48

317 20 1
                                    

Pagi harinya setelah menikmati akhir pekan bersama sang istri dirumah, hari ini Jeno terpaksa harus meninggalkan istri tercintanya lagi untuk pergi bekerja. Saat ini mereka tengah berpelukan di teras, berat rasanya meninggalkan Yuta.

Apalagi, saat ini Yuta tengah mengandung, dan menurut dokter kandungan istrinya terbilang sangat beresiko jika Yuta terlalu banyak aktivitas sampai membuatnya kelelahan, dan jangan sampai membuat Yuta berada dibawah tekanan yang berat.

"Pastikan semua pintu terkunci," ucap Jeno.

"Hm," balas Yuta, singkat.

Jeno semakin mengeratkan pelukannya. "Jangan bukakan pintu untuk orang asing lagi, meski itu kurir paket"

"Aku mengerti, Jeno"

Jeno melepaskan pelukannya, sembari menunjukkan raut sedihnya. "Akan ku usahakan untuk pulang sedikit lebih cepat, dan membawakan mu makanan enak"

Yuta menarik kedua sudut bibirnya keatas. "Iya sayang ... aku akan menunggu mu disini, dan tidak akan pergi kemana pun," balasnya dengan lembut.

"Ya sudah kalau begitu, aku berangkat dulu"

Yuta mengangguk.

Kemudian, dengan langkah yang berat, Jeno mendekati mobilnya da masuk kedalamnya. Sebelum benar benar pergi, Jeno menurunkan jendela kaca mobinya, melambaikan tangan pada Yuta.

Yuta membalas lambaian tangan itu, dan mobil mulai berjalan menjauh sampai hilang dari pandangan Yuta.

Yuta kembali masuk kedalam rumahnya, mengunci setiap pintu dan jendela seperti yang Jeno katakan. Yuta sungguh tidak mengerti dengan maksud suaminya sampai harus begini kepadanya.

Bukannya Yuta tidak menyukainya, hanya saja, ini sangat terasa begitu aneh bagi Yuta. Tak berselang lama, beberapa mobil datang dan sekumpulan orang orang bertubuh besar besar keluar dari mobil, dan seketika mereka mengelilingi rumah ini. Menjaga dan mengawasi sekitar.

Yuta melihat orang orang yang dikirimkan oleh Jeno, untuk menjalankan tugas yang telah diberikan. Yaitu mengawasi dan menjaga.

Yuta menghela nafasnya, "aku merasa seperti tahanan saja," ucapnya pada diri sendiri. Yuta menutup tirai jendelanya, lalu melangkah masuk kedalam kamarnya.

Yuta mendudukkan dirinya dikasur empuknya, meraih ponsel yang berada dimeja nakas lalu mencari kontak ibunya. Yuta ingin memberi berita mengenai dirinya kepada sang ibu.

Panggilan sedang menyambungkan, dan tak lama sambungan terhubung. Yuta melakukan panggilan video.

"Yuta, lama tidak menghubungi ibu," ucapnya dari sebrang sana.

Yuta menglas senyumannya, "maaf ... terlalu lama bersama Jeno, membuat Yuta lupa dengan segalanya."

"Dasar kau ini"

"Hehehe ..." kekeh Yuta, "oh iya ada yang ingin Yuta sampaikan pada ibu"

"Apa itu?"

Senyum yang terukir diwajah Yuta semakin lebar, jantungnya berdegup sedikit lebih cepat karena merasa gugup seketika. "Kemarin Yuta masuk ke rumah sakit-"

"Rumah sakit!" seru Yui yang seketika panik mendengar ucapan anaknya barusan. "Kau sakit apa Yuta?!"

Mendapati ibunya yang begitu khawatir, Yuta langsung menggeleng, "tidak ... Yuta tidak sakit, tapi ... Yuta tengah mengandung, jadi sebentar lagi ibu akan mempunyai seorang cucu"

Seketika suasana menjadi hening. Yui terdiam mendengar kondisi anak semata wayangnya. Kedua matanya terbuka lebar.

Yuta mendapati ibunya tak bereaksi sama sekali, pun ikut terdiam dengan raut bertanya. "I-ibu ... kau baik baik saja?"

Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang