105 Gelas pecah

6.4K 1K 126
                                    

Xavier melihat Rein yang tertidur pulas di atas tubuhnya setelah selesai melakukan penyembuhan. Tangannya bergerak mengelus kepala Rein dengan lembut.

Xavier meraih bantal terdekat, lalu dengan perlahan memindahkan tubuh Rein ke sampingnya. Dia melihat seekor rubah merah berjalan menghampiri Rein dan tidur di sampingnya.

"Ada apa dengan anak itu?" tanya Zeil. Dia sedikit bingung melihat Rein yang tertidur secara tiba-tiba di atas tubuh Xavier.

"Dia hanya kelelahan," jawab Xavier. "Rein baru saja melakukan penyembuhan padaku, lalu dia kelelahan dan tertidur." Xavier bangkit dari posisinya.

"Kak Xavier! Kau baru saja-" ucapan Zeil terhenti begitu melihat Xavier yang terlihat baik-baik saja, bahkan melakukan peregangan otot sebentar.

"Aku merasa lebih baik." Xavier tersenyum tipis.

Zeil tersenyum cerah. Dia mengambil langkah maju lalu memeluk tubuh Xavier dari samping. "Syukurlah."

Xavier tersenyum tipis, tangannya mengelus kepala adiknya.

Ekspresi wajah Zeil menjadi kaku. Dia melepaskan pelukannya, lalu mengeluarkan batuk palsu. "Ekhem, baguslah kalau Kak Xavier sudah sadar."

Xavier tersenyum kecil melihat tingkah adiknya yang masih canggung. Itu normal, karena mereka tidak pernah berinteraksi seperti ini sebelumnya.

"Kak Xavier!" seru Farenzo yang baru saja masuk ke dalam kamar. "Bagaimana bisa Kak Xavier-" ucapannya terhenti saat matanya tertuju pada sesosok anak kecil yang tidur di kasur bersama rubah merah. "Ah, aku mengerti."

Blue, sang kucing hitam melompat ke atas kasur. Dia melihat seekor rubah merah sedang tidur melengkung di dekat Rein. 'imutnya,' batin Blue.

"Mengapa kau berada disini? Bukankah tadi kau ingin membantu Curran," ucap Zeil bingung.

"Aku di marahi." Ekspresi wajah Farenzo tertekuk lesu. "Tuan Curran bilang, aku perlu beristirahat karena sempat melakukan transfusi darah."

Zeil menggelengkan kepalanya. Dia mengambil langkah maju, lalu menyentil dahi Farenzo. "Aku 'kan sudah bilang untuk istirahat, tapi kau saja yang keras kepala."

Farenzo mengelus keningnya dengan ekspresi wajah cemberut. Dia berbalik menghampiri tempat Rein yang sedang tertidur. "Kalau begitu, aku akan membawa Rein ke kamar tuan Curran."

Xavier mengangguk. "Tentu."

Farenzo mengangkat tubuh Rein dengan perlahan-lahan, lalu menggendongnya.

Moku bangun dari tidurnya dan melakukan peregangan kecil, netra matanya melihat wajah kucing hitam yang berada tepat di depan wajahnya.

Myuu!!

Moku memekik terkejut, secara refleks kaki depannya menampar wajah kucing hitam hingga dia terjatuh dari kasur.

Bruukk.

Farenzo mengerutkan keningnya. Dia menoleh ke samping dan melihat Blue yang tergeletak di lantai. "Blue, mengapa kau tidur di lantai?"

Meow...

Blue berseru pelan. Kepalanya sedikit pusing, dia menggelengkan kepalanya lalu bangkit dari posisinya.

Zeil melihat kepergian mereka dari kamar. Dia menatap kucing hitam yang berjalan sedikit linglung. 'Kucing yang malang,' batin Zeil bersimpati.

* * *

Malam harinya.

Rein memberikan tatapan tajam dengan bibir yang mengerucut, pada jus tomat yang lagi-lagi diberikan padanya.

Suddenly Became A ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang