Dari balik pintu kamar yang besar, muncul sebuah kepala dengan surainya hitam kelam itu yang menoleh ke kana dan kiri. Perlahan ia mulai mengeluarkan seluruh tubuhnya setelah mengedarkan pandangannya ke sekitar. Memastikan keadaan benar benar aman untuk dirinya, dan tak ada siapapun termasuk si kembar.
Buru buru Yuta keluar dari kamarnya dengan nampan yang berisi piring dan gelas kosong. Yuta berniat untuk meletakkannya di dapur.
Yuta melangkah dengan cepat juga berhati hati menuju dapur. Sesampainya di sana, Yuta langsung meletakkan nampannya di wastafel tempat mencuci piring. Setelahnya, Yuta membalikkan tubuhnya. Pandangannya mengedar ke sekitar, rumah ini nampak begitu sepi tak ada siapa pun.
"Kemana perginya para pelayan rumah ini?" tanyanya pada diri sendiri.
Berniat ingin langsung kembali ke kamar, Yuta sempat menolehkan kepalanya pada wastafel. Ia merasa tak enak hati jika meninggalkan puring kotor itu begitu saja. Akhirnya Yuta memutuskan untuk membersihkannya sekalian.
Disaat Yuta sedang mencuci piringnya, ia merasa ada yang berdiri tepat dibelakangnya membuat kegiatan terhenti. Tubuh Yuta menegang seketika, dapat ia rasakan deru nafas seseorang yang hangat di tengkuknya, juga pinggangnya yang di pegang oleh orang itu.
"Yuta"
Suara berat itu...
Yuta mengenali suara berat ini. Detak jantungnya semakin berpacu lebih cepat, keringatnya mulai bercucuran membasahi pelipisnya. Yuta tak berani menoleh, bahkan membalikan tubuhnya untuk melihat kebelakang.
Kedua tangan kekar itu, mulai melingkar di pinggang Yuta yang membuat jantungnya semakin berdetak tak karuan. Dipeluknya Yuta dari belakang dengan begitu posesif, sambil mencium aroma tubuh pria jepang itu.
"Aku sangat menyukai aroma tubuh mu. Sangat wangi, dan membuat ku candu"
Yuta bergeming, tak berani berkutik pada orang dibelakangnya. Sedangkan orang yang memeluknya dari belakang itu, salah satu tangannya mulai terulur keatas memegang dagu Yuta.
Diarahkannya wajah Yuta agar menghadapnya, agar kedua mata mereka saling bertemu.
Dapat Yuta lihat iris hitam kelam yang memantulkan dirinya. Sorot matanya yang tajam berangsur-angsur melembut, membuat Yuta sedikit tenang. Ditatapnya wajah Yuta yang begitu indah.
Matanya yang menawan.
Hidungnya yang mancung.
Bibirnya yang begitu menggoda.
Sungguh ciptaan tuhan yang paling sempura yang pernah ia temukan. Memang benar banyak manusia di luar sana yang juga cantik dan tampan, tapi berbeda dengan Yuta. Ia tak pernah menemukan paras yang seperti Yuta miliki.
Ia dekatkan wajahnya dengan Yuta mengikis jarak diantara mereka hingga kedua ujung hidung mereka pun saling menempel.
"Yuta..."
Kepalanya sedikit dimiringkan, perlahan jarak wajah mereka semakin dekat bahkan tak ada lagi jarak diantara wajah mereka hingga akhirnya bibirnya menempel pada bibir Yuta.
Perlahan ia menggerakkan bibirnya untuk kembali mencicipi bibir bawah Yuta. Ia memperlakukannya dengan begitu lembut, tak seperti tadi malam yang begitu menuntut.
Tak hanya bibir bawah Yuta saja, bahkan bibir atasnya pun juga tak ia lupakan.
Aktivitas mereka membuat Yuta menutup kedua matanya, membiarkan orang yang tengah memeluknya itu kembali merasakan bibirnya. Kini keduanya terbuai dalam ciuman mereka yang tak ada unsur menuntut dan memaksa itu.
Jantung Yuta kembali berpacu dengan cepat. Namun kali ini berbeda, tidak seperti tadi yang berpacu karena ketakutan, degup jantung yang dirasakan sungguh berbeda dari yang tadi.
Yuta pun membalas ciumannya, entah apa yang dilakukannya benar atau salah, ia hanya mengikuti caranya dari yang ia terima.
Merasa mendapatkan lampu hijau dari Yuta, orang itu mulai menyisipkan lidahnya ditengah tengah ciuman mereka dengan harap Yuta juga melakukannya. Dan benar saja yang diharapkannya, Yuta juga menyisipkan lidahnya membuatnya mengulum senyuman ditengah tengah aktivitas mereka.
Selain jantungnya yang berdebar begitu kencang, Yuta juga merasakan degupan jantungnya dari punggungnya. Semakin dalam ciuman mereka, semakin berpacu cepat degupan ciuman mereka.
Beberapa menit sudah, saat dirasa puas akhirnya mereka memutuskan pagutannya. Keduanya sama sama saling membuka mata dan kembali saling menatap satu sama lain.
Orang itu menyatukan dahinya dengan dahi Yuta sambil memejamkan kembali kedua matanya.
"Maafkan aku sudah membuatmu ketakutan tadi"ujarnya
Yuta bergeming, memilih untuk diam dan mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutnya.
"Aku tak berniat menakuti mu, aku hanya tak ingin melihat kau melukai dirimu sendiri"
Jaemin yang menjadi pelaku utama kejadian baru saja, menjauhkan kembali dahinya dan menatap iris Yuta dengan lembut. Benar benar lembut.
"Jadi kumohon, jangan lagi memukul dirimu sendiri karena itu sangat menyiksaku"
Yuta perlahan menganggukkan kepalanya, dengan pandangan jatuh kebawah.
Jaemin mengecup kening Yuta dengan cukup lama kemudian mengeratkan pelukannya dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Yuta.
"Aku harus segera pergi, kalau tidak Haechan akan memarahi dan memukul kepalaku"
Mendengar itu, Yuta sedikit menarik sudut bibirnya keatas tanpa diketahui oleh Jaemin sendiri. Dan bukannya segera melepaskan pelukannya, Jaemin malah mengerang rendah.
"Aarrgghhh... Kenapa sulit meninggalkan mu pergi"
Kedua tangan Yuta memegangi tangan kekar Jaemin yang melingkar diperutnya, dengan perlahan ia melepaskan pelukannya yang membuat Jaemin mengangkat kembali wajahnya.
Yuta membalikkan tubuhnya sehingga keduanya saling berhadapan "pergilah, jangan buat Haechan menunggu"
Dengan malasnya Jaemin menghela nafas dan mengangguk, lalu perlahan melangkah mundur tanpa memutuskan tatapan sendunya hingga akhirnya Jaemin harus membalikkan tubuhnya dan pergi meninggalkan Yuta.
Setelah Jaemin pergi, Yuta diam termenung. Tangan kanannya terangkat menyentuh bibirnya, memutar kembali aktivitas yang baru saja ia dan calon adiknya lakukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother Na Yuta
FanfictionSi kembar yang tak terima jika Yuta menjadi kakak tiri mereka.