🍁 04. The First Effort

753 87 9
                                    

Awal Oktober, 1615.

Matahari mulai menampakkan dirinya di langit pagi ini, memberikan cahayanya yang terang ke bumi. Yeon sudah bersiap-siap sedari tadi dan ia tampak bersemangat. Bahkan baju yang dikenakannya hari ini tampak berbeda. Biasanya ia hanya menggunakan jeogori dan baji saja. Tapi kali ini ada yang lain, Yeon tampak begitu rapi.

Yeon mengenakan po sebagai luaran jeogori dan baji nya. Meskipun warnanya agak memudar, tapi Yeon terlihat begitu tampan dan percaya diri. Kemudian ia juga mulai mengenakan topi berbahan jerami yang dibingkai. Merapikannya dengan sangat hati-hati.

Hwa melihat itu dari pintu ruangan yang sedikit terbuka dan merasa heran dengan penampilan Yeon. Biasanya Yeon juga tidak pernah pakai topi, dia lebih sering memakai ikat kepala berwarna hitam di dahinya, sementara rambutnya ditata dengan gaya sangtu.

Hwa membuka pintu geser ruangan Yeon dan melirik aneh pada putranya.

"Kau mau kemana?" Suara berat ayahnya membuat Yeon sedikit menoleh.

Yeon membalasnya dengan menampakkan giginya itu. "Pergi." jawabnya singkat.

"Tidak biasanya kau pergi dengan pakaian rapi begitu." Hwa masih curiga.

"Tidak ada. Hanya pergi ke hutan." Yeon merapikan po nya kemudian berbalik menghadap Hwa. "Bagaimana Abeoji? Penampilanku sudah rapi?"

Hwa tidak menjawab. Wajahnya tampak serius. Berbanding terbalik dengan Yeon yang sering tersenyum.

"Kau mau pergi dengan Jiyoon?" terka Hwa.

"Bagaimana Abeoji bisa menebaknya?" Yeon pura-pura tampak takjub padahal dia tau ayahnya memang cerdas dalam menerka sesuatu hal.

"Untuk apa ke hutan?" Hwa tidak menjawab pertanyaan Yeon. Pria itu malah menanyakan balik.

"Jiyoon ingin jalan-jalan dan ingin melihat danau yang pernah membuatnya tenggelam."

"Hanya itu?"

Yeon mengangguk ragu. Sedikit bingung dengan pertanyaan ayahnya.

Hwa menghela napas lalu ia menatap satu titik dengan pikiran yang menerawang.

"Kupikir ia bukan Jiyoon yang kita kenal selama ini." Hwa bergumam pelan tapi masih bisa didengar oleh Yeon.

Yeon mengernyitkan dahi.

"Apa maksud Abeoji? Bukan Jiyoon yang kita kenal?"

Hwa mengalihkan tatapannya ke mata Yeon dengan sorot yang sulit dimengerti.

"Entahlah, itu hanya pikiranku saja. Sudahlah, lebih baik kau berangkat." Hwa keluar dari ruangan meninggalkan Yeon yang masih memikirkan ucapan ayahnya. Tidak biasanya ayahnya berbicara seperti itu.

***

Yoona merapikan jepitan rambut di sisi kanannya, mencegah anak rambutnya yang turun ke dahi. Seperti layaknya gadis joseon pada umumnya, ia menggunakan gaya kwimit meori dimana rambut belakangnya di kepang rapi dan menjulur ke bawah.

Hari ini juga ia menggunakan hanbok. Meskipun hanbok itu terlihat lebih lusuh dibanding warna aslinya, tapi tidak jadi masalah. Yang penting ia tidak menggunakan cheollik.

Beberapa hari lalu ia sempat meminta pada Dain untuk menyediakan hanbok. Awalnya wanita paruh baya itu terkejut dengan permintaannya, tapi setelah itu ia menyediakan beberapa hanbok untuk dipakai Yoona.

Sebetulnya Yoona tau alasan Dain terkejut, karena memang kenyataannya Jiyoon sangat tomboy. Ia dapat informasi dari Yeon kalau Jiyoon sangat jarang (atau nyaris tidak pernah) menggunakan pakaian perempuan kecuali untuk tidur. Jadi wajar saja reaksi Dain seperti itu. Yoona juga sebenarnya tidak ingin memancing kecurigaan bagi orang sekitar, tapi karena dirinya sangat tidak nyaman berpakaian seperti Jiyoon, akhirnya ia lebih memilih untuk berpakaian layaknya seorang Yoona. Toh orang-orang menganggap Jiyoon hilang ingatan. Semoga saja.

THE LAST FIGHT [COMPLETE] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang