Pertengahan Oktober, 1615.
Bentangan ladang berwarna orange cerah yang luas mengirimkan aroma khas tanaman yang alami. Semuanya tampak begitu indah karena dihiasi juga dengan bunga liar kosmos berwarna kuning, jingga dan putih. Bunga-bunga itu tumbuh dengan sempurna di pertengahan musim gugur. Hawa sejuk serta harum maple yang berjatuhan ikut menyempurnakan suasana pagi ini. Ya seharusnya hati manusia juga merasakan itu. Sejuk dan tenang. Tapi kenyataannya tidak.
Yoona duduk di bawah pohon maple yang setiap helai daunnya berterbangan mengikuti angin. Meskipun alam memberikan sesuatu yang sangat indah, tapi hatinya tidak merasakan hal itu. Jauh dari lubuk hatinya, ini merupakan musim gugur terburuk yang pernah ia alami. Tidak ada kebahagiaan ataupun ketenangan yang dirasakan, justru hanya kesedihan dan kehilangan.
Dari kejauhan, Yeon memperhatikan raut wajah Yoona. Gadis itu hanya diam bergeming menatap ladang di bawah sana. Anak rambutnya bergerak halus terbawa angin. Lututnya ditekuk di depan dada dengan kedua tangan bersedekap di atas lutut. Setelah mengikat kudanya ke batang pohon yang kuat, Yeon menghampiri Yoona dan duduk disebelahnya. Mereka sama-sama menatap ladang dan bunga liar yang tumbuh serta berguguran dengan indah.
Yoona menoleh pada Yeon. “Kenapa disini? Bagaimana kalau kudanya kabur?”
“Tidak akan, aku sudah mengikatnya.” Yeon menjawab tanpa menoleh pada gadis itu.
Yoona melihat ke arah belakang, dimana kuda mereka diikat dengan kuat sedang makan rumput liar. Ia mengangguk kemudian mengarahkan lagi kepalanya ke arah depan.
“Kenapa tidak di makan?” Yeon bertanya tanpa mengubah posisinya sedikitpun.
Setelah semalaman mereka melakukan perjalanan berjarak ratusan kilometer dari Honam, tentunya membuat mereka kelelahan. Yeon mengajak Yoona untuk beristirahat dan menepi di salah satu bukit yang menghadap langsung ke ladang. Pria itu juga memberikan nasi kepal praktis yang sudah dibumbui dengan minyak wijen dan kecap serta air mineral untuk dikonsumsi Yoona. Tapi sudah lebih dari 30 menit Yeon membiarkan Yoona sendirian, gadis itu tidak melahapnya sedikitpun. Bahkan makanan dan minuman itu seperti tidak tersentuh.
“Bagaimana mungkin aku bisa makan di kondisi seperti ini?” Yoona berkata pelan. Sorot matanya tampak kosong.
“Kalau kau seperti ini, sama saja kau membunuh dirimu sendiri.” kata-kata Yeon entah kenapa membuat Yoona tertawa. Hal itu membuat Yeon menoleh pada Yoona karena bingung dengan reaksi gadis itu.
“Memangnya kau bisa menjamin hidupku setelah kejadian ini?” Yoona ikut menatap Yeon juga.
“Setidaknya kita harus tetap hidup.”
“Kenapa hanya kita? Kenapa Eomma dan Ahjussi juga tidak ikut bersama kita?”
“Aku yakin mereka juga akan bertahan hidup sebisa mungkin.”
Yoona menatap Yeon dengan ragu. “Bagaimana kau bisa tau?”
Yeon menghela napas. “Aku sudah mengenal mereka lebih dari 20 tahun dan aku mengingat segala hal tentang mereka.”
Perkataan Yeon membuat Yoona bungkam. Ya memang benar. Kalau dipikir-pikir dibanding dirinya yang hanya tinggal dan kenal mereka di kurun waktu satu bulan ini, tentunya itu tidak sebanding dengan Yeon yang sudah hidup bersama keduanya selama lebih dari 2 dekade.
“Aku bukan meragukanmu Jiyoon-a.”
Seolah bisa membaca pikirannya, reaksi Yeon cukup mengejutkan Yoona.
“Maksudku, ingatanmu belum pulih sepenuhnya. Mungkin kau khawatir karena kau lupa bagaimana mereka. Tapi aku tau pasti, mereka menyuruh kita untuk pergi bukan karena mereka menyerah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST FIGHT [COMPLETE] ✓
Fanfiction[HISTORICAL-TRANSMIGRATION-MELODRAMA] Lim Yoona merupakan seorang fashion designer hanbok yang sedang naik daun di kalangan fashionista dan pecinta pakaian tradisional Korea. Ia telah mengeluarkan banyak karya yang menakjubkan, salah satunya busana...