31 Menangis?

14.5K 2.1K 52
                                    

"REIN!!!"

Rein menegang mendengar suara yang sangat familiar di telinganya. Dia lupa, niat awalnya 'kan dia hanya merampok harta para penjahat kecil lalu membiarkan Curran yang melawan mereka.

Namun, yang terjadi sekarang.

Para penjahat kecil dan monster milik mereka, sudah terbakar dalam kekuatan api Moku dan menjadi debu.

"Rein!"

Rein berbalik saat suara Curran terdengar dekat dengannya. Dia melihat Curran yang berdiri di kobaran api Moku dengan kaku.

[ Saya lupa tentang Curran, Master. ]

Rein memiliki ekspresi aneh di wajahnya, karena dia juga telah melupakan Curran sejenak.

Di sisi lain, Curran mematung di tempat melihat putranya berlumuran darah kembali di tengah-tengah kobaran api yang membara.

Ini persis seperti dirinya.

Saat dirinya di lecehkan oleh para pria dewasa yang ingin menjualnya ke pasar gelap untuk dijadikan budak.

Saat itu dia merasa marah. Marah pada dirinya sendiri karena lemah, hingga tidak bisa melawan mereka yang menyiksanya.

Kebencian, kemarahan, dan keputusasaan yang menyelimuti hatinya membuat dia ingin membunuh para bajingan yang melukainya.

Hingga saat itulah, tubuhnya merasakan panasnya api yang membara. Lalu api merah menyala mulai menyelimuti seluruh tubuhnya.

Tidak melewatkan kesempatan. Dia membunuh para bajingan itu dengan api kemarahan miliknya.

Hingga, Gilbert datang menemukan dirinya yang berlumuran darah di kobaran api yang membara.

Sejak saat itu dia memiliki kemampuan atribut api, dan tidak bisa disentuh oleh siapapun. Atau tangan mereka akan terbakar oleh api miliknya.

'Beginikah perasaan ayah saat menemukan ku dulu?'

Air mata mengalir membasahi pipi Curran. Dia merasa sesak di hatinya melihat anak satu-satunya yang dia miliki terluka kembali karena dia terlambat datang.

"Re-Rein."

Suara Curran bergetar saat memanggil nama putranya. Dia menggigit bibirnya, dia merasa takut.

'Apakah aku masih bisa memeluknya?'

Pertanyaan itu terus berputar di pikirannya. Dia merasa takut, takut bila jawabannya adalah tidak.

"Bisakah aku memelukmu?"

Napas Curran tercekat saat mengatakan kalimat tersebut. Mau tidak mau dia harus menerima jawaban dari Rein meskipun... Meskipun...

"Tentu."

"Huh?"

"Mengapa Ayah tidak bisa memeluk ku?"

Curran menatap Rein dengan ekspresi kosong. Dia melihat Rein yang melangkah demi selangkah mendekatinya.

Lalu...

Bruukk.

Curran merasakan Rein yang memeluk kakinya. Dengan ragu-ragu dia menyentuh kepala Rein lalu mengusapnya dengan lembut.

"Ayah, maafkan aku."

Rein meminta maaf karena melupakan Curran. Dia sungguh lupa tentang niat awalnya.

Curran memejamkan matanya, dan setetes air kembali mengalir membasahi pipinya. Dia pun mengangkat tubuh Rein lalu memeluknya dengan lembut.

"Tidak Nak, ini salah Ayah. Maafkan Ayah yang datang terlambat."

Suddenly Became A ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang