Prolog

4.4K 506 267
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



...


Buih-buih laut dari pesisir pantai bergerombolan, tak butuh waktu lama dan akhirnya mereka hilang diterjang ombak baru. Deru itu menarik jala para nelayan yang tengah menekuni pekerjaannya.

Tangkapan kali ini lebih sedikit dari kemarin, entah ke mana ikan-ikan pergi. Alasan tersebut menjadi pendukung melonjaknya harga ikan di pasar. Banyak dari ikan tersebut merupakan import dari daerah seberang.

Hingga saudagar-saudagar dari pusat kota datang melihat langsung kondisi pasar lokal Mercene karena ikan-ikan di sana lebih murah dibandingkan di kota, meskipun ukurannya lebih kecil.

Setiap mereka menginjakan kaki, alis mereka bergerak penuh benci apalagi bibir yang berdecak karena panasnya pasar tersebut, ditambah lagi ramai.

"Lihatlah, gadis-gadis di sini. Lusuh sekali, aku tidak mengerti kenapa George waktu itu tidak bisa mengambil salah satu." Pria bernama Flou itu mengelus aksesoris di jemarinya. "Sama sekali tidak tahu diri, dasar wanita."

Mereka berbica dengan sombongnya tepat di depan pedagang toast. Pedagang itu menggeleng-geleng, tetapi salah satu dari mereka menangkap basah pria tua yang sedang menilai mereka dengan tatapan mencemooh.

"Jaga pandanganmu, dasar Pak tua!" ujar teman Flou. Saudagar itu nampak akan membuatnya jera, namun, kerumunan menabrak punggung mereka.

Pandangan mereka kompak tertuju pada lautan manusia yang seakan dibelah dua. Seseorang berjalan santai dengan langkah percaya dirinya, seolah ia begitu yakin bagaimana kakinya membawa ia pada jalan yang ia tuju.

Rambut dikepang setengah dengan sisanya terurai bebas, merah kecoklatan sedikit melompat-lompat ketika ia melangkah. Seluruh mata tertuju padanya, mulut mereka saling bergerak mendekat pada telinga temannya.

Mata hazelnya berkilau. Tersenyum tipis saat menyapa salah satu pedagang di sana.

Flou merasakan getaran sesuatu yang berbeda. Matanya terbuka cukup lebar saat gadis itu memasang senyum dan berjalan ke arahnya. Ia membersihkan tenggorokannya dan bersiap untuk mengangkat dagunya, tetapi gadis itu melengos melewatinya.

"Tuan, aku beli dua." Gadis itu tersenyum tak sabaran. Pedagang itu tertawa bangga, kemudian menyerahkan dua toast yang sudah disiapkan pada jam-jam begini. Lalu mereka melakukan transaksi dan gadis itu kembali masuk ke dalam kerumunan bersama dengan lautan manusia yang menutup kembali.

Pedagang toast itu menyeringai, menyisir kumis tipisnya yang mulai tumbuh. "Dia bukan sembarang gadis yang asal kau pinang, tuan-tuan!" Gelaknya terdengar puas.

PHANTOM'S WAY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang