. . .
Matanya menatap penuh kehati-hatian. Laki-laki itu membuka mulutnya. "Aku pengikut mereka, namaku Hanze. Kami diserang oleh angkatan laut."
Hanze, laki-laki dengan rambut coklat gelap dan sorot mata yang penuh iba itu bertemu dengan si hazel yang berkilau. Arienne memicingkan mata, ia menaruh kecurigaan untuk beberapa saat. Tetapi ketika tahu bahwa Hanze merupakan seorang korban dan berada di pihak Actassi, ia segera mengambilkan kain hangat untuknya.
Ethan menerawang, ia kembali ingat bahwa pengikut Actassi dulu lumayan banyak. Kalau anggota inti Arzov berjumlah tiga orang, maka Actassi punya lima bidak sempurna.
Kapten bajak laut yang dulunya terkenal itu kini hanya bungkam setelah adiknya menyelimuti pundak Hanze dengan kain. Sedangkan Carsein dan Pierre saling menatap dan mengangkat bahu masing-masing.
"Apa para Actassi berhasil ditangkap?" tanya Arienne sedikit khawatir. Ethan mengerutkan keningnya tipis-tipis. Seakan, mempertanyakan hal yang sama. Arienne menggeleng pelan, ia bahkan tidak bisa percaya jika saja mereka benar-benar ditangkap.
Actassi itu seperti satu jiwa, satu badan, dan satu tulang. Kerja sama mereka tiada duanya. Apalagi kapten mereka, Ken, yang tahu cara memanfaatkan kelebihan anggotanya dengan sempurna. Eiros, kartu as mereka. Dan anggota berkompeten lainnya buat Actassi takkan jatuh dengan mudah.
Hal ini dirasakan Arienne ketika dulu pernah menjalin aliansi di Romani. Pengalaman bersama Actassi sebagai bajak laut baru sungguh berkesan baginya.
Hanze menunduk, lalu menggeleng. "Aku terlempar dari kapal lebih dulu, aku tak cukup kuat." Ia menghela napasnya. Kemudian laki-laki itu mendongak. Kilatan cahaya dari matanya menarik perhatian Arienne di sana, ia menatap Hanze begitu dalam. "Aku akan kembali pada Actassi."
Arienne menyeringai. Gadis itu bahkan bisa melihat tekad Hanze. Namun, diam-diam dia memikirkan hal lain.
"Han, aku tak bisa menurunkan kau di manapun kecuali pulau yang kami tuju." Arienne berdiri, dari nadanya ia terdengar serius. "Sein, apa nama pulaunya?"
"Storme. Dari namanya saja begitu menarik." Penyihir itu menopang dagunya sembari tersenyum. Pierre menyerit, itu terdengar seperti badai! Apa sesuatu akan terjadi seperti namanya?
Hanze terlihat bingung dan bertanya-tanya, pulau Storme itu ada di mana dan kenapa mereka ingin ke sana. Arienne tidak memberitahu secara gamblang, mereka hanya akan berurusan di pulau itu.
Tampaknya Hanze ingin ikut bersama mereka dengan alasan, ia mungkin dapat mengetahui keberadaan Actassi di sana. Dengan cepat Arienne menggeleng.
"Tidak. Kau diam saja di sini, tolong jaga kapal dan Rosemary," tegasnya tanpa menoleh. Gadis itu pergi dari tempatnya dan kembali memeriksa Rosemary. Tuan putri itu benar-benar tertidur cukup lama dan ia tidak tahu kapan sang putri akan bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHANTOM'S WAY
FantasíaBACA SCYLLA'S WAY DULU YA *** Hampir dua tahun lamanya sejak Arienne kembali dari perjalanannya, gadis yang berhasil membawa kakaknya pulang. Kini ia hanya menghitung hari, berharap setidaknya teman-temannya mengabari. Namun, tidak ada tanda-ta...