61

191 16 1
                                    

Malam yang tenang perlahan mulai menyingkir dari peradaban digantikan dengan sang surya yang memancarkan cahaya lembut yang menyelinap dari ufuk timur.

Bunyi jam weker yang telah di setel mulai terdengar membelah keheningan pagi dengan nada yang nyaring dan tegas. Seperti loncenga kecil ang berdering tak kenal lelah. Satu buah tangan terulur meraih benda yang berbising itu lalu mematikannya.

Ia membalikkan tubuhnya yang seketika langsung berhadapan dengan sang pendamping hidupnya yang masih terlelap dalam tidur yang damai.

Melihat itu, ia tersenyum. Wajah tidur suaminya benar benar terlihat polos dan murni seperti anak kecil, hingga ia menyentuh rahang yang tegas itu menggunakan tangannya. Sedikit ia memberikan usapan lembut di pipi menggunakan ibu jari.

"Jeno, bangun, sudah pagi," katanya dengan suara yang terdengar serak khas bangun tidur.

Kedua kelopak mata itu terlihat bergetar dan mulai perlahan terbuka. Samar samar wajah cantik istrinya mulai terlihat jelas. Sungguh cantik meski baru bangun tidur. Senyum pun langsung terukir di wajahnya. "Wah, sepertinya aku telah di bangun kan oleh malaikat cantik," ujar Jeno dengan suara serak khas bangun tidur.

Mendengar ucapan itu, Yuta hanya mengulas senyum di wajahnya. Setelahnya, Yuta bangun dari rebahan lalu turun kasur menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya.

Di kamar mandi, Yuta berdiri tepat di depan cerminnya. Wajah kantuk masih melekat. Kedua mata yang masih setengah terbuka, kondisi rambu yang tak beraturan. Yuta menylakan kran, menangkupkan kedua tangannya untuk menampung air sampai berlimpah lalu mengusapkannya ke wajah.

Rasa air segar menyapu kulit wajahnya, membangkitkan kesadaran dan mengusir sisa kantuk yang masih tersisa. Dalam sekejap Yuta merasakan wajahnya jadi ringan dan segar, lalu ia menegakan kembali menatap cermin dengan pandangan yang lebih cerah.

Setelah dari kamar mandi, Yuta beralih menuju dapur. Tanpa pikir panjang, Yuta membuka kulkas, mengeluarkan berbagai bahan untuk diolah menjadi makanan pada pagi ini.

Dengan cekatan Yuta, menyiapkan bahan bahan untuk sarapan. Suara gemerisik ttukbaegi dan papan penggorengan mengisi udara, menyeruakkan aroma masakannya yang begitu khas sampai tercium oleh seorang yang masih terlelap dalam tidurnya.

Jeno membka kedua matanya lalu bangun dari rebahannya. Aroma masakan ini benar benar telah berhasil mengundang rasa laparnya, membuatnya segera turun dan beranjak dari kasur.

Sampai Jeno di dapur, ia mendapati sang istri yang tengah berkutat dengan alat masakan. Pemandangan dari belakang yang diperlihatkan sungguh syahdu di matanya. Jeno kembali melangkahkan kedua kakinya untuk mendekat pada sang istri, kedua tangan kekarnya melingkar di perutnya yang membesar, wajahnya disembunyikan di perpotongan leher istrinya.

Berkat pelukan tiba tiba dari suaminya, Yuta dibuat sedikit tersentak karenanya. "Jeno, aku sedang memasak." Yuta menghentikan aktivitasnya sejenak, membalikkan tubuhnya agar bisa berhadapan dengan pemuda aprilnya ini.

Wajah kantuk yang masih melekat diwajah tampan ini, benar benar terlihat begitu jelas. "Basuh dulu wajahmu, Jeno," kata Yuta dengan lembut.

Bukannya langsung melakukan apa yang dikatakan Yuta, Jeno malah mengerucutkan bibirnya, memberikan kode kepada sang istri untuk memberikan ciuman di sana.

Paham akan yang diinginkan, Yuta menangkup wajah Jeno lalu segera memberikan kecupan singkat di bibir suaminya. "Sudah!"

Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, Jeno melepas pelukannya lalu berjalan menuju wastafel dan membasuh wajahnya. Yuta tak memalingkan pandangannya dari Jeno yang tengah membasuh wajahnya itu, tingkah suaminya ini benar benar seperti anak remaja yang sangat manja pada ibunya.

Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang