Darren untuk membuat sebuah benda, 'kan? Di belakang tembok itu ada Fane, kemampuannya berubah dan hampir sama dengan kemampuan yang kamu miliki. Bantu dia," ujar Amaran membuat Alesia mengangguk dan segera berlari menghampiri Fane.

[Amaran segera melepaskan lapisan itu membuat serangan ledakan kembali terjadi menghadang Darren yang terus menghindar]

"Kita harus cepat!" teriak Darren melempar satu pedangnya ke arah Amaran, dan Amaran juga melemparkan satu belatinya membuat mereka berdua memiliki senjata yang berbeda.

Lio menoleh ke belakang melihat dua orang yang sedang sibuk merangkai suatu benda. "Bukankah benda seperti itu sulit?" tanya Lio, lantas menggelengkan kepalanya perlahan.

MAKE A PLOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang