45

307 18 2
                                    

Sarapan kali ini berbeda dari makan malam semalam. Jeno sudah tidak lagi mendiamkan Yuta, malah pagi ini dia terlihat lebih banyak mengobrolnya. Sementara Yuta, lebih banyak diamnya untuk mendengarkan cerita sang suami.

"Hari ini kau akan pergi keluar lagi?" tanya Jeno, setelah menyelesaikan kisahnya.

Yuta nampak memikirkan jawaban dari pertanyaan suaminya. Seharian kemarin dihabiskan dengan bermain bersama dua pengawal, kali ini Yuta memikirkan apa yang akan ia lakukan hari ini.

"Aku rasa tidak, aku ingin berada dirumah. Kemarin sudah terlalu menguras tenaga saking asyiknya," jawab Yuta.

"Baiklah kalau begitu"

"Kau tidak akan mengirimkan pengawal lagi kan?"

"Kenapa, kau ingin aku memanggilkan pengawal?"

"Tidak, cukup panggil saja saat aku ingin keluar, kalau dirumah tidak usah"

Jeno tertawa kecil, "baiklah, tapi pastikan kau tidak membukakan pintu untuk orang asing!"

"Tanpa kau memberitahu ku tentang itu, aku suda tahu!"

Satu tangan kekar Jeno terulur mengusap usap kepala sang istri sampai rambutnya berantakan. Yuta segera menyingkirkan tangan suaminyadari kepalanya. "Kau membuat rambutku berantakan!" keluhnya.

Setelah berpamitan dengan sang istri, Jeno berajalan menuju mobilnya dan masuk kedalam sana. Sebelum benar benar pergi, Jeno menurunkan jendela kaca, melambaikan tangannya pada Yuta.

Yuta membalas lambaian tangan suaminya itu, sampai mobil melaju meninggalkan kediamannya. Pandangan Yuta masih tertuju pada mobil yang ditunggangi suaminya sampai hilang di belokan sana.

Yuta kembali masuk kedalam rumahnya. Berdiri diam diruang tengahnya, memikirkan suatu kegiatan yang ingin ia lakukan sendirian dirumah ini. "Apa yang harus aku lakukan? Bermain game?"






Jeno telah sampai di kantornya, langsung saja ia membawa langkahnya menuju ruangannya berada. Kehadiran Jeno, disambut hangat oleh para karyawan disaat Jeno lewat didepan mereka.

Tiba di arah menuju ruangannya, kehadirannya pun juga disambut hangat oleh sekretarisnya, Jaehyun.

"Selamat pagi, pimpinan Lee," sapanya, ramah.

Jeno mengulas senyum diwajahnya, "Selamat pagi sekretaris Jung!" balas Jeno, riang. Lalu, pemuda april itu memasuki ruangannya.

Jaehyun menatap heran pimpinannya yang dirasa berbeda, tidak seperti kemarin yang terus menekuk wajahnya. "Dia terlihat senang sekali, menggemaskan," gumam Jaehyun, yang sialnya didengar oleh seeorang yang entah muncul dari mana.

"Kalau menggemaskan pacari dia!" katanya tiba tiba, membuat Jaehyun terperenjat kaget.

"Direktur Lee! Anda mengejutkan saya!"

"Penawaranku masih berlaku, Jaehyun. Kalau kau mau, aku bisa membantu mu mendapatkan Jeno"

Jaehyun duduk dikursinya, mengabaikan kehadiran kawan menyebalkannya ini. "Jawaban saya masih tetap sama, saya tidak butuh tawaran murahan anda!" balas Jaehyun, sembari menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

Tak ingin menyerah begitu saja, Taeyong menekuk kedua lututnya-menyamakan tingginya dengan meja Jaehyun. "Oh ayolah, terima saja, tidak ada ruginya kau menerima tawaranku," bujuknya.

Jari jemari lentik yang bergerak dipapan ketik itu, terhenti. Kepalanya menunduk hingga pandangan mereka saling bertemu. "Direktur Lee, apakah anda tidak memiliki pekerjaan? Jika anda masih berada disini akan saya laporkan langsung pada pimpinan Lee!" ancam Jaehyun, dengan tegas.

Taeyong membuang wajahnya kesamping, sambil berdecih begitu mendapatkan ancaman dari kawannya ini. "Dasar manusia ice!" Taeyong berdiri, "kalau kau tidak mau diajak bekerja sama, akan aku lakukan sendiri saja!" lalu Taeyong memutar haluan, meninggalkan tempat ini.

Pandangan Jaehyun tertuju pada punggung Taeyong yang semakin menjauh dan hilang di belokan itu. Helaan nafas keluar dari mulutnya, merasa lelah menghadapi tingkah kawannya yang selalu diluar kemampuannya.








Malam ini, pertemuan besar besaran tengah berlanjut. Sebuah pertemuan yang diadakan di mansion baru mereka. Mengundang pimpinan organiasi bawah tanah yang bekerja sama dengan mereka.

Banyak yang hadir, membuat kesan meriah di kediaman ini.

Haechan dan Jaemin, berdiri ditengah tengah kerumunan orang orang dengan senyum merekah diwajah mereka.

"Perkenalkan, kami adalah pimpinan baru di organisasi ini, menggantikan bos kami sebelumnya yang sudah tua rentan," kata Haechan, sebagai salam pembuka.

"Menggantikan, atau kalian yang merebut kekuasaannya?" tanya salah satu pimpinan yang hadir diacara ini.

"Merebut?" Jaemin mendengus dengan satu sudut bibirnya tertarik keatas, "kasar sekali anda menyebutnya. Kami mendapatkan kekuasaan ini sama seperti yang kalian lakukan, jadi jangan membuat seakan kami melakukan kesalahan besar"

Mendengar ucapan Jaemin tadi, menarik perhatian seorang pria bertubuh tinggi dan besar. Terlihat pria itu menginjak usia setengah baya, nampak dari rambutnya yang sudah banya ubannya.

Tapi meski begitu, tubuh pria itu masih terlihat sangat bugar dan sehat.

Pria tua dengan wajah tegasnya mengambil satu langkah maju kedepan. Gelas champagne berada digenggamannya. "Tidak peduli dengan bagaimana kalian mendapatkan kekuasaan ini, yang jelas jangan sampai kalian berbuat masalah yang bisa merusak kerjasama kita," ujarnya, dengan suara baritonnya.

Pria itu mengangkat gelas champagne nya ke atas. "Selamat atas kepimpinan baru kalian!" Lalu, sorak sorai memeriahkan suasana pesta malam ini.

Haechan dan Jaemin, meminum air berbuih berwarna emas itu tanpa memutuskan pandangannya pada pria itu.









Disaat Yuta tengah menikmati acara tv siangnya, terdengar suara bel yang berbunyi. Yuta mendekat pada sebuah alat yang memperlihatkan seseorang di luar, dan Yuta menekan tombol microfont untuk bisa berbincang pada orang itu.

"Siapa anda?" tanya Yuta, hati hati.

"Saya hanya ingin mengirim paket untuk anda dan anda harus menandatangani sebagai bukti penerimaan," jawabnya.

Mendengar itu, seketika Yuta memiringkan kepalanya karena belakangan ini ia merasa tidak membeli apapun. "Apa paket punya Jeno?" Tak ingin membuang waktu lagi, Yuta membuka pintunya.

Langsung saja, tukang pengirim paket menyerahkan barangnya pada Yuta, juga buku kecil untuk mendapatkan tanda tangannya. "Silahkan tanda tangan di bawah sini," katanya.

Yuta menandatangani buku kecil itu, lalu pengirim paket langsung pamit undur diri. "Terimakasih, semoga hari anda menyenangkan!"

Yuta menatap heran sekotak paket ditangannya, lalu ia masuk kembali kedalam rumahnya. Yuta kembali duduk di kursi sofa, membaca kertas yang menempel di paket.

Tidak ada nama yang tertera dari pengirim, hanya nama penerima yang tertulis dan nama penerimanya adalah Yuta yang artinya paket ini untuk dirinya.

"Paket dari siapa?"

Karena penasaran dengan isinya, Yuta membuka paketnya dan ia mendapati beberapa foto dirinya yang tak senonoh. Yuta langsung membuang paket itu, membuat foto foto dirinya berserakan dilantai.

Yuta nampak begitu terpukul dengan foto foto itu. Ingatan kabur mulai memaksa untuk kembali terputar, membuat kepalanya merasakan pening yang luar biasa.

"I-itu ... bukan aku ... itu bukan aku ..."

Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang