Sayap yang patah + Cast

5K 559 128
                                    

Tap tap tap.

Seorang remaja laki-laki berlarian dengan tergesa-gesa melewati beberapa rumah kosong yang tak berpenghuni, mencari lokasi yang strategis untuk bersembunyi.

Begitu melihatnya, remaja tersebut langsung bersembunyi di sana dan mulai mengatur napasnya yang memburu. Dia menutup mulutnya begitu mendengar suara beberapa langkah kaki mendekat.

"Cepat cari dia!"

Remaja laki-laki itu sebaik mungkin tidak mengeluarkan suara agar tidak ketahuan. Dan mendengar suara langkah kaki yang bergerak semakin jauh dari lokasinya.

Dia pun menajamkan pendengarannya, setelah memastikan bahwa sudah aman akhirnya dia keluar dari tempat persembunyiannya. Dan mencoba mencari jalan untuk pulang menuju rumah.

Abian Erlangga, seorang remaja laki-laki berusia 18 tahun yang beberapa bulan lagi akan menamatkan pendidikannya di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Setelah selesai bermain dengan temannya, Abian secara tidak sengaja menyaksikan aksi pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa pria dewasa berpakaian hitam.

Entah keberuntungan atau apa, Abian berhasil melarikan diri dari lokasi tersebut dan pulang dengan selamat ke rumahnya.

"Bian pulang," ujar Abian dengan suara lelah memasuki rumahnya.

"Abian."

Langkah Abian terhenti saat suara tidak asing terdengar di telinganya. Dia menoleh ke samping dan terlihat sosok ayahnya sedang duduk dengan wajah serius serta memegang selembar kertas di tangannya.

"Papah." Abian menelan ludah. Kertas itu pasti berisi nilai ulangan harian miliknya. "Pah, Bian capek-"

"Abian Erlangga," ucap Edwin dengan suara dingin dan tatapan tajam.

Abian menghela napas panjang. Dia berjalan menghampiri dengan kepala yang tertunduk. Dia yakin setelah ini papahnya akan memberikan hukuman untuknya.

"Kenapa hanya 99? Papah sudah bilang berulang kali untuk mendapatkan nilai 100 kan?"

"Maaf Pah, Bian salah," sahut Abian lemah.

Edwin menghela napas panjang. "Masuk ruangan."

Abian melangkah dengan lesu masuk ke dalam ruangan khusus untuknya di hukum bila nilainya tidak mencapai 100. Karena dia mendapatkan nilai 99, maka dia akan mendapat 10 cambukan dari papahnya.

Splash.

Splash.

Splash.

Abian meringis kesakitan saat merasakan cambukan yang mengenai punggungnya, namun dia merasa lega begitu hukumannya sudah berakhir.

"Lain kali kamu harus dapat nilai 100," ujar Edwin dingin.

"Iya Pah," sahut Abian.

* * *

"Akh, sakit Mah," keluh Abian.

Pamela menghela napas. Dia kembali mengobati luka yang terdapat di punggung putranya dengan perlahan-lahan dan lembut.

"Makanya, lain kali perhatikan lagi soalnya baik-baik biar enggak salah. Kamu tahu sendiri 'kan papah kamu gimana," ujar Pamela.

"Iya Mah, Bian salah," sahut Abian.

Pamela mengelus kepala Abian. "Lukanya sudah Mamah obatin, jangan lupa di minum jus tomatnya," ucap Pamela lalu keluar dari kamar.

Abian mendengar suara langkah kaki yang sudah menjauh. Dia segera bangkit dari posisinya dengan perlahan, lalu mengambil jus tomat dan membuangnya di kamar mandi.

Suddenly Became A ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang