31

413 31 0
                                    

Jeno kembali dengan membawa minuman yang akan diberikan pada Yuta. "Yuta, ini minuman mu," ujar Jeno sembari menyerahkan satu cup minuman pada Yuta. Yuta menerimanya, dengan matanya yang mengedar di belakang kekasihnya berdiri.

"Dimana ibu? Bukankah tadi ikut dengan mu?" tanya Yuta.

"Katanya tadi ada urusan, jadi langsung pergi saat di cafe," jawab Jeno yang di angguki oleh Yuta.

"Yuta.." Jeno memanggil.

"Hm?"

"Apa menurut mu aku ini egois?"

"Maksudmu?"

Jeno menundukkan kepalanya, juga mengepalkan kedua tangan di sisi sisi tubuhnya. "Saat kau masih dalam kondisi koma, ibu mu terus menghubungi ku. Ibu mu mengirimkan banyak pesan, dan terus meneleponku. Tapi aku mengabaikan semua itu. Aku sengaja mengabaikan setiap panggilan ibu mu, dan pesan yang dikirimkan."

Jeno menarik nafasnya dalam dalam lalu menghembuskan nya, "karena aku tidak ingin ada orang lain yang mengganggu dan tidak ingin ada orang lain yang mengusik kedamaian kita, termasuk ibu mu."

"Saat malam aku menemukan mu waktu itu, mengeluarkan mu dari mobil, ibu mu datang sambil menangis. Lalu aku mendengar jika ayah tirimu akan mengamankan kedua anaknya dari ku. Itu membuatku tidak bisa menerimanya!"

Kedua... Anaknya?

Jeno mulai merasakan gemuruh dalam dadanya, "aku marah! Aku memberi pukulan tepat di wajah tuan Na, lalu ibu mu menghalangi. Dan sejak saat itu, aku mulai membenci ibu mu dan tidak ingin mempertemukan mu pada ibu mu."

Kedua mata Jeno perlahan menghangat, pandangannya kabur tertutup buliran air matanya. "Bahkan saat datang kemari, aku benci dengan kehadirannya. Aku tahu ibu mu bermaksud baik, hanya saja... Hanya saja aku..." Jeno merasa berat mengeluarkan semua kata kata yang ingin diucapkan.

Air mata di pelupuk itu menetes membasahi pipi saat Jeno kembali mengangkat wajahnya, "Yuta... apa aku ini termasuk orang yang egois? Aku telah menjauhkan mu dari ibu mu! Apa aku benar-benar orang yang sangat egois?"

Baru kali ini Yuta melihat kekasihnya menangis seperti ini. Membuat hatinya terasa teriris. Tangan Yuta terulur-meraih wajah Jeno yang basah berkat air matanya. Mengusapnya dengan ibu jari. "Iya, kau sangat egois," jawab Yuta.

Mendengar itu, pertahanan Jeno semakin runtuh. Kepalanya kembali menunduk ke bawah dan tangisnya semakin pecah. Yuta menarik tubuh kekasihnya, mendekap dengan erat sehingga suara tangis Jeno tidak terlalu terdengar.

"Kau sangat egois. Benar-benar pria yang egois. Tapi kau melakukan semua ini demi aku bukan?"

Jeno menjauhkan dirinya hingga pelukan mereka terlepas. Menatap nanar kekasihnya.

"Saat mendengar kau mencoba untuk menjauhkan ku dari ibu ku, itu membuatku sakit. Ingin rasanya aku marah dan menampar wajah mu, meski selama ini kau yang telah merawat dan menemani saat aku belum membuka mata."

"Tapi sepertinya aku tidak bisa melakukan hal itu, karena melihat mu menangis seperti bayi ingin rasanya aku memeluk mu saja," Yuta mengukir senyuman di wajahnya. Sebuah senyuman yang dapat membuat Jeno merasa tenang.

Kembali Yuta menarik Jeno agar masuk dalam pelukannya, "aku akan memarahi mu nanti setelah keluar dari rumah sakit ini. Untuk saat ini, mari kita fokus saja pada diri kita sendiri. Tidak usah memikirkan yang lain, mengerti?"

Jeno mengangguk dalam dekapan Yuta, dan membalas pelukannya dengan erat. Yuta mengusap punggung kekasihnya juga surai belakang, menyalurkan ketenangan untuk kekasihnya.




Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang