Masih tidak diketahui penyebab ledakan api itu apa. Yang pasti, itu berhasil mengecoh Arienne dan Demian. Kini keduanya dijerat erat-erat, di udara terangkat. Kalau begini bisa gawat.
Demian berusaha untuk tidak panik. "Sial, sial, sial. Aku harus mengambil pedang itu!" geram Demian, masih menatap ke tanah dimana pedangnya tergeletak.
"Rgh ...," ringis Arienne. Gadis itu mulai merasa lengannya kebas, takut tak lama lagi lengannya akan patah. Ia menahan pekikannya, mengulum bibirnya dalam-dalam. Kepalanya jatuh ke pundak Demian. "Apa kau punya ide, Demian?"
Dari suaranya, terdengar bahwa gadis di belakangnya ini kesakitan. Demian berpikir keras mengeluarkan mereka dari situasi mengancam seperti sekarang. Apakah ular ini adalah penjaga istana? Demian tidak tahu.
"Jalan satu-satunya adalah menebas ular itu dengan Excalibur." Namun, bagaimana mungkin ia mengambil pedang di tanah sedangkan dirinya dijerat begitu erat di udara?
Wujud wanita setengah ular itu, mendesis. Halus dan mematikan. Bulu kuduk keduanya meremang saat ia mendekat. Terdapat sisik ular di bahu, leher, dan beberapa sisi di bagian wajah. Matanya mencuat menyeramkan.
"Manusia ... mau ... apa ... datang ... ke mari?" Bicaranya pelan dan terbata-bata. Arienne meneguk salivanya. "Kami datang untuk Rosemary." Arienne membalas ucapan ular itu, dengan super hati-hati. Sementara Demian mengutuki Arienne dalam hati, kenapa dia menyebut nama perempuan itu di depan sang ular!
Tidak tahu apa yang ada di kepala Arienne, tapi mulutnya sontak menjawab begitu saja. Tubuh depan siluman ular, condong ke depan, menuju Arienne yang tengah menahan napas.
"Aku akan melakukan sesuatu. Lalu saat jeratannya melonggar, kau lompat untuk mendapatkan pedangmu kembali, oke?" jelas Arienne. Sontak Demian mencebik protes. "Bagaimana dengan kau? Mau membiarkan tulangmu remuk patah-patah?" kata Demian sambil mengernyit.
"Kau akan menebasnya dengan cepat, kan?" Seolah percaya Demian akan melakukan dengan baik, bahkan belum tahu hasilnya seperti apa, Arienne bertanya demikian. Demian mau tak mau, harus memenuhi harapan itu. Sebelum terlambat dan keduanya akan mati begitu saja.
"Bertahanlah," lirih Demian. Dalam hitungan beberapa detik, keduanya mengangguk. Maka sebelum wanita setengah ular membuka mulutnya lebar-lebar, Arienne lebih dulu membuka mulutnya, meraih bagian wajah sang ular, dan menggigitnya dengan kuat.
Tubuh ular tersebut kaget, mengamuk oleh serangan tiba-tiba dari gadis yang tengah dicengkeramnya. Wanita setengah ular itu mendesis kesakitan, mencoba mengundurkan diri, tetapi gigitan Arienne semakin kencang. Mulutnya mulai merasakan cairan amis, kulit wajah siluman itu sobek.
Saat itulah cengkraman ular melonggar. Demian melepaskan diri, terjun ke tanah. Langsung mengambil kembali pedangnya, berlari menuju badan ular. Demian menggerakkan deretan giginya, mengacungkan pedang tinggi-tinggi, menebas lapisan sisik ular dengan sekuat tenaga.
Luka tebasan menganga lebar. Siluman ular itu bergerak kesakitan, desisannya mengerikan. Tubuh Arienne dilempar oleh ekornya. Demian berlari cepat, menangkap tubuh Arienne meskipun akhirnya mereka berdua berguling di tanah.
"Sepertinya kedua tanganku benar-benar patah!" Sumpah serapah terdengar dari bibir gadis yang rambut merah kecoklatannya berantakan. Ia membuang liur lidahnya sembarang arah. Amis.
"Setidaknya ide gilamu berhasil," seringai Demian terbit. Buru-buru ia memapah Arienne, mendorong pintu kastil. Yang terkejutnya tidak dikunci. Akan tetapi, Arienne bisa melihat bekas tebasan pedang di pintunya. Mungkin bukan dibiarkan terbuka, tetapi kuncinya berhasil dihancurkan.
Ruangan bernuansa suram, dinding bercorak, tangga yang menghubungkan ke atas, dan air mancur yang mati.
Arienne memilih berjalan sendiri. Berdampingan bersama Demian. Pintu sudah tertutup lagi. Tidak ada masa bagi Arienne untuk berkeliling, ia penasaran sekali dengan semburan api tadi. Buru-buru ia dengan compang-camping menuju tangga besar, berjalan melewati tengah-tengah ruangan yang luas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHANTOM'S WAY
FantasíaBACA SCYLLA'S WAY DULU YA *** Hampir dua tahun lamanya sejak Arienne kembali dari perjalanannya, gadis yang berhasil membawa kakaknya pulang. Kini ia hanya menghitung hari, berharap setidaknya teman-temannya mengabari. Namun, tidak ada tanda-ta...