Pertengahan April, 1618.
Yoona duduk di bangku depan rumah kediaman Penjahit Jung sambil memandang langit malam yang cerah tanpa adanya awan mendung. Sangat beruntung karena Yoona bisa melihat rasi bintang dengan lebih jelas.
Jika di era modern, mungkin Yoona harus mengunjungi observatorium bintang atau tempat alam lebih dulu untuk menyaksikan pemandangan tersebut. Siapapun pasti tau jika di masa modern, polusi udara dan cahaya buatan yang terlalu terang di kota besar seringkali menghalangi pemandangan malam yang jelas. Tapi berbeda jika Yoona melihatnya disini. Polusi udara di zaman dulu tidak seburuk di zaman modern. Cahaya buatan pun tidak sebanyak itu. Jika di Honam (kampung halaman Jiyoon dan Yeon) sangat jarang petromak dinyalakan saat malam hari, tapi berbeda jika tinggal di Hanyang. Meski setiap rumah tidak menyalakan petromak, tapi beberapa rumah khususnya rumah kaum bangsawan sering menyalakan cahaya buatan ini. Begitu juga di rumah Penjahit Jung, biasanya hanya rumah utama saja. Sementara tempat usaha dibiarkan gelap gulita.
Yoona menarik napas dan menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Suhu musim semi di malam hari jauh lebih hangat dibanding musim dingin. Bunga sakura yang tumbuh di halaman kediaman Penjahit Jung pun sudah bermekaran sepenuhnya. Aromanya menyegarkan dan pemandangannya sangat indah. Apalagi Yoona melihat yozakura atau "sakura malam" sehingga bunganya yang mekar terlihat terang benderang.
Momen seperti ini membangkitkan kenangan dan kerinduan untuknya. Entahlah. Tapi dia merindukan segalanya. Ini menjadi tahun ketiga Yoona berada di Joseon. Ada banyak hal yang terjadi selama dia hidup sebagai Han Jiyoon.
Perlahan wajah Dain masuk ke pikirannya. Ia merindukan ibu angkat Jiyoon itu. Dimana keberadaan Dain sekarang? Apakah dia baik-baik saja? Apakah ayah Yeon menjaga ibu angkat Jiyoon dengan baik? Yoona harap semuanya akan baik-baik saja.
Kemudian segala fase kehidupannya banyak mengalami perubahan saat ia tinggal di Hanyang. Pasangan Jung yang bersedia menampung dirinya, Yeon yang selalu menjaganya, Nyonya Jung yang memberikan pekerjaan, dan teman-teman yang ia miliki selama bekerja di tempat usaha Nyonya Jung.
Lebih dari 2 tahun Yoona menjalani kehidupan seperti itu. Sampai akhirnya, ia bertemu dengan seorang pria di malam musim dingin beberapa bulan lalu. Pria yang sejak awal terlihat kaku dan tidak banyak bicara. Namun entah kenapa bahasa tubuh dan tutur katanya mampu membuat Yoona merasa nyaman.
Yoona tiba-tiba saja ingin tertawa mengingat kejadian 3 minggu lalu. Saat dirinya diundang oleh pria itu yang ternyata memang seorang Raja. Seumur hidup tak pernah Yoona berpikir akan mengobrol sedekat itu dengan pemimpin Dinasti Joseon, bahkan membayangkannya saja tidak. Tapi di luar prediksi, nyatanya mereka sering terlibat banyak hal.
Semakin dipikirkan, Yoona merasa tidak bisa memikirkan Raja Wonjong lagi. Meski undangan Raja teramat istimewa baginya, tapi Yoona tidak berani memikirkan hal yang lebih dari itu.
Sejak ia keluar dari Istana Raja, ia sudah memantapkan hatinya untuk tidak mengingat lagi pria itu dan mulai melupakannya.
Yoona mencoba menyadarkan diri bahwa hidupnya bukan untuk mengurus soal hati. Ada banyak yang harus diurus. Dan yang paling utama adalah mencari keberadaan Dain dan Hwa.
Saat sedang melamun, tiba-tiba saja pandangan matanya menjadi gelap. Yoona meraba sebuah tangan kasar yang menutupi pandangannya.
"Yeon…?"
Tangan itu terlepas dari tangan Yoona.
"Ah apa semudah itu menebaknya?" Yeon mengeluh lalu duduk di samping Yoona.
Yoona terkekeh. "Tentu saja. Memangnya siapa yang akan melakukan hal itu selain dirimu? Tidak mungkin kan itu Samonim?"
"Yah.. kau benar.." Yeon menjawab pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST FIGHT [COMPLETE] ✓
Fanfiction[HISTORICAL-TRANSMIGRATION-MELODRAMA] Lim Yoona merupakan seorang fashion designer hanbok yang sedang naik daun di kalangan fashionista dan pecinta pakaian tradisional Korea. Ia telah mengeluarkan banyak karya yang menakjubkan, salah satunya busana...