. . .
Di pulau antah berantah, tanpa dermaga, tanpa sambutan, dan tanpa aktivis di bibir pantai. Lumut dan belukar menyelimuti pesisir daratan, pada bebatuan tua sebuah kapal berhenti berjalan.
Sepatu boots yang padat dan keras itu memijaki bulir-bulir pasir. Rahang tajamnya gagah kesankan intimidasi terhadap sesiapapun di depan.
Blouse putih tulang yang dibalut dengan vest fullback hitam yang dikancing sepingang. Rambut blondenya melambai ketika dersik merayunya.
Langkahnya pelan, tetapi tepat. Seolah ia sudah lama ingin bertamu di sini. Ia berjalan dan terus berjalan menjelajahi pulau yang rimba. Sang surya begitu bersemangat, sampai terasa begitu panas hingga ingin meleleh. Beruntung Sang rimba menyelamatkannya.
Pemuda itu batuk, coba meredamkan sunyi yang mengikutinya. Seorang bangsawan yang berkelana sendirian itu ialah Demian.
Pulau Mistica yang menjadi destinasinya sebagai pijakan awal menempuh tujuan utama.
Nampak tiada siapapun di sana, seperti pulau terlantar yang segan dipijak. Namun, mata birunya memandang lurus penuh keyakinan, ia tak berpikir untuk mundur. Sejak ia memuntahkan nuraninya demi fana, ia bersuka rela. Akan ia lakukan demi hasratnya tercapai.
Perlahan Demian melewati tanjakan dan bebatuan curam yang makin membawanya ke dalam pulau. Akhirnya ia menemukan danau yang luas. Airnya keruh luar biasa, pekat tak diketahui ada apa di dalamnya. Yang pasti, ada sebilah pedang yang tertancap di tengah-tengah danau.
Kakinya jaga keseimbangan ketika ia bawa tubuhnya turun ke sana, menempati bibir danau. Mendadak tak tahu pasti, mentari takut menampakkan diri. Barisan awan perlahan menutupi.
Sehingga hawa tak enak yang dipancarkan oleh danau itu menyeruak sampai ke tulang-tulang. Maka Demian mengulum bibirnya, ragu mencengkeramnya tanpa ia sadari. Akan tetapi, ia kembali dicubit oleh hendaknya ke mari. Benar, pusatkan semuanya pada tujuan awal. Ia tak boleh mengkhianati kepercayaan dirinya.
"Lady of the lake," monolognya.
Seribu sayang diucapkan, karena bukan ia seorang yang mengincar pedang yang sama. Tetapi sekelompok bajak laut yang diberi gelar 'Pengembara Laut' ada di sana. Sekawanan perompak yang bergerak ramai-ramai.
"Hey, bocah itu pakaiannya mewah!"
Bisik-bisik terdengar dalam hijaunya rimba dan tajamnya bebatuan. Demian sepenuhnya waspada.
Bajak Laut Blade.
. . .
Dengan hati berdebar, Rosemary mulai membaca tulisan-tulisan di dalam buku kuno itu. Arienne awalnya penasaran, ingin ikut andil membacanya. Akan tetapi, bahasa yang digoreskan pada kertas kusut itu bukanlah bahasa yang ia kuasai.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHANTOM'S WAY
FantasiaBACA SCYLLA'S WAY DULU YA *** Hampir dua tahun lamanya sejak Arienne kembali dari perjalanannya, gadis yang berhasil membawa kakaknya pulang. Kini ia hanya menghitung hari, berharap setidaknya teman-temannya mengabari. Namun, tidak ada tanda-ta...