120 Gigi

3.2K 415 40
                                    

"Aku bisa melakukannya sendiri, Ayah." Rein memakai pakaiannya sendiri tanpa bantuan dari Curran. Sebab, pakaian yang dia gunakan kali ini cukup sederhana.

Curran mengangguk kecil. Dia duduk di atas kasur dan memulai pembicaraan. "Rein."

"Ya, Ayah," sahut Rein.

"Saat ini kita berada di tempat orang lain, bukan wilayah kita. Dan setiap tempat itu memiliki sebuah peraturan."

Curran mengelus kepala Rein. "Untuk itu kita harus mematuhi peraturan tersebut, sebagai bentuk rasa hormat kita ketika berada di sana."

"Kau mengerti, kan?" tanya Curran.

Rein mengangguk. "Aku mengerti, Ayah."

Curran tersenyum tipis.

Tok tok tok.

Suara ketukan pintu terdengar. Curran melihat Rein yang telah selesai memakai pakaiannya, dia pun berjalan mendekati pintu. Kemudian membukanya, terlihat seorang gadis rambut hitam panjang dengan pakaian simpel yang elegan.

"Selamat malam, Tuan Curran," sapa Pritha.

"Malam," sahut Curran.

"Saya datang untuk menyampaikan bahwa makan malam telah siap," ucap Pritha sopan.

Curran melirik ke arah Rein yang berjalan mendekati dengan Moku mengikuti di belakangnya. "Tentu."

Pritha tersenyum tipis. Dia berjalan di depan sebagai pemandu untuk mengarahkan mereka menuju ruang makan.

Curran berniat untuk menggendong Rein, namun putranya itu terlebih dahulu berjalan di dekat Pritha. Sedangkan Moku berjalan anggun dengan ketiga makhluk mungil yang menaiki punggungnya.

"Aku tidak menyangka, kalau kau yang mendatangi kamarku," ujar Rein memulai percakapan.

"Tentu saja." Pritha menoleh ke samping. "Aku perlu memberikan pelayanan terbaik untuk seorang bangsawan yang telah menyewa kapal ini dalam perjalanan menuju pulau Kura-kura," balas Pritha.

"Ouh."

Rein tidak melanjutkan percakapan di antara mereka. Kini, dia melewati area lorong yang di katakan sebagai tempat banyak orang hilang. Hanya saja, lukisan tanaman biasa yang di maksud sama sekali berbeda dengan pikirannya.

Di lihat-lihat dari sisi manapun, semua lukisan tanaman itu terlihat berbahaya. Meskipun memang terlihat cantik.

"Semua lukisan ini, siapa yang melukisnya?" tanya Rein menatap ke arah Pritha.

Pritha menoleh ke samping, lalu melihat lukisan yang terpajang di dinding. "Aku tidak tahu, karena kakak ku yang membelinya saat dia mengunjungi wilayah kekaisaran Lasnite," jawab Pritha.

Curran mengelus kepala Rein. "Apakah kau menyukai lukisannya? Ayah bisa membelikannya untuk mu," sahut Curran.

Rein mendongak ke atas. "Aku hanya bertanya. Tapi, apa kita bisa mengunjungi kekaisaran?"

Curran menatap lembut. "Ayah akan mempertimbangkannya."

"Tentu." Rein mengangguk.

[ Semoga saja di kekaisaran banyak emasnya, jadi kita bisa merampok. ]

Croft berseru senang.

Rein memutar matanya jengah mendengar perkataan Croft yang tidak pernah berubah. Netra matanya melihat salah satu lukisan yang terdapat setitik noda darah.

'Hm, sepertinya menarik,' batin Rein menyeringai.

Joy mencengkram bulu Moku erat-erat. Dia sedikit menggigil ketakutan melihat banyak lukisan di sepanjang perjalanan mereka. Entah kenapa Joy merasa bahwa lukisan tersebut seperti sedang memperhatikannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suddenly Became A ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang