Suara besi yang saling bersentuhan itu terdengar nyaring, bahkan dari luar tempat yang tertutup. Laki-laki berambut hitam itu sama sekali tidak mempedulikan suara-suara tersebut, dia hanya menggerakkan jarinya di atas sebuah benda persis seperti ponsel—sebuah pill, yang telah dimodifikasi menjadi layar ponsel.
Di malam hari, dekat sebuah tempat yang gelap gulita, pancaran layar tersebut mengenai wajahnya, membuat siapa pun yang berada di luar tempatnya akan langsung menyadari hal itu. Termasuk beberapa orang yang berlarian ke arahnya, berbincang-bincang dengan cukup lantang.
"Jika kita tidak bisa langsung melarikan diri dan berlari terlebih dahulu kemari, kita bisa langsung musnah."
"Kenapa bahasamu harus musnah?"
Lelaki berambut hitam, Darren menggelengkan kepalanya setelah mendengar penjelasan dari Fane yang sedari tadi berada di sampingnya.
Mereka berdua yang bergerak turun tangan, untuk membantu kubu Rafael dalam menjalankan tugas. Misi pertama; menghancurkan bangunan di mana mereka membuat penelitian, ada beberapa bangunan, tidak hanya satu, yang membuat mereka harus membagi kelompok dan menghampirinya satu per satu.
"Maksudku, aku mendengar mereka yang berpikir jika mereka tahu kita akan pergi ke sana. Jadi lebih baik kita berwaspada, 'kan?" ujar Fane, semakin meyakinkan Darren yang hanya diam mendengarkan anak laki-laki itu. "Kita mendapatkan bangunan yang dibuat untuk mengimprovisasi pill mereka...."
"Orang-orang itu agak gila." Darren mengusap wajahnya gusar. "Tidak, benar-benar gila."
Lio menutup matanya saat pintu mobil yang ada di samping kanan itu terbuka, membuat sorot cahaya dari pill Darren langsung mengenai wajah.
"Dan si beban yang satu ini juga gila," ujar Darren, sedangkan Lio hanya membalasnya dengan tatapan tidak senang. "Kita seharusnya mengeluarkan dia, Fane. Dia bahkan tidak berani mengaktifkan kemampuannya dan akan terus berada di peringkat E, aku yakin pasti sebentar lagi akan turun ke peringkat F."
Lio berdeham. "Aku kan sudah bilang, aku akan mendengar aba-abamu nanti."
"Setidaknya berusaha sedikit." Lio kembali memejamkan matanya lagi karena secara tiba-tiba Darren mematikan cahaya dari pill yang telah ia ubah pada awalnya.
Fane yang baru saja membuka pintu belakang mobil mulai masuk ke dalamnya, duduk di sana kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya untuk melihat bagian depan mobil yang diisi Lio dan Darren.
"Apa kamu masih tetap menulis? Di saat-saat seperti ini?" tanya Fane mengangkat satu alisnya bingung.
Lio hanya menghela napas sebelum dia menjawab, "Kita harus tetap menulis apa pun yang terjadi."
Darren menompang dagunya, dengan siku yang terletak di kemudi. Dia menatap Lio yang tetap fokus pada pill ponsel itu, sama sekali tidak melirik Fane yang baru saja melontarkan pertanyaan untuknya.
"Kamu sangat ambisius," jawab Darren. "Pada awalnya aku semangat mendapatkan undangan kompetisinya, tetapi aku sudah mulai melupakan semua, aku tidak peduli dengan kejuaraan atau hal-hal lain yang seharusnya dipatuhi."
Fane mengangguk. "Aku pikir, aku juga ... semenjak aku sadar jika sistem itu telah mengirimkan seseorang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan dunia nyata," sahut Fane cukup membuat Lio membelakak.
Anak itu sedang membicarakan River.
"Malangnya," komentar Darren.
"Apa hanya dia, ya?" Kedua orang itu menatap Lio yang menoleh ke arah mereka untuk berbicara leluasa. "Orang itu, maksudku apakah hanya dia yang terlahir dari karakter seseorang? Apa Arth juga tidak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MAKE A PLOT
FantasySebuah karya telah dijadikan sebagai bahan kompetisi di awal tahun. Semua orang yang mengikutinya adalah orang-orang yang berkeinginan menjadi seorang penulis luar biasa. Tanpa mereka tahu jika kompetisi yang mereka alami bukan hanya sebuah kompetis...