65

162 11 1
                                    

Sup penghilang pengar kini telah habis disantap oleh Jaehyun. Tubuhnya pun juga terasa lebih ringan dari sebelumnya, dan pening di kepalanya tak lagi menganggu. "Bagaimana? Sudah agak mendingan?" tanya Jeno, tersenyum senang melihat Hyung-nya menghabisan makanannya.

Jaehyun mengangguk. "Hm, supnya enak," jawabnya.

Senyum Jeno semakin mengembang begitu Jaehyun memberikan pujian. Kemudian hening menyelimuti mereka sesaat, hanya diisi dengan suara dentingan jam.

"Aku senang kau suka," ucap Jeno yang kembali memecah keheningan diantara mereka.

Kemudian Jeno menatap mangkuk dan ttukbaegi yang sudah kosong itu, lalu menumpuknya jadi satu dan membawanya ketempat cuci piring. Jaehyun kembali memperhatikan punggung Jeno yang bergerak cekatan, seakan sudah terbiasa dengan hal hal semacam ini.

Padahal, dulu pemuda april itu sangat anti mengerjakan pekerjaan rumah , namun sejak menikah dengan orang lain, Jeno jadi terlihat lebih terampil dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Jaehyun benar benar terpegun melihat sisi yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

Jaehyun duduk diam, mengamati setiap gerak gerik Jeno yang begitu luwes mencuci peralatan makannya dengan cekatan. Di mata Jaehyun, Jeno benar benar terlihat lebih dewasa, dan penuh tanggung jawab.

Ingin rasanya Jaehyun terus menikmati pemandangan ini selamanya, tapi mengingat bahwa pemuda april itu bukanlah miliknya. "Aku yakin, Yuta pasti bangga mempunyai suami seperti mu," kata Jaehyun.

Jeno tersenyum tipis, sorot matanya melembut beitu mendengar nama Yuta disebut. "Terimakasih, Hyung. Tapi, ak masih haru banyak belajar, karena aku ingin menjadi suami yang pantas untuk Yuta," ucapnya rendah hati. Ukiran senyum di wajah Jeno menerbitkan kehangatan yang berbeda dalam tatapannya, seakan ia mengenang kembali kebersaaan dengan istrinya yang tak pernah bisa tergantikan.

Jaehyun turut mengembangkan senyuman, meski ada rasa getir yang ia sembunyikan di balik wajahnya. Hatinya serasa pedih disayat ribuat pisau, namun ia tetap menjaga agar tidak terlalu menunjukkan sakitnya. "Kau sudah melakukan yang terbaik," sahutnya, berusaha untuk tetap tenang.

Kemudian hening kembali memenuhi ruangan ini, mereka berdua tenggelam dalam pikiran masing masing. Jeno dengan segala kenangan tentang Yuta, sedangkan Jaehyun, yang hanya bisa menikmati kehadiran Jeno dari kejauhan.

Kau pasti sangat mencintainya, Jeno.

Melihat Jeno yang masih mengembangkan senyum di wajahnya, yang sudah dipastikan sedang memikirkan Yuta, terlintas dalam benak Jaehyun tentang Taeyong yang mencoba mendekati istri pimpinannya ini.

Jaehyun tahu, jika ia memberitahukan hal ini pada Jeno, maka nyawa kawannya itu yang menjadi taruhannya. Mengingat bagaimana cara Jeno ingin menyingkirkan orang orang yang mencoba merebut Yuta. Jeno pasti akan membunuh Taeyong kalau sampai tahu hal ini.

"Jeno," panggil Jaehyun.

"Iya?" jawab Jeno.

Ada rasa yang sangat ingin Jaehyun ucapkan, tapi kata kata itu terasa menggumpal di tenggorokannya, seakan menolak untuk keluar. Kepala Jaehyun menunduk, mencoba untuk mengumpulkan kekuatan untuk mengungkapkan perasaannya.

"Kalau saja ..." Jaehyun menautkan kedua tangannya lalu merematnya dengan erat. "Ada orang selain Haechan dan Jaemin, mengincar Yuta, apa yang akan kau lakukan?"

Senyum seketika luntur dari wajah Jeno, ekspresi lembutnya berubah menjadi serius. Kedua matanya menatap Jaehyun dengan sorot yang tajam. "Apa kau bilang?" tanya Jeno dengan suara rendah.

Jaehyun mengangkat wajahnya, menatap raut serius Jeno yang terlihat menyeramkan itu. "Ada satu orang yang mencoba mendekati Yuta, selain merea berdua!"

Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang