30

529 30 0
                                    

Pertahanan Yui semakin hancur. Yui terus memohon pada Jeno untuk tidak tersulut api lebih dari ini. Perlahan tubuh Yui merosot dan jatuh diatas kedua kaki Jeno. Tangis Yui pun juga semakin menjadi.

Yui tidak ingin suaminya terluka, dan tak ingin Jeno semakin tersulut api kemarahan. Yui terus bergumam kata mohon pada Jeno, berharap pemuda april itu akan luluh hatinya.

"Hanya untuk kali ini saja," ucap Jeno. Seketika Yui mengangkat wajahnya. Yui merasakan sedikit angin segar mendengar ucapan Jeno barusan.

"Hanya untuk kali ini, jika aku mendapati mereka menyentuh Yuta sedikit saja saat itu mereka akan ku bunuh dengan kedua tangan ku sendiri"

Jeno menjauh, kembali pada kekasihnya. tubuh Yuta diangkat dan masuk kedalam salah satu mobil, "kita ke rumah sakit sekarang," ujar Jeno kepada sang sopir. Kemudian mobil melaju meninggalkan lokasi bersama tuan Na dan Yui yang masih berada di sana.

Sesampainya di rumah sakit, Yuta langsung diarahkan menuju instalasi gawat darurat dan segera mendapatkan penanganan dari ahlinya. Kini Jeno tengah menunggu di depan ruang operasi, mengingat luka yang didapati kekasihnya yang terbilang parah.

Jeno tak henti hentinya merapalkan sebuah doa kepada sang penguasa langit meminta kemudahan dalam penyembuhan kekasihnya.

Beberapa jam kemudian, dokter yang menangani Yuta keluar. Jeno langsung menyambut dokter itu dengan raut khawatir yang tidak bisa lagi disembunyikan. "Bagaimana dengan keadaan kekasih saya dokter?" tanya Jeno.

"Kami tadi sempat mengalami sedikit masalah, pendarahan pada kepalanya tidak mau berhenti. Tapi anda tidak perlu khawatir, semua sudah kami tangani. Kini pasien berada di ICU karena masih harus terus dipantau" jelas sang dokter itu.

"Kapan kira kira kekasih saya bangun?"

"Kami belum bisa memastikan hal itu. Karena kondisi setiap pasien berbeda beda"

"Baiklah kalau begitu, saya mengerti. Apa saya bisa melihat kondisi kekasih saya?"

"Tentu!"

Kemudian Jeno diarahkan menuju ICU dimana kekasihnya itu berada. Sebelum memasuki ruangan, Jeno diminta untuk mengenakan masker dan pakaiannya dibungkus dengan semacam plastik menyerupai baju. Untuk meminimalisir masuknya kuman kedalam ruangan.

Jeno melihat kondisi Yuta yang dipasangi berbagai alat bantu penompang hidupnya. Sungguh sakit rasanya melihat Yuta berbaring tak sadarkan diri di tempat seperti ini. Air mata Jeno kembali mengalir membasahi pipi juga maskernya, rasanya dunianya hancur seketika.

Tangan kekar Jeno terulur meraih tangan Yuta yang terasa begitu dingin, menggenggamnya cukup kuat lalu menumpahkan segala kesedihannya di sana.

Hari demi hari telah berlalu. Kondisi Yuta telah semakin membaik, dan akan dipindahkan ke kamar rawat inap di rumah sakit ini. Telah terhitung 14 hari Yuta dirawat di ruang ICU, dan siang ini Yuta dimasukkan kedalam bangsal VVIP oleh Jeno, karena pemuda april itu ingin memberikan yang terbaik untuk kekasihnya.

Yuta tak perlu lagi menggunakan banyak alat yang membantunya tetap bertahan. Hanya tersisa alat bantu pernafasan dan pendeteksi jantung saja yang masih melekat pada tubuh Yuta.

Selama Yuta dirawat, Jeno selalu berada disamping Yuta. Tak sedikitpun pemuda april itu beranjak, kecuali ke kamar mandi. Jeno tidak ingin ketinggalan informasi tentang kondisi Yuta, sampai sampai ia merelakan pekerjaannya di handle oleh orang terpercayanya. Jeno juga tak henti hentinya merapalkan doa untuk kesembuhan Yuta.

Hari demi hari berganti menjadi minggu. Dan minggu demi minggu, berganti menjadi bulan. Memasuki bulan ke 5.

Jeno menggenggam tangan Yuta yang terasa semakin kurus, menempelkan ke dahinya, "Yuta, kapan kau akan membuka matamu? aku sangat merindukan mu" ucap Jeno dengan suaranya yang terdengar lemah.

Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang