🍁 78. Pasca Tragedy

505 77 58
                                    

Awal September, 1621.

Malam semakin larut dengan bunyi hewan yang terdengar nyaring di tengah hutan. Sinar rembulan muncul di sela-sela rimbunnya pohon yang menjulang tinggi. Suara daun dan ranting yang bergesekan juga ikut tertiup angin malam. Sementara aliran sungai dari sisi hutan yang lain terdengar di malam yang sunyi itu.

Selir Yoo duduk bersandar di bebatuan gua. Ia meringis sakit menyentuh lengan kanannya yang tergores pedang. Darah terus keluar meski kain yang membalutnya cukup tebal. Tadi sewaktu perjalanan menuju gua dan waktu belum cukup malam, Dayang Bong membantunya untuk menghentikan pendarahan. Tapi sudah beberapa jam, darahnya tidak kunjung berhenti.

“Mama, saya mendapatkan bunga daun seribu.” Dayang Bong tiba-tiba datang dan masuk ke gua. Ia membawa beberapa ikat daun seribu.

Sebetulnya hanya sedikit cahaya rembulan yang masuk ke gua. Tapi untunglah Jungeun membuat api unggun dari batu, kayu dan daun kering. Sehingga bisa membantu menerangi cahaya disana.

“Mama, darahnya tidak berhenti keluar.” Dayang Bong dengan sigap menghancurkan bunga daun seribu itu hingga halus. Kemudian ia membuka kain yang membalut lengan Selir Yoo dan melepaskannya. Setelah itu, ia menempelkan bunga daun seribu yang sudah dihaluskan ke bagian luka wanita itu.

Selir Yoo meringis tertahan saat daun itu menyentuh lukanya.

“Tahan sebentar, Mama.” Dayang Bong merobek bagian dalam hanboknya, kemudian ia melilitkan kembali robekan kain itu ke lengan Selir Yoo.

Jungeun berdiri di dekat keduanya sambil menggendong Pangeran yang tengah tertidur. Ia ikut meringis khawatir melihat luka Selir Yoo yang cukup dalam.

“Semoga pendarahannya berhenti. Konon daun ini bisa menghentikan luka pendarahan, Mama.”

Selir Yoo menatap Dayang Bong dan mengangguk. Wajahnya cukup pucat, mungkin karena kesakitan dan kelelahan. Belum lagi, Selir Yoo juga tengah mengandung.

“Terima kasih banyak Dayang Bong, Jungeun.” Selir Yoo menatap kedua dayangnya bergantian dengan senyum tipis.

Dayang Bong menatap Selir Yoo dengan berkaca-kaca. Tak lama air matanya kembali keluar. “Mama, Anda harus bertahan. Anda harus kuat.”

Jungeun menangis terisak. Tangannya menepuk pelan punggung bayi dalam gendongannya.

Selir Yoo menundukkan kepala. Air matanya keluar untuk yang kesekian kalinya. Mengingat kejadian beberapa waktu lalu membuat dadanya terasa semakin sesak dan sakit.

Tidak ada yang mengucapkan sepatah katapun. Hanya isakan pelan yang terdengar. Mereka tau bahwa semuanya sedang berduka. Kehilangan orang-orang yang disayangi bukanlah hal mudah. Ini terlalu berat untuk dihadapi.

Kemudian sayup-sayup terdengar teriakan seseorang yang memanggil nama Selir Yoo. Dari suaranya, Selir Yoo menebak itu adalah Yeon. “Itu Yeon..” bisiknya pelan.

Dayang Bong membantu Selir Yoo untuk memakai jeogori nya kembali. Sementara Jungeun berjalan ke arah mulut gua dan Dayang Bong mengambil sebuah kayu yang terbakar oleh api. Itu sebagai tanda untuk menunjukkan keberadaan mereka.

Tak lama dari itu, suara langkah kaki beberapa orang terdengar mendekati mereka.

“Yeon!” Dayang Bong langsung memanggil pria itu dengan keras saat melihat Yeon, Woojin dan beberapa orang pengawal datang. Rasa haru dan leganya bercampur menjadi satu.

Yeon menatap Dayang Bong dan Jungeun bergantian. Terlihat sekali bahwa pria itu sangat khawatir. Ia langsung memeriksa kondisi Pangeran dan syukurlah bayi itu tidak apa-apa.

THE LAST FIGHT [COMPLETE] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang