Awal Oktober, 1619.
Dayang Yoon menatap Ratu yang tengah meminum tehnya dengan pelan. Sang Ratu menampakkan raut wajah yang cukup santai dibanding malam kemarin. Setelah Raja mengunjungi Istana Ratu walau sebentar, Dayang Yoon melihat Ratu yang marah-marah lagi. Tapi berbeda dengan hari ini. Ekspresinya jauh lebih berbeda dari malam sebelumnya. Hal itu membuat Dayang Yoon merasa heran dan bingung.
"Jungjeon Mama, apakah Anda baik-baik saja?"
Ratu menoleh pada Dayang Yoon lalu tersenyum. "Tentu saja aku baik-baik saja. Kenapa kau bertanya begitu?"
"Syukurlah jika Anda baik-baik saja. Saya hanya sedikit khawatir karena sepertinya malam kemarin perasaan Anda sedang tidak baik."
Ratu meletakkan cangkir tehnya seraya mengangguk. "Kau benar. Semalam aku tidak bisa mengontrol emosiku saat Raja keluar dari ruangan ini." Ratu menatap Dayang Yoon. "Tapi kupikir selama ini aku salah. Aku tidak bisa hanya menyerang musuh secara langsung."
Dayang Yoon mengernyitkan alis. "Jungjeon Mama, apa maksud Anda?"
Ratu terkekeh. "Tidak ada Dayang Yoon. Tidak perlu memikirkan apapun." lalu ia teringat sesuatu. "Bagaimana Wonja?"
"Hari ini Jeonha akan mengunjungi Wonja Mama di Istana Timur."
"Hanya Jeonha?"
Dayang Yoon mengangguk ragu. "Benar, Jungjeon Mama."
"Baiklah. Pastikan Jeonha tidak pernah mempertemukan putraku dengan Han Sukwon."
Dayang Yoon mengangguk. "Saya akan pastikan Sukwon Mama tidak mendekati ataupun bertemu Wonja Mama."
Ratu hanya tersenyum sekilas. Ia menatap jendela yang sedikit terbuka. Setelah semalaman ia merasa kesal dan marah karena Raja yang menunjukkan kepeduliannya pada Selir Han, akhirnya Ratu mulai bisa tenang kembali. Ia berpikir berulang kali. Memerangi musuh secara terang-terangan terkadang bukan strategi yang baik. Ada hal lain yang jauh lebih efektif, yakni memerangi secara halus sehingga target tidak akan tau bahwa dia sedang diperangi. Ya. Dan Ratu mulai menyiapkan rencana itu.
***
Selir Han meletakkan beberapa kain hasil sulamannya di sebuah kotak kayu dengan sangat rapi. Ia juga menambahkan hiasan bunga krisan di sulaman kain tersebut sebagai lambang adanya keberuntungan, kebahagiaan dan umur panjang. Selir Han sengaja membuat itu semua untuk diberikan pada dua orang.
Raja yang tengah duduk di dekat Selir Han menampakkan raut sedikit terkejut saat mendengar maksud Selir Han beberapa waktu lalu. Selir Han mengatakan akan mengunjungi Ratu dan Ibu Suri sembari membawa dua kotak yang berbeda itu.
"Kau yakin akan menemui Eomma Mama dan Jungjeon?" Raja mencoba memastikan pendengarannya.
"Ye Jeonha. Aku tidak mungkin hanya diam seperti ini kan? Bagaimanapun Daebi Mama adalah orang yang sangat menghargai karya-karyaku. Beliau juga anggota keluarga kerajaan yang paling senior. Sangat tidak sopan jika aku tidak menyapanya sedikitpun." Selir Han menutup kotak di hadapannya, lalu menatap Raja. "Begitupun Jungjeon Mama. Aku belum pernah menyapanya dengan benar sejak aku memasuki istana. Bukankah lebih baik jika aku mengunjungi keduanya, Jeonha?"
Raja tidak menjawab. Ia tidak melarang Selir Han mengunjungi Ibu Suri dan Ratu. Hanya saja Raja merasa khawatir dengan penerimaan keduanya ketika bertemu Selir Han. Apalagi ia tahu bagaimana Ibu Suri dan keluarga Ratu menentang pelantikan Selir Han.
"Anda khawatir, Jeonha?" Selir Han menatap Raja yang menunjukkan tatapan tidak nyaman.
"Jiyoon-a, apakah kau tidak bisa memikirkan ulang tentang ini? Kau tidak perlu mengunjungi mereka jika memang kau tidak nyaman."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST FIGHT [COMPLETE] ✓
Fanfiction[HISTORICAL-TRANSMIGRATION-MELODRAMA] Lim Yoona merupakan seorang fashion designer hanbok yang sedang naik daun di kalangan fashionista dan pecinta pakaian tradisional Korea. Ia telah mengeluarkan banyak karya yang menakjubkan, salah satunya busana...