39

307 17 1
                                    

Paginya setelah sarapan, Jeno dan Yuta bersiap siap menuju kantor. Yuta membantu merapihkan dasi yang terikat dileher Jeno, sementara pemuda april itu merapihkan rambut Yuta.

"Sudah rapi!" kata Yuta, bersemangat.

"Kita berangkat sekarang?"

"Hm!" Yuta mengangguk tegas.

Jeno dan Yuta keluar dari rumah, yang di sana sudah disambut oleh sopir yang membukakan pintu mobil untuk mereka. Jeno mempersilahkan Yuta masuk terlebih dahulu, baru setelah itu dirinya.

Jantung berdebar bersamaan dengan perasaan yang begitu antusiasnya.

Selama di perjalanannya, Yuta tak henti hentinya menatap kearah luar jendela seraya mengukir senyum manis diwajahnya. Jeno yang tadi sibuk dengan tabletnya, karena harus melihat rangkaian acara hari ini jadi teralihkan atensinya oleh Yuta.

Melihat sang istri yang tersenyum itu, membuatnya turut tersenyum juga.

Sampai digedung perusahaan, kedatangan mereka disambut oleh berbagai macam orang yang berkerumunan bersama kamera mereka. Tak hanya itu, banyak juga jurnalis yang merebut barisan paling depan.

"Jeno, kenapa ada banyak orang?" tanya Yuta, terheran heran.

"Karena hari ini adalah hari terpenting," jawab Jeno.

Pintu mobil di bukakan dari luar. Jeno keluar terlebih dahulu, dan langsung saja banyak wartawan an jurnalis yang berebutan.

Melihat bagaimana suaminya dikerumuni banyak orang, membuat Yuta merasa gugup seketika. Tak lama kemudian, Jeno membungkukkan badannya sembari mengulurkan tangannya ke arah Yuta.

Yuta menerima uluran tangan suaminya, perlahan ia keluar dari mobil. Sama seperti Jeno tadi, setelah Yuta keluar, banyak kamera yang mengarah kepadanya dan banyak jurnalis yang langsung melontarkan banyak pertanyaan untuknya.

Dikelilingi banyak orang membuat Yuta merasa tak nyaman, kepalanya menunduk seketika. Meski sudah banyak juga penjaga yang melindungi agar orang orang itu tak sampai melukai Yuta dan Jeno.

Mengerti akan apa yang dirasakan sang istri, Jeno langsung merangkul tubuh Yuta dengan begitu posesifnya lalu mereka masuk kedalam gedung bersama.

Berebeda dari keadaan di luar, penyambumtan didalam jauh lebih tenang. Yuta jadi sedikit lebih tenang. Salah satu seorang pria berusia setengah baya mendekat, dengan tangannya terulur pada Jeno.

"Selamat datang, pimpinan muda kami," ujarnya.

Jeno menerima uluran tangan itu hingga terciptalah sebuah jabatan tangan mereka berdua. Jeno tersenyum, "Selamat pagi direktur Park, apa kabar anda?"

"Tentu, demi hari ini kabar saya baik!"

Setelahnya, banyak direktur yang turut berjabat tangan dengan Jeno.

Park Chanyeol, atau biasa dipanggil direktur Park, melirik kearah belakan Jeno, begitu irisnya menangkap sosok asing ini. "Ngomong - ngomong pimpinan Jeno, siapa wanita cantik di belakang anda ini?" tanyanya.

Jeno menoleh ke arah belakang, menarik istrinya dengan lembut. Senyum terukir di wajah Jeno. "Dia adalah istri saya, namanya Na Yuta," jawab Jeno, bangga.

"Wah, anda mempunyai istri yang cantik!"

Mendengar pujian itu, Yuta memasang wajah senyum ramahnya, "terimakasih, tuan," jawabnya.

Direktur Park memasang raut terekjut begitu mendengar suara Yuta yang tidak seperti perkiraannya. "Oh maaf, saya kira anda wanita," ucapnya yang terdengar menyesal.

Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang