Akhir April, 1619.
Kesibukan di pagi hari seperti tidak ada akhirnya. Orang-orang terus hilir mudik tanpa lelah untuk menuntaskan pekerjaan dan kewajibannya. Padahal kebanyakan dari mereka adalah perempuan berusia senja dan hanya sebagian kecil perempuan yang berusia 20-40 tahun. Sementara salah seorang wanita paruh baya dengan rambut disanggul dengan binyeo yang menghiasi rambutnya tengah memperhatikan seluruh kegiatan di pagi itu.
Begitupun Yoona yang mencoba untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya di 1 bulan terakhir ini. Dengan susah payah ia mengangkat keranjang yang berisi air dari salah satu sumur ke tempat pencucian baju. Sudah 3 kali Yoona bolak-balik untuk mengangkat air yang cukup berat itu. Ia tidak menyangka hidup di Dayanggwan lebih berat dibanding sebelumnya. Seumur-umur Yoona tidak pernah melakukan pekerjaan fisik semacam ini. Meski ada banyak kejadian yang membuatnya menangis, ketakutan dan cemas, tapi setidaknya ada banyak orang baik di sekitar Yoona. Hanya saja di tempat ini berbeda. Semua orang tampak fokus dengan kegiatan masing-masing. Jarang sekali ada yang memberikan empati. Justru ia akan malu jika mengeluh terus menerus.
Yoona hampir saja terjatuh saat mengangkat keranjang karena kakinya terlilit oleh chima bagian bawah. Tapi syukurlah seseorang menahan Yoona hingga ia tidak terjatuh. Saat Yoona mengangkat kepalanya dan hendak mengucapkan terima kasih, ia mengernyitkan dahi.
Orang itu tersenyum konyol saat melihat kelakuan Yoona. “Berhati-hatilah. Sepertinya kau ceroboh sekali.” ujar orang itu yang merupakan pria bernama Nam Jongdae.
Yoona melepas cekalan Jongdae dari tangannya, lalu berjalan lagi sambil mengangkat keranjang tadi. Sebenarnya Yoona kesal dengan keberadaan pria itu. Beberapa hari terakhir pria itu selalu mengganggunya dan menanyakan hal-hal aneh. Ia merasa tidak nyaman dan lebih memilih untuk mengabaikannya saja.
Tapi sepertinya Jongdae bukan orang yang gampang menyerah. Ia mengambil alih keranjang milik Yoona dan membantu mengangkatnya. Seketika Yoona panik, karena takut dayang lain melihatnya.
“Naeuri, apa yang kau lakukan? Berikan itu padaku!” Yoona hendak mengambilnya lagi, tapi sia-sia.
Tenaga dan kecepatan laki-laki memang berbeda dengan perempuan. Berkali-kali Yoona ingin mengambilnya, tapi berkali-kali juga Jongdae menolaknya. Yoona menghembuskan napas kesal. Sepertinya kesabarannya sudah sangat menipis. Mumpung pemimpin dayang tidak terlihat, Yoona mengambil kesempatan itu untuk menarik Jongdae ke tempat yang sepi.
Jongdae yang bingung hanya bisa mengernyitkan dahi. “Ada apa kau menarikku kesini? Kau ingin orang melihat kita?”
Yoona hanya mendelik. Ia menatap pria di hadapannya dengan tegas. “Aku sudah pernah mengatakan jangan pernah menggangguku lagi di tempat ini.”
Yoona tidak tau dengan jelas identitas pria itu. Tapi yang ia amati, Jongdae sering datang ke Dayanggwan hanya untuk meminta makan atau sejenisnya. Kadang dia juga membantu pekerjaan pemimpin dayang untuk mendapatkan upah.
Jongdae sendiri tidak terintimidasi dengan peringatan Yoona. Ia justru menyandarkan punggungnya ke tembok belakang sambil melipat tangannya di depan dada. Ia justru tampak santai.
“Kalau begitu jawab dulu pertanyaanku yang kemarin.”
Yoona mengernyit. “Apa maksudmu?”
“Tidak perlu pura-pura lupa. Aku yakin kau mengingatnya, karena bukan pertama kali aku menanyakan ini padamu.”
Yoona mengalihkan tatapannya ke arah lain. Ia enggan menjawab pertanyaan itu. “Untuk apa aku menjawab itu semua? Memangnya apa urusannya denganmu, Naeuri?”
Jongdae tiba-tiba saja tertawa, membuat Yoona mengalihkan tatapannya lagi pada pria itu.
“Jadi benar, kau datang ke tempat itu karena sengaja.” Jongdae mengangguk-anggukkan kepala sambil tersenyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST FIGHT [COMPLETE] ✓
Fanfiction[HISTORICAL-TRANSMIGRATION-MELODRAMA] Lim Yoona merupakan seorang fashion designer hanbok yang sedang naik daun di kalangan fashionista dan pecinta pakaian tradisional Korea. Ia telah mengeluarkan banyak karya yang menakjubkan, salah satunya busana...