🍁 05. The Second Effort

563 79 15
                                    

Pertengahan Oktober, 1615.

Gelap mulai menyapa ketika matahari kembali ke peraduannya, digantikan oleh bulan yang membentuk bulat sempurna. Cahaya bulan itu mampu menerangi setiap pelosok desa yang gelap gulita. Di malam hari memang jarang ada pencahayaan karena tidak semua orang memiliki alatnya. Biasanya saat kegelapan mulai datang, semua aktivitas dihentikan kecuali untuk acara-acara tertentu, seperti festival atau pasar malam. Tak hanya itu, orang-orang bisa melihat cahaya jika ia datang ke rumah bordil. Tempat itu tidak pernah sepi terutama di malam hari. Tapi tentunya hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk kesana. Salah satunya Han Dain.

Bekerja sebagai Kepala Gisaeng yang telah berpengalaman selama lebih dari 30 tahun tentu membuat Dain mengetahui karakter dan kepribadian setiap orang yang ditemuinya. Apalagi yang datang ke rumah bordil memiliki latar belakang yang berbeda. Tapi kebanyakan dari mereka adalah pejabat daerah atau rakyat dengan status menengah ke atas.

Seperti biasa, Dain berada di rumah bordil karena jam kerjanya memang di malam hari. Saat ini ia tengah duduk di ruangannya, berhadapan dengan seseorang. Suasananya cukup tegang dan pembicaraan mereka juga tergolong rahasia karena Dain meminta semua pelayan yang menemaninya untuk keluar ruangan.

Dain menyesap tehnya dengan pelan lalu menatap pria di hadapannya dengan cemas. Pria itu juga menunjukkan gelagat yang sama dengan Dain.

"Naeuri (Tuan), apa yang harus kita lakukan? Apakah kemungkinan buruk akan terjadi lagi?" Dain bertanya khawatir.

Hwa, pria paruh baya itu, menghela napas sambil mengepalkan telapak tangannya kuat. Ia berpikir keras dan berusaha sebisa mungkin menutupi kekhawatirannya.

"Naeuri.."

Hwa hanya menggeleng. "Sulit untukku mencari penyerang itu. Dia tidak meninggalkan jejak sedikitpun."

"Lalu bagaimana sekarang Naeuri? Jangan sampai Jiyoon menjadi sasaran mereka lagi." Dain semakin gusar.

Hwa menatap Dain dengan sorot mata tegas. "Tidak akan kubiarkan hal ini terjadi lagi. Kita harus waspada dan melakukan sesuatu."

***

Yoona merebahkan kepalanya ke bangku kayu yang ada di halaman rumah. Peluh keringat keluar dengan deras seusai dirinya menyelesaikan beberapa teknik latihan pedang dan bela diri.

Satu minggu telah berlalu sejak ia bertarung pertama kalinya dengan Yeon. Saat itu ia terkejut bisa mengayunkan tongkat dengan luwesnya, ditambah ia bisa mengalahkan Yeon dengan percaya diri. Yoona bertanya-tanya darimana ia mendapatkan kemampuan itu? Sejauh ini yang ia pikirkan karena tubuh ini milik Jiyoon. Mungkin jiwa Jiyoon tidak ada disini, tapi tubuhnya masih bisa melakukan gerakan-gerakan spontan seperti biasanya.

Meskipun ini terkesan aneh dan diluar nalar, Yoona bersyukur akan hal itu. Bayangkan saja, Yoona yang selama ini lebih banyak mengoptimalkan kemampuan otaknya dan jarang melakukan olahraga berbahaya, bisa melakukan bela diri dan berpedang dengan sekejap. Namun apapun keanehan itu, setidaknya Jiyoon meninggalkan kemampuan luar biasanya ini untuk dirinya. Dengan itu, ia bisa menjaga diri.

Itulah kenapa selama satu minggu terakhir ini ia mempelajari beberapa teknik bela diri, berpedang, memanah dan berkuda dengan Yeon. Tidak terlalu sulit ternyata. Karena pada dasarnya tubuh Jiyoon mengingat semua gerakan itu. Tugas Yoona hanya mempelajarinya secara teori agar dia bisa berstrategi ketika bertarung. Meskipun Yoona tidak mahir dalam bela diri tapi ia cerdas dalam bersiasat. Kemampuan Jiyoon dan kecerdasan Yoona kini bersatu dalam satu tubuh dan jiwa.

Yoona tak habis pikir. Bagaimana ini semua bisa terjadi pada dirinya? Segala hal yang terjadi disini selalu membuatnya terkejut. Entah apa yang akan terjadi lagi nanti.

THE LAST FIGHT [COMPLETE] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang