58 : Bamboo forest

818 197 68
                                    

Bambu-bambu berbaris rapat, di tengah-tengahnya jalan tanah yang lembab─karena hujan semalam─terbuka untuk siapapun yang melaluinya. Seolah menuntun jalan mereka sampai di penghujung hutan.

Jalanan lurus sedikit berkelok-kelok, tidak begitu rata. Tiada yang bisa dilihat selain bambu-bambu dan langit biru. Tiap-tiap bambunya tinggi lurus ke atas.

Para awak kapal berjalan menyusuri hutan bambu yang sunyi itu. Benar-benar lengang, hanya menyisakan derap langkah mereka yang beriringan.

Juward membuka petanya. Sepertinya mereka berada di wilayah bawah pulau terapung itu. Hutan bambu. Seberapa jauh jalan yang mereka harus tempuh sampai bisa ke atas sana? Dan bagaimana caranya agar bisa berada di puncak? Bukankah itu terdengar mustahil?

Navigator langsung menggeleng. Sampai di daratan tak dikenal setelah tenggelam dan tiba-tiba melihat keberadaan Pulau Phantom saja terdengar kurang masuk akal. The possibility is never zero.

Pierre menguap. "Tak bisakah kita semua naik nagamu itu, Sein?" keluhnya. Menggeleng, Carsein mengerutkan keningnya. "Enak saja! Kau tak lihat Dustin sedang sakit?"

Dustin berusaha mengeluarkan apinya sekali lagi, tetapi tenggorokannya keluar asap. Monster itu mengerang kecil dan melilit leher Carsein dengan ekornya, tidak erat, hanya menunjukkan betapa lemahnya ia.

Pierre menggaruk kepala belakangnya. Ini akan memakan waktu cukup lama, kakinya pasti pegal. Kemudian anak dari Dewa Laut itu menghela napas singkat, mengubah tatapannya, jauh lebih serius.

Carsein mengernyit. Diperhatikan sejak semalam, Pierre sedikit berbeda dari biasanya. Namun, Pierre tak bicara apa-apa.

"Aria," panggil Rosemary. Arienne yanh sedang menikmati waktu sendirinya bersama isi kepalanya, langsung menyaut.

Rosemary malah menggeleng. "Tidak jadi." Senyum terbit di bibirnya. Arienne mengangguk-anggukkan kepalanya dengan santai, tidak begitu mengindahkannya.

Tiga detik kemudian, terasa angin melesat kencang di belakangnya, terasa di menyentuh punggungnya dingin. Suara seperti wush terdengar jelas.

Di tengah-tengah hening yang menyelimuti. Minerva mendadak berhenti berjalan, tubuhnya terperanjat kaget. Tangannya menadah darah yang keluar dari mulutnya.

Juward membelalak. "Hei, kau kenapa!?"

Minerva diam sejenak, seolah-olah memikirkan sesuatu. Ethan dan Jake sahut-sahutan memberi kain dan botol minum berisi air dari tempat mereka sempat singgah.

Tatapan antara Siren dan Elf saling bertemu. Mata mereka seakan berbicara satu sama lain. Keduanya langsung mencari keberadaan Arienne. Sedangkan gadis itu berada tepat di belakang mereka. Arienne berkedip bingung.

"Ada apa? Cepat bantu, Minerva!" titahnya.

Urung pikiran negatif merebut kepala Juward. Ia bergabung bersama yang lain, mengkhawatirkan Minerva.

Sementara mereka menaruh perhatian pada Minerva. Seseorang menatap angkuh ke arah salah satu kawanannya.

Saat itu, Carsein menatap Rosemary penuh makna. Namun, Rosemary tidak menghindarinya kali ini. Tuan putri itu senyum tipis.

Setelah Minerva merasa lebih baik, perjalanan kembali dilanjutkan. Rosemary berjalan berdampingan dengan Arienne. Menuju Pulau Phantom.

...

Tubuhnya terasa dingin. Matanya menatap bingung. Langkahnya linglung. Salivanya diteguk dengan susah payah. Apa ini? Bukannya ia berjalan bersama teman-temannya?

PHANTOM'S WAY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang