Pertengahan Desember, 1623.
Awal musim dingin telah tiba sejak 2 minggu lalu. Suhu udara juga semakin dingin seiring waktu berjalan. Angin yang berhembus terasa menusuk hingga ke tulang, menciptakan rasa ngilu yang tak tertahankan. Langit saat sore hari terlihat berkabut meski salju pertama belum turun di musim itu. Beberapa pohon yang biasanya tumbuh dengan indah, kini hanyalah ranting-ranting kosong yang tertiup getaran angin. Danau kecil di dekat paviliun terbuka juga terasa dingin bagaikan es yang hendak membeku.
Sepertinya, itulah gambaran Istana Hwawon saat musim dingin seperti ini.
Tiga hari lalu, Ratu meminta Raja untuk membawanya ke suatu tempat. Tak lain tempat yang ingin dikunjungi adalah Istana Hwawon. Istana ini sudah resmi menjadi aset pribadi Ratu karena memang Raja sengaja memberikannya. Meski sangat jarang menempati Istana Hwawon, tapi kenangan yang tercipta begitu membekas di antara keduanya.
Lamaran Raja untuk Ratu di masa lalu dilakukan di tempat ini. Ratu juga pernah menghabiskan waktu selama 2 bulan di istana itu saat dirinya sedang bersembunyi. Di Istana Hwawon juga lah Ratu menerima lamaran Raja untuk ketiga kalinya. Sangat disayangkan kedua anak mereka belum pernah mengunjungi istana penuh kenangan ini.
"Di luar sangat dingin." Raja menyelimuti Ratu yang tengah melamun sambil bersandar di sebuah kursi di depan teras salah satu bangunan yang menghadap ke danau kecil.
Ratu menoleh pada Raja yang duduk di sampingnya. Pria itu meletakkan dua cangkir teh di meja yang ada di hadapan mereka.
"Aku sudah memakai jangot tebal juga, Jeonha." Ratu menjawab pelan sambil menunjukkan jangot bulu yang cukup hangat. "Ini tidak terlalu dingin."
Raja mengalihkan tatapan ke arah Ratu sambil memberikan secangkir teh hangat untuk wanita itu. Ratu menerimanya dengan senang hati. Ia mengambil cangkir tersebut dengan tangan sedikit gemetar.
"Tidak apa-apa. Ini akan semakin menghangatkan tubuhmu." Raja membantu Ratu untuk minum tehnya. Setelah selesai, pria itu meletakkan cangkir yang sudah digunakan di meja.
"Terima kasih.."
Ungkapan itu membuat dada Raja semakin nyeri. Entah kenapa ia merasa takut jika sesuatu terjadi pada wanita di sampingnya ini.
Raja kembali menatap Ratu. Wajah wanita itu semakin terlihat pucat, lesu dan lelah dengan sorot mata yang cukup sayu. Meski begitu, Raja tetap bisa melihat mata Ratu yang bersinar cerah. Sama seperti mata wanita itu saat mereka pertama kali bertemu 6 tahun lalu.
"Jeonha.." Panggilan lemah dari Ratu membuat Raja tersadar dari lamunannya. Pria itu langsung tersenyum tipis lalu merapatkan selimut tebal tadi di tubuh Ratu.
"Meskipun begitu, kau tidak boleh kedinginan."
Sebenarnya di tiga hari terakhir ini, keadaan Ratu sedikit membaik. Tabib Yang sudah memastikan itu. Karena hal tersebutlah, Raja mengizinkan Ratu untuk keluar istana bersamanya dan mengunjungi Istana Hwawon. Keadaan Ratu yang seperti ini membuat Raja merasa lega.
Ratu menggenggam salah satu tangan Raja. "Jeonha.. Dulu.. Saat aku hidup jauh darimu, aku selalu berusaha untuk bertahan hidup demi anak-anak kita. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk melindungi keduanya dari bahaya apapun."
Raja mengangguk dan mengelus genggaman tangan Ratu. "Aku tau. Kau ibu terhebat yang pernah kulihat. Joon dan Yeonwoo pasti merasa bangga karena memilikimu."
Ratu tersenyum tipis. "Anak-anak selalu meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Jadi aku selalu bersikap hati-hati di depan mereka."
Raja ikut tersenyum mendengarnya. Tidak hanya kedua anaknya yang beruntung memiliki ibu seperti wanita di hadapannya ini. Ia juga sangat beruntung karena berhasil mendapatkan wanita tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST FIGHT [COMPLETE] ✓
Fanfiction[HISTORICAL-TRANSMIGRATION-MELODRAMA] Lim Yoona merupakan seorang fashion designer hanbok yang sedang naik daun di kalangan fashionista dan pecinta pakaian tradisional Korea. Ia telah mengeluarkan banyak karya yang menakjubkan, salah satunya busana...