Arienne menerobos masuk ke dalam ruang lantai dua dengan langkah tergesa-gesa. Kelompok bajak lautnya segera mengikutinya, semua tampaknya siap untuk melawan Warlock, sesuai kesepakatan. Di saat yang sama, kelompok pemusik kerajaan yang sebelumnya tak terduga menjadi sekutu, juga ikut serta dalam rencana ini. Semuanya bersikeras akan maju ke lantai dua, tempat dimana Warlock berada.
Beberapa dari mereka membawa benda-benda tajam untuk berperang. Mereka tahu bahwa penyihir Warlock adalah musuh yang lebih kuat daripada manusia biasa.
Arienne, kapten dari Caspian, kini berada di atas punggung Minerva. Bahu bangsa Elf itu lebih lebar dari dugaannya. Tak bisa berbuat banyak selepas luka-luka. Minerva mengaku dirinya sebatas kaum yang mampu mengobati juga menyembuhkan tuannya, bukan berarti dia adalah dewa yang memulihkan luka secara instan.
"Nona, pasrahkan saja padaku. Aku ini juga bisa diandalkan," protes Minerva saat Arienne meminta turun. Minerva sendiri sudah diberi pesan dari Ethan untuk menjaga adik keras kepalanya itu.
Di lantai dua, lantai yang sama dengan suara percikan benda tajam itu berasal. Sampai di sana, mata Arienne terkunci pada sosok yang bertarung mati-matian sendirian dengan sangat bodohnya. Selalu bicara rasional dan sinis, seolah orang itu paling realistis dan kritis.
Demian, bangsawan satu-satunya yang selamat dari peristiwa dua tahun lalu di Romani, berdiri kokoh di kelilingi tiga sosok yang familier.
Baik Arienne, maupun para kru Caspian kecuali Minerva, mulai menangkap kemana alur ini membawa mereka.
Sekarang, benang-benang tak kasat mata yang semula tak tahu kemana arahnya, mulai tampak perlahan-lahan. Bahkan sudah bisa diraba keberadaannya.
Demian tampaknya kewalahan, tetapi tetap bertahan. Sepertinya, laki-laki itu lebih banyak melakukan gerakan defensif daripada menyerang terang-terangan.
Eiros tertegun. Teman-temannya dikendalikan oleh penyihir Warlock, sementara pelaku duduk manis di antara remang-remang singasana.
Di tengah-tengah lantai dua, terdapat lubang yang cukup menganga. Dalam beberapa detik, sesosok perempuan terpelanting dari bawah melewati lubang tersebut hingga punggungnya remuk menyatu dengan dinding, lengannya dijerat api, buru-buru dimatikan. Satu sosok lainnya berapi-api melompat, dilihatnya Demian melakukan perlawanan, langsung dihempaskan bersama panasnya api.
Itulah saat dimana Demian sadar di belakangnya sudah ramai. Dirinya berbalik penuh keterkejutan. Namun, ia tak punya keberanian untuk melangkah mendekat, seolah ada jurang berjarak di antara mereka.
"Kau seharusnya pergi dari sini. Apa kau terlalu bodoh? Kau dikhianati!" Demian geram, pegangannya terhadap excalibur mengerat.
Minerva berusaha bertahan saat Arienne mencubit dirinya dengan kuku-kukunya di pundak. "Aku tidak datang ke sini semata-mata untuk... Rosemary." Diliriknya sebentar para pemusik yang berbondong-bondong menghampiri tuan putri mereka.
"Aku," Arienne menggeleng kecil. "Kami datang atas keinginan kami sendiri."
Demian mengeluarkan dengus menyebalkan. Ujung pakaian Juward ditahan oleh Jake agar tidak berlari mencakar wajah bangsawan yang kelewat arogan itu.
"Kau gila? Kalian memang menang jumlah, tetapi penyihir itu lebih kuat!" Demian bersikeras. Kali ini Arienne tidak menanggapinya, membiarkan rekan-rekannya yang meladeni.
"Beramai-ramai saja belum tentu berhasil, apalagi kau sendirian. Kau meremehkan kami?" Rambut merah jambu Carsein disisir ke belakang, kemudian ia berkacak pinggang.
Ethan melirik pedang beraura kuat di tangan Demian. Sepertinya anak itu telah melalui banyak hal. Tidak mungkin Lady of The Lake memberi Demian pedang sakral itu dengan cuma-cuma.
Demian berdiri dengan tatapan menusuk, mengamati satu per satu wajah para sekutu yang tiba-tiba muncul di sekelilingnya.
"Jangan bilang kau bekerjasama dengan kelompok dari orang yang mengkhianatimu? Seberapa naifnya kau, Arienne Whiteney?!" Mata Demian memerah.
Arienne tak gentar. Di depannya Demian menjadi sosok yang ingin ia benci, tapi di belakangnya, Arienne tahu bahwa ucapan pedas Demian mempunyai maksud lain. Dusta selalu tercampur dalam setiap air wajah laki-laki itu. Arienne sudah berkali-kali dipukul mundur olehnya, sehingga ketika gadis itu melihat Demian dari kacamata yang berbeda. Hatinya berkedut.
Mata Demian berkilat penuh kebencian dan ketidakpercayaan. Ethan yang menyaksikan itu menutupi pandang Demian terhadap Arienne dengan tubuhnya.
"Sepertinya kau benar-benar bertemu dengan Yang Hitam, Kawan," bisik Ethan sedikit berwaspada.
Eiros diam-diam mengerti. Mungkin di balik sikap keras Demian, ia hanya bersikap defensif. "Serba salah, ya," gumam penyihir itu, tetapi Jake mendengarnya. Bandit itu menatap lurus-lurus.
"Aku tak tahu apa saja yang menimpa teman-temanku dua tahun terakhir. Namun, melihat salah satu dari kami memecah diri ternyata mengesalkan juga ya." Jake menajamkan matanya.
Juward melangkah maju setelah Jake melepaskannya, alisnya terpaut penuh emosi. "Kau benar-benar arogan, Demian. Kau selalu berpikir kau bisa melakukan segalanya sendiri. Tapi lihatlah dirimu sekarang, terdesak dan hampir kalah. Apakah ini hasil dari keangkuhanmu? Kau tak lebih dari manusia biasa."
North menatap sayu, di sebelahnya Pierre menarik lengannya. "Kita tahan mereka saja dulu," ajak anak Poseidon itu, berinisiatif. Satu orang menahan Rosemary, dua orang lagi mendekat ke arah mereka. North pun mengangguk.
Dentum-dentum lantai dua tak membuat pertengkaran internal Caspian mereda.
Demian mengeratkan pegangannya pada Excalibur, rahangnya mengeras. "Aku tidak membutuhkan bantuan kalian. Aku bisa menangani ini sendiri," katanya dengan penuh penekanan.
Jake, yang biasanya menjadi penengah, tak bisa menahan diri. "Kau selalu meremehkan kami, seolah-olah kami ini tak berguna. Tapi apa yang kau capai dengan sikap itu? Hanya kehancuran dan kesakitan!"
Minerva menatapnya dengan mata penuh rasa kasihan. Kepalanya sedikit menengadah. "Nona, kau tahu bahwa kita semua di sini bukan hanya untuk bertarung. Dia harus belajar untuk mempercayai temannya, sepertiku."
Arienne masih setia di punggung Minerva, hanyut dalam pikirannya. "Teman-teman," panggilnya tiba-tiba, menciptakan jarak perdebatan itu.
Sontak kepala mereka berbalik. Memberi ruang untuk sang kapten berbicara. "Demian bukan lagi bagian dari Caspian, jadi tolong abaikan dia seperti yang dia inginkan. Tapi kuharap, kita bisa bersama-sama memberantas penyihir jahat itu agar.... " Dengan kepala dingin, Arienne menatap penuh keyakinan, "tidak ada lagi korban berjatuhan."
Demian bungkam, tatapannya beralih buram seolah tak bisa menentukan objeknya.
Arienne menarik napasnya dalam-dalam. "Jadi ayo selesaikan ini dengan cepat."
Sementara itu, suara tertawa Warlock terdengar dari kegelapan di sudut ruangan. "Menggelikan."
Punggung Arienne tegak, menatap Warlock dengan keberanian baru, mata hazelnya berkilat tajam. "Kau pun jauh lebih menggelikan, dasar benalu tak tau diri."
Penyihir yang memainkan api di antara jemarinya melirik air wajah tuannya, Warlock. Senyum lebar penuh kebengisan itu terpatri mengerikan di wajah Raja.
"Ayo hancurkan mereka, Roan." Warlock dalam diri Raja memerintah. Roan mengangguk pelan.
Perang antara penyihir, perompak, pula penghuni kerajaan dimulai.
...
Siap-siap saja ya. Berdoa banyak-banyak ok? ❤️
Kayaknya 10 bab lagi kelar ini
KAMU SEDANG MEMBACA
PHANTOM'S WAY
FantasiaBACA SCYLLA'S WAY DULU YA *** Hampir dua tahun lamanya sejak Arienne kembali dari perjalanannya, gadis yang berhasil membawa kakaknya pulang. Kini ia hanya menghitung hari, berharap setidaknya teman-temannya mengabari. Namun, tidak ada tanda-ta...