Di kamar mereka, saat ini Yuta tengah mengobati punggung Jeno dengan obat luka di tangannya. Sesekali Yuta meniup saat ujung jarinya menyentuh luka itu, berharap dapat mengurangi rasa sakitnya.
"Pasti perih sekali," ujar Yuta, khawatir.
Jeno mendengus dengan dua sudut bibirnya ditarik ke atas. "Nanti juga sembuh, apalagi yang mengobati adalah kau. Pasti lukanya akan cepat sembuh," balas Jeno.
"Mulai sekarang aku akan lebih rajin memotong kuku ku!"
Jeno membalikkan tubuhnya menghadap istrinya. Tatapan lembut dipancarkan. Tangan kekar Jeno terulur mengusap surai Yuta dengan lembutnya. Tak lupa senyum terukir di wajahnya. "Biar aku yang memotong kuku mu," kata Jeno.
"Aku bisa sendiri, kau tidak perlu melakukannya"
"Tapi aku mau melakukannya untuk mu," Jeno menunjukkan wajah memohonnya.
"Aku bukan anak kecil, Jeno. Jangan memaksa!" tegas Yuta.
Mendapati istrinya menolak permintaannya membuat Jeno sedih, dan itu berhasil membuat Yuta jadi tidak tega melihatnya.
"Jeno, kau tidak harus melakukan semuanya untuk ku," ucap Yuta melembutkan. "Jika kau melakukan semuanya untukku, lalu untuk apa aku hidup? untuk apa aku diciptakan punya tangan dan kaki?"
Tangan Yuta yang tidak terkena obat luka, terulur mengusap rahang tegas Jeno. Sebisa mungkin Yuta meminta pengertian dari suaminya itu.
"Kau sudah melakukan banyak hal untukku, sekarang giliran aku yang melakukan banyak hal untuk mu." Yuta mengukir senyuman di wajahnya.
Jeno menikmati telapak tangan Yuta yang menempel pada wajahnya. Menggenggam punggung tangan yang lebih kecil itu agar semakin menempel di wajahnya. Semua yang di ucapkan oleh istrinya itu, sebisa mungkin Jeno menerimanya. "Baiklah aku mengerti, tapi jika kau membutuhkan sesuatu, langsung katakan padaku"
Yuta menganggukkan kepalanya, "hm, baiklah"
Jeno menyatukan dahi mereka, kemudian mencium bibir cherry Yuta dengan begitu lembutnya. "Kita lanjutkan yang tadi?"
Yuta mengangguk lagi, "hm, lakukan dengan lembut"
Jeno kembali menautkan ciuman mereka yang kali ini semakin dalam dari sebelumnya, sembari mendorong tubuh Yuta sampai terbaring di kasur empuk mereka.
Malam ini sepasang suami istri itu kembali melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda tadi di atas ranjang cinta mereka, yang sudah pasti di iringi dengan lantunan desahan indah Yuta. Membuat malam ini terasa semakin panas dan romantis.
Pagi ini tak seperti pagi pada hari hari sebelumnya. Langit yang tertutup awan hitam menyambut beserta rintikan hujan yang membuat suasana pagi ini terasa begitu dingin.
Perlahan kedua mata Yuta terbuka. Suara rintikan hujan yang mengenai kaca mengusik tidurnya.
Yuta beranjak dari kasur mendekati tirai yang menutupi pintu kaca. Tirai itu di buka, menampilkan situasi luar yang turun hujan. "Hujan," Gumam Yuta.
"Yuta... Kau sudah bangun?" Tanya Jeno dengan suaranya yang parau.
Yuta menoleh ke arah sumber suara. Kembali Yuta menaiki kasur bergelung di atas kasur sembari memeluk tubuh suaminya. Jeno pun membalas pelukan istrinya.
"Jeno, di luar hujan," Ucap Yuta, sedih.
"Biarlah hujan, jadi kita bisa menghabiskan waktu di dalam rumah," Balas Jeno.
Yuta semakin menekuk wajahnya. Ucapan Jeno tadi sama sekali tak menghibur nya. Jeno sedikit menjauhkan tubuhnya untuk melihat lebih jelas istrinya. Di tatapnya dengan lembut wajah sedih Yuta.
"Bagaimana kalau kita menonton film saja? Ada film yang ingin ku tonton bersama mu"
"Film apa?"
"Nanti kau juga tahu sendiri"
Jeno beranjak dari kasurnya, menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Meninggalkan Yuta yang masih rebahan di kasur.
"Dia meninggalkan ku begitu saja?" Gumam Yuta.
Tak berselang lama, suara percikan dari dalam kamar mandi terhenti. Dan bersamaan dengan itu Jeno keluar dari dalam sana dengan handuk yang menutupi sebagian tubuhnya.
Jeno berjalan menuju lemari, mengambil pakaiannya, lalu mengenakannya. "Aku akan menyiapkan tempatnya terlebih dahulu, kau bersihkan dirimu," Ujar Jeno, sembari mengenakan kaos lengan pendek berwarna putihnya.
Jeno berbalik menghadap Yuta yang kini sudah duduk menghadap dirinya. "Setelah semuanya sudah selesai, aku akan memanggil mu." Jeno keluar dari kamar setelah meletakkan handuknya di keranjang pakaian kotor. Kembali meninggalkan Yuta yang masih berdiam diri di atas kasur.
"Cih, menyebalkan! Dia selalu seperti itu, selalu menyiapkan semuanya sendirian tanpa mengajakku," Yuta beranjak menuju ke kamar mandi, sembari terus mengeluh tentang suaminya.
"Okey, semua sudah tertata rapi, tinggal memanggil Yuta", ujar Jeno pada diri sendiri setelah selesai menata ruang tengah.
Jeno kembali ke kamar mereka menemui Yuta. "Sayang, semua sudah siap," Ujar Jeno masuk kedalam kamarnya.
Yuta yang sudah berganti pakaian pun datang menghampiri, senyum terukir di wajahnya. Dan Jeno membalas senyuman istrinya. "Kau memang selalu cantik seperti biasa, Yuta," Kata Jeno memuji istrinya.
Yuta menahan malu dan salah tingkahnya mendengar pujian suaminya ini. "Sudahlah, kita ke ruang tengah sekarang!"
Yuta jalan mendahului Jeno. Dan pemuda april itu menatap gemas Yuta yang tersipu malu itu. Jeno menyusul Yuta ke ruang tengah.
Moskow, Rusia. pukul 01.24 dini hari.
Dua orang pemuda berdarah asia yang saat ini tengah menghabiskan waktunya di sebuah perpustakaan umum di kota besar ini, dengan cara menyelinap lewat pintu rahasia. Mereka yang dipaksa pindah oleh kedua orang tuanya sebagi bentuk hukuman karena kesalahan mereka hari itu.Mereka di kirim jauh, dengan harap dapat merubah sifat dan menciptakan kepribadian yang lebih baik lagi.
Haechan dan Jaemin, berkuliah di salah satu universitas biasa di negara beruang merah ini tanpa diberi sepersen pun uang dari ayahnya. Tuan Na hanya akan mengirim uang yang cukup untuk membayar kuliah dan tempat tinggal yang mereka sewa.
Namun meski begitu, mereka masih tetap bertahan hidup denga uang hasil pekerjaan mereka. Jika di negara asal si kembar Na eggan untuk melakukan hal tersebut, tapi tidak di negeri orang. Mereka mau tidak mau harus melakukannya untuk menyambung hidup mereka
"Jaemin, sudah waktunya," kata Haechan, berdiri di sebelah adik kembarnya yang masih sibuk dengan buku yang dibaca.
Jaemin mengangkat wajahnya, menatap kakak kembarnya itu. "Baiklah, semoga pekerjaan kali ini lebih mudah dari sebelum sebelumnya," balasnya, lalu berdiri.
Kemudian mereka keluar dari gedung perpustakaan ini menuju tempat kerja mereka. Sebuah tempat yang dapat menghubungkan mereka kemanapun tanpa harus capek capek mengeluarkan tenaga, dan tentu berpenghasilan yang banyak.
"Jika ayah mengetahui apa yang kita lakukan disini, mungkin dia tidak akan pernah memaafkan kita. Apalagi wanita itu," kata Jaemin.
"Tidak masalah bagiku, asal kita bisa kembali dengan kekuasaan penuh disini tanpa campur tangan ayah. Dan kita jadi bisa merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milik kita," balas Haechan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother Na Yuta
FanfictionSi kembar yang tak terima jika Yuta menjadi kakak tiri mereka.