46

300 20 0
                                    

Jeno telah tiba dirumahnya, ia langsung masuk kedalam untuk segera bertemu dengan istri tercintanya. Namun, saat didalam Jeno tidak mendapati siapapun dan semua lampu belum dinyalakan.

Bahkan didapur pun tidak ada. Lalu Jeno beralih ke kamar mereka dan mendapati Yuta duduk dipinggiran kasur membelakangi dirinya.

Muncul suatu ide untuk mengejutkan Yuta, tapi saat langkahnya semakin dekat Jeno mendapati istrinya itu melamun menatap ke arah luar. Niat untuk mengejutkan sang istripun harus diurungkan.

Jeno menghentikan langkahnya, tak jauh dari posisi Yuta saat ini. "Yuta?" panggilnya.

Kepala Yuta menoleh begitu namanya disebut, dan ia mendapati suaminya sudah pulang. Yuta seketika berdiri sembari menyembunyikan sesuatu dibalik tubuhnya. Juga mengusap kasar wajahnya. "K-kau sudah pulang, Jeno"

"Hm, kau ... baik baik saja?" tanya Jeno, curiga. Jeno menangkap tingkah istrinya yang terasa berbeda. Seperti ada yang ditutupi darinya.

"A-aku baik baik saja, oh iya aku belum membuat makan malam, akan ku buatkan sekarang."

Yuta melewati suaminya itu, namun lengannya ditahan dan barang yang berusaha ia sembunyikan pun berhasil direbut oleh Jeno. Jeno melihat selembaran kertas mengkilap yang menunjukkan gambar tak senonoh istrinya

"Jeno ..." lirih Yuta, memanggil suaminya.

Melihat gambar itu, Jeno merasa darahnya mendidih seketika. Jeno meremat foto itu sampai tak berbentuk, meluapkan emosinya di sana. "Apa masih ada yang lain?" tanyanya, dengan suara rendah.

"Jeno ..." melihat suaminya yang nampak menahan amarahnya, membuat Yuta sedikit ketakutan.

"Jawab pertanyaan ku, Yuta"

Kepala Yuta menunduk, tak berani menatap mata suaminya. "A-ada diruang tengah", lirihnya.

Segera Jeno menuju ke ruang tengah. Saklar lampu dinyaakan olehnya, dan Jeno langsung mendapati foto foto yang bersebaran dilantai. Jeno mengabil kotak yang di sana hanya tertera nama penerima nya saja.

Tanpa mencari tahu siapa pelakunya, Jeno sudah tahu jawabannya. Jeno tahu siapa yang mengirim foto foto ini kepada Yuta.

Jeno memunguti semua foto foto itu, lalu membuangnya ke pendiangan yang belum nyala apinya. Jeno mengambil korek api, dan langsung diarahkan ke pendiangan itu.

Seketika api merah melahap semua gambar tak senonoh istrinya bersama kotaknya. Pandangan Jeno tak luput dari perapian itu, sampai ia menangkap sosok istrinya melalui ekor matanya.

Jeno menatap Yuta yang nampak sendu, langsung saja ia menghampiri dan memeluk erat istrinya. "Tidak usah dipikirkan, itu semua bukanlah dirimu. Ini semua karena ulah orang asing yang menggunakan wajahmu untuk menakut nakutimu"

Yuta membalas pelukan Jeno, begitu mendengar ucapannya. Perasaannya sedikit tenang setelah Jeno mengungkapkan bahwa yang ada didalam foto itu bukanlah dirinya.

"Aku akan mencari pelakunya, dan langsung memberikannya hukuman terberat karena sudah menggunakan wajahmu seenaknya"

Yuta mengangguk dalam pelukan Jeno. Perlahan kedua matanya menghangat. Bibirnya bergetar dan berakhir Yuta menangis dalam pelukan suaminya.




Malam berlalu, pagi pun menyambut. Saat ini, Jeno tengah menyiapkan sarapa pagi untuk mereka berdua. Disaat tengah fokus, tiba tiba ia mendengar suara aneh dari dalam kamarnya.

Jeno segera memeriksanya, dan langsung mendapati Yuta yang bersimpuh didepan toilet duduk.

"YUTA!" seru Jeno, datang menghampiri Yuta. "Kau kenapa?!"

Belum sempat Yuta memberikan jawabannya, kembali ia memuntahkan isi perutnya yang hanya keluar lendir berwarna putih saja.

Jeno memijit tengkuk Yuta agar tidak ada yang tersisa di tenggorokkannya.

Dirasa sudah lega, Yuta duduk diatas lantai ubin yang terasa dingin menusuk kulit. Jeno melihat wajah Yuta yang sangat pucat, ia pun segera menmpelkan dahinya ke dahi Yuta untuk mengukur suhu tubuhnya.

Tidak terasa panas sama sekali, malah Jeno merasa kulit Yuta yang dingin. Jeno mengangkat tubuh Yuta, membawanya kekasur dan dibaringkan. Jeno juga menyelimuti tubuh Yuta dengan selimut hangatnya.

Satu tangan Jeno terulur mengusap kepala Yuta. "Aku panggilkan dokter sekarang!" Jeno meraih ponselnya yang ada di meja nakas, lalu ia mencari kontak dokter yang ia kenal dan langsung menghubunginya.

Menunggu beberapa saat, sambungan mereka terhubung.

"Halo?"

"Dokter Byun, bisa datang ke mari sekarang? Akan ku kirimkan alamatnya."

Sambungan telepon diputuskan oleh Jeno, lalu ia mengetik alamatnya pada dokter yang baru saja ia hubungi Setelahnya, ia kembali pada istrinya yang terbaring lemah dikasur mereka.

Sungguh sakit rasanya melihat istri tercintanya jadi seperti ini. "Sayang ..." lirih Jeno. Yuta membuka matanya kembali, menatap lemah suaminya.

"Aku akan membuatkan bubur untuk mu dulu, agar perutmu tidak benar benar kosong"

Yuta mengangguk lemah. Dan segera Jeno beranjak dari tempatnya, kembali menuju dapur untuk membuatkan bubur.

Tak berselang lama, Jeno kembali dengan membawa nampan berisikan mangkuk bubur dan segelas air putih. Jeno meletakkan nampanya diatas meja nakas, lalu ia duduk dipinggiran kasur dekat dengan istrinya.

Satu tangan Jeno terulur-menyentuh kepala Yuta. "Sayang, bangun, makan buburnya dulu," ucapnya dengan lembut.

Mata yang semula terpejam itu, perlahan terbuka dan Yuta mendudukkan posisinya.

Jeno mengambil mangkuk buburnya, lalu ia menyuapi bubur itu pada Yuta. Disaat seperti ini, Jeno jadi teringat saat ia merawat Yuta di rumah sakit dulu. Sungguh enyakitkan melihat wajah istri tercintanya jadi pucat seperti ini.

Sedang fokus menyuapi YUta, terdengar suara bel rumahnya yag berbunyi. Jeno meletakkan kembali mangkuknya. "Aku kedepan sebentar," kemudian pemuda april itu beranjak dari tempatnya untuk menyambut tamu yang datang.

Jeno embuka pintunya, dan langsung berhadapn dengan seornag dokter yang sudah ia hubungi sebelumnya. "Silahkan masuk, dokter Byun"

Dokter bernama lengkap Byun BaekHyun itu, masuk kedalam setelah Jeno mempersilahkannya.Kemudian, Jeno mengantarkan dokter Byun menuju kamar mereka dimana istrinya berada.

"Tadi pagi dia tiba tiba muntah, dan badanya sangat dingin," kata Jeno memberitahukan kondisi istrinya.

Dokter Byun langsung mengeluarkan alat periksanya utnuk segera memerikasa kondisi Yuta lebih dalam lagi.

Perasaan risau dan khawatir yang berpadu menjadi satu menyelimut Jeno, begitu mendapati dokter Byun hanya diam saja sembari memeriksakan kondisi istrinya.

"Jadi ... bagaimana kondisi istri saya, dok?"

Dokter Byun, melepas stetoskop yang terpasang ditelinganya. "Kalau menurut pemerikasaan ku, dia anemia. Detak jantungnya sangat lemah, sebaiknya kau membawa dia ke rumah sakit agar bisa mendapat pemerikasaan lebih lanjut," kata dokter itu.

"Anemia? Sebelumnya Yuta tidak pernah anemia"

"Maka dari itu, ku sarankan untuk membawanya kerumah sakit. Di sana kau bisa tahu mengapa Yuta bisa mengalami anemia"

Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang