🍁 02. Another Dimension

767 85 9
                                    

Pertengahan September, 1615.

Semilir angin meniupkan beberapa helai kain yang masuk dari celah jendela kecil di sisi ruangan. Tembok kayu dan tanah itu memberikan hawa sejuk yang menenangkan. Begitupun harum bunga osmanthus ikut menyebar di sekitarnya.

Lim Yoona merasakan itu semua dengan setengah kesadarannya. Matanya masih tertutup sempurna, tapi tiupan angin, harum bunga dan tembok sejuk itu bisa dirasakan oleh panca indera nya yang lain. Yoona merasa ada yang aneh, tapi entah apa.

Perlahan ia membuka mata dan hal pertama yang ia lihat adalah atap ruangan yang polos berukuran 3x4. Sedikit demi sedikit, bola matanya menelusuri area sekitar yang terasa sangat asing. Di sudut-sudut ruangan ada beberapa meja kecil dan sejenis petromak yang tersusun rapi dengan perabotan lainnya. Di sisi kiri hanya terlihat jendela yang amat kecil, mungkin berukuran 30x15 cm. Yoona melirik ke arah kanan, hanya ada pintu geser yang sering ia lihat di Hanok.

Yoona mengerjap. Ia merasa aneh. Ruangan ini dan harum osmanthus itu. Bukankah ini masih bulan Januari dan sedang musim dingin? Kenapa ada harum bunga osmanthus? Ini bukan musim gugur!

Seketika Yoona langsung bangun dan--

“Arrghh!” ia mengerang kesakitan memegang area perut kanannya. Yoona langsung berbaring kembali dengan rasa sakit yang tidak tertahankan. Bibirnya terasa kering, kaki serta tangannya pegal dan sakit di beberapa bagian. Hampir saja Yoona sulit bernapas karena rasa sesak di dada. Jantungnya juga berdenyut begitu cepat.

Pintu geser terbuka ketika Yoona masih mengerang kesakitan. Seorang wanita paruh baya dengan pakaian hanbok dan gaya rambut eonjeon meori masuk ke ruangan itu dibantu seorang gadis dengan pakaian hanbok yang lusuh dan rambut di kepang belakang.

Yoona semakin terperangah melihatnya. Otaknya yang sedari tadi masih terhubung setengah sadar, sekarang sepenuhnya sadar. Kalau saja dia tidak merasakan sakit di perut dan dada nya, mungkin dia akan berteriak kebingungan dengan kejadian yang ia lihat ini.

"Jangan dulu bangun. Kau baru sadar dan masih terluka." Wanita paruh baya itu menuntun Yoona berbaring dengan benar, lalu menata selimut untuknya.

Oh! Yoona baru sadar ternyata sedari tadi dia tidur di lantai beralaskan futon. Sebenarnya dia ada dimana? Ini bukan rumahnya, apalagi apartemennya. Dan tentunya ini seperti bukan rumah sakit.

"Minumlah!" wanita itu dengan sangat lembut dan pelan menyodorkan sebuah minuman, yang Yoona duga pasti itu ramuan karena aromanya yang sangat menyengat.

Yoona menggeleng pelan di tengah ketidakberdayaannya. Enggan untuk minum sedikitpun.

"Kau harus minum agar lukamu segera membaik." wanita itu terus berusaha memaksa Yoona meminumnya. Sedikit sedikit mulutnya terbuka menerima minuman itu.

Uhh! Rasanya Yoona ingin muntah setelah cairan itu mengaliri tenggorokannya. Tapi dia tidak bisa kemana-mana. Kakinya masih agak sulit digerakkan. Napas Yoona memburu. Ia malah semakin pusing.

Wanita itu memegang tangan Yoona dan memeriksa suhu tubuhnya.

"Panggil Tabib Kim kesini, segera!" kata wanita itu tegas kepada seorang gadis yang datang bersamanya tadi. Gadis itu langsung beranjak keluar.

Sementara itu Yoona melihat sorot mata pada wanita di hadapannya yang terlihat lega.

"Syukurlah kau baik-baik saja dan kau selamat." matanya berkaca-kaca hendak menangis.

THE LAST FIGHT [COMPLETE] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang