🍁 36. Caught

457 79 28
                                    

Akhir Januari, 1619.

Kesibukan para pelayan di Istana Ratu begitu terlihat sejak seminggu terakhir. Tak terhitung berapa kali para pelayan hilir mudik keluar Istana Ratu untuk mengurus salah satu anggota keluarga kerajaan yang telah lahir sekitar satu minggu yang lalu. Bisa diperkirakan selama pekan itu, Istana Ratu tidak pernah sepi.

Lee Hwon, itulah namanya. Benar kata Ibu Suri. Anak yang dikandung oleh Ratu Joo Hyeon lahir dengan jenis kelamin laki-laki. Sesuai prediksi dan keinginan mereka. Kabar kelahiran pewaris tahta ini menyebar begitu cepat. Tidak hanya di area dalam istana, tapi juga di luar istana dan luar Hanyang. Sebagian besar bersuka cita karena calon Putra Mahkota telah hadir di sistem monarki mereka.

Sudah bisa ditebak bagaimana reaksi Ratu, Ibu Suri dan Penasihat Bae saat anak itu lahir. Tentu sesuai dengan yang diharapkan. Kekuatan keluarga besar Ibu Suri yakni klan Bae semakin besar. Apalagi jika anak itu telah diangkat menjadi Putra Mahkota. Begitu juga dengan Penasihat Bae. Reputasi dan kekuasaannya semakin besar. Tidak hanya dikenal sebagai ayah Ratu Joseon, tapi juga kakek dari calon pewaris tahta. Ratu juga tidak perlu mengkhawatirkan posisinya karena anak yang dilahirkan bisa melindungi posisinya secara tidak langsung. Dari sanalah bisa terlihat, se-ambisius apa mereka bertiga untuk mendapatkan kekuasaan.

Dayang Yoon mengambil bayi dari gendongan Ratu untuk dibawa ke Istana Timur. Meski usianya baru sekitar 1 minggu, tapi bayi itu sudah dipisahkan dari segi pelayanan dan tempat tinggal, sesuai dengan aturan dan protokol kerajaan.

Setelah Dayang Yoon membawa Hwon pergi dari ruangannya, Ratu menatap Ibu Suri dan Penasihat Bae sambil tersenyum anggun. Wajahnya yang sedikit pucat tidak mengurangi kewibawaannya sebagai seorang Ratu.

"Jungjeon, sesuai dengan perkiraanku. Kau memang akan melahirkan bayi laki-laki." Ibu Suri tak henti-hentinya melemparkan senyum lebar. Sejak kelahiran Pangeran Utama, tak pernah ia sesenang ini sebelumnya.

"Anda benar Daebi Mama. Kita tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi." Penasihat Bae ikut menimpali.

Ibu Suri tertawa, lalu menatap Ratu dengan tatapan misterius. "Hanya tinggal menunggu waktu Jungjeon. Seiring bertambahnya usia Wonja (Pangeran), aku yakin Jusang akan segera mengangkatnya sebagai Putra Mahkota."

"Ye Daebi Mama. Kita hanya perlu menunggu sampai waktu itu tiba." Ratu mengiyakan lalu menatap Penasihat Bae. "Aku pikir kita juga perlu berhati-hati pada fraksi Soran."

"Sejauh ini mereka tidak berbuat apapun. Lagipula tidak ada alasan bagi mereka untuk melakukan sesuatu."

Ibu Suri mengangguk mendengar penjelasan Penasihat Bae. "Kau benar Daegam. Mereka tidak akan bisa bangkit lagi seperti dulu."

Sebenarnya Ratu sedikit kurang paham alasan Ibu Suri dan ayahnya begitu anti pada fraksi Soran. Memang Ratu juga tidak ingin fraksi Soran berada di atas fraksi Noran, tapi hanya sebatas itu. Yang membuatnya sedikit panik ketika fraksi Soran berniat melantik seorang selir untuk Raja. Tapi karena sekarang dia sudah melahirkan calon Putra Mahkota, tidak ada alasan lagi bagi Raja untuk mencari wanita lain. Ia tau karakter Raja seperti apa, sulit untuk pria itu menyukai seorang wanita kecuali jika kondisinya mengharuskan untuk memiliki selir. Tapi sekarang situasinya sudah berbeda.

"Jungjeon Mama, kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Aku yang akan mengurusnya. Kau hanya perlu memperhatikan Wonja."

Ratu tersenyum tipis pada ayahnya. "Ye Abeoji. Terima kasih."

Benar. Ia adalah seorang Ratu Joseon. Selagi semuanya bisa terkendali, ia tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi. Tapi Ratu melupakan satu hal, bahwa ada sesuatu yang tidak bisa dikendalikan hanya dengan kekuasaannya, yakni hati dan perasaan seseorang.

THE LAST FIGHT [COMPLETE] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang