~~welcome back to Mai_son12 universe~~
-
-
-
-
-
Kaito baru saja kembali ke rumahnya saat malam sudah sangat larut setelah sebelumnya ia sedikit menjahili beberapa petugas kepolisian Shinjuku dengan sihirnya. Ya tentu saja tidak menggunakan sihir sesungguhnya yang dia miliki ketika melawan Rin dulu.
Ia lalu segera melemparkan tubuhnya ke atas kasur. Memikirkan kejadian tadi siang bersama Rin dan yang lainnya.
Kaito sendiri masih tidak menyangka dia akan sampai sedalam ini untuk ikut campur dengan kasus yang melanda kota tetangganya. Tapi, dia memang sungguhan ingin menyelesaikan kasus tersebut... Atau sebaiknya, Kaito menyebutnya sebagai tragedi tersebut sebelum itu akan menyebar ke seluruh penjuru Jepang. Setidaknya, setelah melihat apa yang terjadi pada Mouri Ran, Kaito tidak ingin melihat Aoko menjadi korban salah satunya.
Membantai? Pria tua itu mengatakan satu-satunya cara menghentikan tragedi ini dengan membunuh para Vampir.... Serang jantungnya atau hancurkan kepalanya. Tapi tentu saja menghancurkan kepala mereka bukanlah perkara mudah terlebih lagi tidak semua orang terlatih untuk memenggal kepala seseorang...
Kami harus membunuh? Ia berhenti pada kalimat itu dan kembali terngiang dengan perkataan Conan (Shinichi) kalau bocah detektif itu menolaknya. Bilang kalau ia tidak ingin mengotori tangannya.
Tapi...
Di matanya, Rin dan Azaka semua itu adalah tindakan yang memang sudah sepatutnya. Sejak awal, Kaito paham betul bahwa pemikiran rasional antara Magus dan manusia biasa jauh berbeda. Ada beberapa hal yang dimata Magus itu adalah wajar namun itu gila di pandangan manusia biasa.
"Kita hidup dan menjalani kehidupan layaknya manusia pada umumnya. Membaur tanpa ada niat menunjukkan kekuatan sejati kita. Magus sudah tidak dibutuhkan di dunia yang damai ini, nak! Kekuatan kita hanya akan menyebabkan ketakutan bagi mereka orang-orang awam. Oleh karenanya kekuatan yang kita miliki adalah tabu bagi mereka.
"Tapi, ada satu hal yang paling krusial yang membedakan antara kita dan mereka yang tidak memiliki kekuatan supernatural. Pola pikir. Itu jauh berbeda. Kau mungkin menganggap mengeluarkan energi sihir, bisa menghancurkan barang semau kita, bisa mengendalikan sesuatu sesuka hati kita adalah hal yang wajar. Tapi tidak untuk mereka yang tanpa kekuatan. Pola pikir Magus tidak dibentuk berdasarkan pola pikir rasional karena itu tidak dibutuhkan lagi. Kita bisa memunculkan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin dengan mudah.
"Akal sehat, kemanusiaan, pola pikir yang memerlukan emosi jiwa dan batin, tidak tertanam dalam benak kita, Kaito... Tapi kitalah yang harus mencarinya dan mempelajarinya. Oleh karena itu, nak. Terlahir sebagai orang yang memiliki kekuatan super bukan berarti menjadikanmu orang yang sempurna. Melainkan itu adalah sebuah kecacatan yang ditutupi dengan kalimat "keajaiban dan mukjizat". Semuanya tidak sesederhana itu. Hiduplah tanpa mengandalkan kekuatan sihirmu. Hiduplah selayaknya manusia normal pada umumnya...."
Kaito memejamkan matanya sesaat ketika dirinya kembali mengingat perkataan sang Ayah ketika beliau masih hidup. Seingatnya, kalimat itu dikatakan oleh Ayahnya ketika ia masih berusia 6 tahun. 6 tahun adalah masa dimana anak-anak seharusnya bermain dan bersenang-senang bersama keluarga dan teman-temannya. Tapi bagi Magus, usia 6 tahun menandakan usia dimana kalian harus dapat mengontrol kekuatan magis kalian, mempelajarinya, mengenal istilah-istilahnya, dan mulai rutin mengisi energi sihir (Mana) jika tidak ingin kehabisan bahan energi karena sejatinya Mana adalah sumber kehidupan Magus selain makan dan minum. Di usia itulah ayah dan ibunya selalu banyak menasihatinya tentang kehidupan baik itu kehidupan sebagai Magus atau manusia normal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales Of Magician
FanfictionTohsaka Rin diperintahkan oleh Menara Jam tempat ia menuntut ilmu untuk menemukan dan menyelidiki keberadaan pemilik Forth Magic yang namanya sudah menghilang berpuluh-puluh tahun lamanya. Namun, karena akibat kesalahan informasi, membuat Rin harus...