29

487 37 1
                                    

Isakan tangis yang tak kunjung berhenti, rasa takut berada di tempat asing ini menguasai dirinya, mengundang amukan seseorang yang bertugas untuk berjaga. Pintu kamar dibuka dengan begitu kencangnya dan berdiri diambang pintu, "BERHENTILAH MENANGIS!" seru orang itu, yang membuatnya semakin ketakutan.

"Jangan kau membentaknya!" ujar seseorang dari belakang. Seorang pemuda, pemilik paras seperti kelinci. Ia mendekat untuk menenangkan tahanannya. Duduk tepat di depannya. Tangannya terangkat mengusap surai lepek berwarna hitam itu, "Yuta, jangan menangis terus. Kau membuatnya marah," ucapnya dengan lembut.

Meski dia berucap dengan lembut, tak membuat rasa takut yang menguasai Yuta mereda. Yuta membawa dirinya menjauh dari pemuda kelinci ini.

Na Jaemin menghela nafasnya melihat Yuta menghindar darinya, lalu ia bangkit dari posisinya dan membalikkan tubuhnya menghadap pada bawahannya, "terus awasi dia, jangan membuatnya takut atau kepala kalian akan berlubang!"

Selepas itu Jaemin keluar dari kamar ini, pun dengan bawahannya dan pintu kembali ditutup dan dikunci dari luar. Yuta meredamkan suara tangis, agar tidak lagi mendapatkan amukan dari pria bertubuh besar di luar kamarnya, sambil memeluk kedua kakinya.

Langit semakin gelap, matahari semakin tenggelam dari peradabannya.

Nafas yang terengah-engah hingga menimbulkan asap putih keluar dari mulutnya. Banyak orang yang bertarung dengannya telah tumbang. Menahan sakit pada bagian tubuh yang terkena hantaman serangan-serangan nya.

Hanya tersisa dirinya yang masih bisa bertahan diatas kedua kakinya. Pakaian yang awalnya terlihat rapi, kini nampak berantakan begitupun dengan kondisi rambutnya. Bersamaan dengan berakhirnya sebuah pertarungan ini, segerombolan orang orang dengan pakaian berjas rapi membawa senjata muncul dari belakangnya, menahan orang-orang yang tergeletak di tanah.

Tuan Na beserta istrinya mendekat, "Jeno, kau baik baik saja?" tanyanya.

"Apa aku terlihat baik baik saja!" balasnya, lalu menghadap kepada tuan Na dengan tatapan tajamnya, "jika kedua putra mu menyakiti atau melukai Yuta, akan ku pastikan mereka menyesal telah lahir ke dunia ini!" kemudian dia pergi meninggalkan tempat ini.

Yui merasa ngeri pada ancaman yang di ucapkan oleh calon menantunya, ia menoleh ke arah suaminya dengan raut khawatir, "sayang..." lirihnya.

Tanpa menoleh ke istrinya, tuan Na tahu jika Yui juga sedang mengkhawatirkan dirinya, "aku tidak apa apa," pandangan tuan Na jatuh ke tanah lalu beralih pada para pengawalnya yang sedang mengurus orang - orang itu, "aku akan menemukan Haechan dan Jaemin sebelum Jeno," tuan Na mendekat pada salah satu pria berpawakan kurus yang sedang di tindih dengan lutut oleh pengawalnya.

"Dimana Haechan dan Jaemin?" tanyanya.

"Aku tidak tahu dengan apa yang kau katakan!" jawabnya.

Tuan Na merebut pistol dari pengawalnya, dan mengarahkan lubang pistol di kepala pria itu, "aku bisa membuat kepala mu berlubang jika kau tidak mengatakan yang sebenarnya!"

Pria itu terus saja bergerak meronta, "sialan! aku benar tidak tahu yang kau tanyakan!"

Kedua alis tuan Na menukik tajam, "lalu, siapa yang memerintahkan mu?!"

Pria itu terdiam, menenggak ludahnya. Peluh semakin bercucuran di pelipisnya, "a-aku tidak bisa memberitahukan mu!"

Tuan Na mulai menarik pelatuknya. Membuat pria itu memejamkan kedua matanya rapat rapat, "aku benar benar tidak bisa memberitahukan mu! Bahkan yang lainnya pun juga tidak akan bisa!" paniknya.

"Kenapa?"

"Jika kami memberitahukan sedikit saja, bom yang ada di belakang kepala kami akan meledak!"

Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang