49

297 16 0
                                    

Siang ini Yuta habiskan waktu bersama kedua orang tuanya. Tuan Na dan Yui, telah sampai di rumah ini dengan selamat. Saat ini Yuta dan Yui duduk bersebalahan di ruang tengah, tangan Yui menyentuh perut Yuta yang masih rata tapi merasakan sedikit tonjolan disana.

"Apa disini benar ada janin?" tanya Yui yang masih belum menyangka.

"Iya ibu, mau ku tunjukkan fotonya?" Yuta beranjak dari tempatnya menuju kamar untuk mengabil hasil USG kandungannya. Lalu tak lama kemudian, ia kembali dengan beberapa foto hitam putih ditangannya dan diserahkan pada Yui.

Yui menerima foto itu dengan kedua tangannya yang bergetar. Meski tidak terlalu jelas, tapi Yui tahu kalau itu adalah foto janin.

Melihat betapa mungilnya jabang bayi dalam perut anaknya, membuat kedua mata Yui menghangat dan pandangannya terhalang buliran air. Yui mengangkat wajahnya, mempertemukan iris Yuta yang berdiri didepannya.

"Anakku sebentar lagi akan menjadi orang tua ..." gumamnya. Yui menarik tangan Yuta. Yui berdiri dari duduknya lalu memeluk erat Yuta "... Ibu benar benar tidak menyangka kau mengalami keajaiban yang luar biasa seperti ini ..."

Terdengar suara isakan tangis yang berasal daari ibunya, Yuta membalas pelukannya. "Ibu senang dengan keajaiban ini?"

"Tentu saja!" Yui melepaskan pelukannya, menangkup wajah Yuta menggunakan kedua tangannya. "Ibu sangat terharu mendengar kabar ini, ibu sampai bingung harus bagaimana mengungkapkan perasaan bahagia ini..."

Yuta mengusap wajah Yui, menghapus jejak air mata dari wajah cantik ibunya. "Yuta akan menjaga dan merawat bayi ini sampai lahir ke dunia, agar bisa merasakan pelukan ibu yang sangat hangat"

Yui tersenyum, "ibu jadi tidak sabar menanti kehadirannya"

Tuan Na yang tadi berada didapur, ikut bergabung dengan nampan kecil berisika tiga gelas cangkir teh hangat. Tuan Na meletakkannya di atas meja. "Selamat atas kehamilan mu, Yuta. Ayah benar benar tidak menyangka pada keajaiban ini"

"Terimakasih ayah,"




Sebuah pesawat jet pribadi telah mendarat dilandasan sore ini, pintu kabin dibuka menampilkan seorang pria dengan setelan jas berwarna hitam yang dipadukan dengan kemeja putih dan dasi hitam.

Ia turun bersama empat orang pengawal yang ikut dibelakangnya. Kemudian, sebuah mobil limousine merek ternama datang untuk menjemputnya.

Kaca mata hitam yang bertengger di wajahnya dilepaskan, memperlihatkan wajah berparas seperti kelinci. Pintu mobil dibuka, dan ia masuk kedalamnya bersama empat pengawalnya.

Limousine itu berjalan meninggalkan lokasi menuju ke tempat yang ingin di tujunya.

Menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya mobil limousine itu sampai di sebuah kawasan perumahan. Tak lama kemudian limousine itu berhenti di depan rumah berkayu itu.

Nampak sangat begitu sepi, tidak seperti tadi pagi. Namun lampu didalam rumah menyala.

Jaemin memperhatikan rumah itu, diturunkannya jendela kaca agar dapat melihat lebih jelas. "Yuta ..."

"Kita ke hotel, besok kita kembali lagi disini!"

Limousine itu kembali melaju meninggalkan pekarangan rumah itu dan akan kembali besok saat semua rencana yang tersusun sudah siap.

Setelah menikmati makan malam, Jeno menemani Yuta sampai dia benar benar tertidur dan setelah dipastikan istrinya sudah tertidur lelap, perlahan Jeno menarik lengannya yang dijadikan bantalan.

Perlahan turun dari kasur agar tidak membangunkan Yuta. Jeno keluar dari kamar, menuju tempat kerjanya. Di ruangannya ini Jeno fokus pada layar kamputernya yang memperlihatkan data pribadi dua orang yang sangat ia benci.

Jeno membacanya dengan teliti. Di sana tertulus bahwa mereka telah menyelesaikan kuliah disalah satu univertas, dan di sana juga tertulis bahwa mereka melalukan suatu pekerjaan yang diyakini bersangkut paut dengan dunia bawah tanah.

"Bagaimana bisa mereka tahu alamat ku?" tanya Jeno, pada dirinya sendiri.

Disaat tengah fokus, Jeno mendapati pintu ruangannya terbuka yang menampilkan Yuta dengan wajah kantuknya. Jeno menutup kembali data diri si kembar. "Yuta, kenapa kau kemari? Butuh sesuatu?"

Yuta menatap kesal suaminya, dan bukannya menjawab pertanyaan tadi, Yuta mendekat dan langsung duduk dipangkuan Jeno dan memeluknya. Yuta kembali memejamkan kedua matanya.

"Yuta?"

Tak ada jawaban, hanya dengkuran halus yang Jeno dengar. Jeno terkekeh dengan tingkah istrinya yang menggemaskan ini. Jeno mengusap usap punggung sempit istrinya, menyalurkan kenyamanan dan ketenangan di sana.

Jeno membuka kembali file yang berisikan data diri si kembar, menatapnya sebentar, lalu mematikan monitornya. Jeno beranjak dari tempatnya sembari menggendong tubuh istrinya dan kembali ke kamar mereka.

Pagi harinya, saat Jeno tengah sibuk dikamar mandi, Yuta menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Setelah sudah jadi, masakannya disajikan diatas meja makan. "Hm, semua telah siap!"

Selesai dengan urusan makanan, Yuta kembali ke kamar untuk menyiapkan baju yang akan dikenakan suaminya. Setelah jas dan dasi yang ada coraknya. Yuta membersihkan setelan jas itu terlebih dahulu dari debu yang menempel.

Bersamaan dengan selesainy Yuta membersikan debu dai setelan jas itu, Jeno keluar dari kamar mandi dengan tubuhnya yang setengah tertutup menggunakan handuk. Jeno memeluk Yuta dari belakang, wajahnya diselundupkan keperpotongan leher istrinya.

Yuta merasakan tetesan air, ia sedikit menolekan kepalanya. "Jeno, kau masih basah, keringkan dulu", ucapnya sembari berusaha melepaskan lengan kekar suaminya yang melingkar diperutnya.

"Keringkan untukku," pinta Jeno, merengek.

Yuta membalikkan tubuhnya berhadapan dengan suaminya. Menatap wajah tampan yang setengah basah itu. "Baiklah", Yuta mendorong tubuh suaminya, hingga duduk di pinggiran kasur mereka. Mengambil alih henduk kecil dari tangan Jeno.

Perlahan Yuta mengeringkan wajah, rambut, dan tubuh Jeno. Setelah semua dirasa sudah beres, Yuta mengambil baju pilihannya. "Ini, pakailah", katanya.

Jeno menatap baju yang disuguhkan untuk dirinya, lalu beralih menatap Yuta dengan kedua matanya yang tersenyum. "Pakaikan untukku juga"

"Lee Jeno ..."

"Hm?"

"Aku sudah mengeringkan tubuh mu, sekarang pakai baju mu sendiri"

"Tidak mau! Aku kau memakaikannya untukku!"

"Memangnya kau ini anak kecil?!"

Mendengar itu Jeno langsung memasang wajah yang diimutkan. "Umurku masih 4 tahun!"

Yuta menatap geli tingkah suaminya yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Apalagi mendengar suara melengking tadi.

Keinginannya tak kunjung terkabul, Jeno menarik pinggang istrinya agar mendekat padanya sembari merengek ingin dipakaikan bajunya. "Ayolah, pakaikan untukku"

Yuta menghela nafasnya, mendapati tingkah suaminya yang seperti anak kecil ini benar benar membuatnya tak tahan. "Baiklah baiklah ... kalau begitu kau berdiri, biar aku bisa dengan mudah memakaikannya untuk mu"

Selesai memakiakan baju dan sarapan, seperti biasa Jeno berpamitan dengan Yuta. "Aku berangkat dulu. Tetap di rumah dan jangan terlalu beraktifitas, jangan membuat dirimu kelelahan"

"Iya, Jeno"

"Dan jika kau butuh sesuatu, segera hubungi aku"

Yuta mengangguk.

Kemudian Jeno mengecup kening Yuta lalu ia berjalan mendekati mobilnya dan masuk kedalamnya. Tak berselang lama setelah Jeno pergi meninggalkan kediamannya, muncul beberapa mobil dan orang orang bertubuh besar mengelilingi rumah ini.

Melihat orang orang mengelilingi rumahnya, Yuta selalu merasa bahwa dirinya adalah seorang tahanan dengan kejahatan tingkat tingkat. Namun meski begitu, Yuta juga mengerti kalau ini semua demi menjaga dirinya dari bahaya yang mengintai.

Yuta kembali masuk kedalam rumahnya, melakukan aktivitas ringan didalam.

Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang