BACA SCYLLA'S WAY DULU YA
***
Hampir dua tahun lamanya sejak Arienne kembali dari perjalanannya, gadis yang berhasil membawa kakaknya pulang. Kini ia hanya menghitung hari, berharap setidaknya teman-temannya mengabari. Namun, tidak ada tanda-ta...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . .
Smithson mengintai permukaan danau itu, masih pedang yang sama termangu di tengah-tengah sana. Tiada dampak yang terjadi setelah lima jam mereka menunggu, sang surya sudah dijemput ke barat, mereka sampai kehilangan kewaspadaan mereka dan tertidur.
Tidak dengan kapten Blade yang masih menjaga wibawanya. Bersama Reynolds dan Miller, ia menerka-nerka apa yang terjadi di dalam sana.
“Kurasa dia mati,”celetuk Miller, ia menguap di akhir kata. Sementara Reynolds menghela napas penuh kekecewaan. “Bajunya,”keluh ia.
Mulai terpikirkan oleh mereka bahwa menunggu Demian begitu sia-sia. Smithson menatap danau itu lamat-lamat, berusaha menilai sendiri hal itu dengan matanya.
Waktu berlalu dan berlalu, tidak ada eksekusi yang terlihat. Mungkin ekspetasi Smithson terlalu tinggi sehingga mengira Demian akan membawa pengaruh positif untuknya.
Mungkin ada yang salah dengan penilaiannya. Maka, Smithson pun hendak beranjak dari duduknya. Namun, keajaiban terjadi tanpa disangka. Smithson membelalakkan mata saat melihat sesosok pemuda yang muncul dari permukaan danau itu dengan pedang legendaris di tangannya.
Laki-laki itu terlihat gemetaran dan penuh keletihan. Pedang tersebut diangkat tinggi-tinggi. Suara rembesan air menyadarkan para kru Blade dan mereka menatapnya dengan keterkejutan.
Miller berdiri, ketidakpercayaan di matanya nampak diam-diam. Begitupun Reynolds yang rahangnya jatuh.
“Hei, apa yang terjadi padanya selama itu?!”seru Trisen. Salah satu kru blade yang turun dari dahan pohon.
Sang bangsawan yang berhasil menjadi pemilik Excalibur, Demian, berjuang dengan seluruh tekad yang ia punya. Ia teringat perjuangannya selama lima jam yang lalu. Betapa sulit mengubah air suci itu menjadi cerah kembali.
Dasarnya Demian membawa niat gelap yang disandang dengan keadilan. Cara orang menembus keadilan itu banyak rupanya. Salah satunya yang dilandasi oleh pembalasan dendam yang kuat, motivasi terbaik katanya. Amarah buat kemampuan diri menjadi berkali-kali lipat kuat. Namun, itu tak berlaku di sana. Karena Lady of the lake menginginkan Excalibur jatuh ke tangan pahlawan, seseorang dengan ketulusan hati yang murni.
Demian sempat tak memiliki persyaratan yang terajukan. Dalam definisinya saat ini, nurani buat manusia menunjukkan sisi lembutnya. Terlihat lemah dihadapan musuh adalah hal yang hina bagi Demian, meskipun ia tahu ia hanya seorang manusia biasa. Akan tetapi, manusia biasa ini ingin melampaui batas-batasan yang berlaku untuk menunaikan tujuannya.
Berkali-kali diterjang gelombang danau yang kuat, ditolak mentah-mentah oleh sang penjaga, dan diusir dengan kecepatan arus yang tak wajar. Air tersedak, matanya memerah, bahkan sempat berbatuk-batuk oleh air yang keluar dari hidungnya.