59

209 16 1
                                    

Di sebuah bengkel kecil yang tersembunyi di antara hiruk-pikuk kota, berdiri sebuah rumah produksi perhiasan yang memancarkan keanggunan dan kehalusan. Bangunannya sederhana, namun di dalamnya terhampar dunia penuh kilauan dan kemewahan yang tak ternilai.

Setiap sudut ruangan bercahaya lembut, memantulkan gemerlap batu permata yang bagaikan bintang berkelap-kelip di malam hari.

Di meja kerja yang penuh dengan alat-alat yang mengilap, para seniman duduk dengan penuh konsentrasi. Jemari mereka yang terampil menari-nari, membentuk logam mulia menjadi karya seni yang memukau.

Butiran-butiran berlian, safir, dan zamrud tersusun rapi, menunggu saatnya untuk ditempatkan pada mahkota atau kalung yang megah. Di bawah cahaya lampu yang temaram, setiap potongan perhiasan bercerita tentang keindahan dan ketelitian.

Di sudut lain, kaca-kaca besar memamerkan hasil karya yang telah selesai, berkilauan di bawah sinar lampu. Kalung yang anggun, cincin yang elegan, dan gelang yang mempesona, semuanya bercerita tentang perjalanan panjang dari gagasan menjadi kenyataan.

Setiap potongan perhiasan membawa serta kehangatan sentuhan tangan manusia dan keajaiban proses kreatif yang tiada tara.

Udara di dalam ruangan dipenuhi dengan aroma khas logam dan batu mulia, menyatu dengan bisikan pelan para pengrajin yang tengah merangkai mimpi dalam bentuk perhiasan. Setiap desain adalah cerminan dari keindahan alam, terinspirasi oleh gemerlapnya matahari dan lembutnya sinar rembulan.

Di sini, waktu berjalan perlahan, memberi ruang bagi setiap detail untuk dipahat dengan sempurna.

Yuta menatap dengan terpukau tempat ini. Tak henti hentinya mulutnya bergumam dan mengucapkan kata: "Waow, tempat ini keren sekali". Yuta sangat menyukai tempat ini.

Bahkan Jeno sedari tadi tak bisa lepas pandangan dari istrinya yang terlihat begitu mengagumi tempat ini. Benar benar meggemaskan di matanya.

"Jeno, apa aku boleh melihat mereka dari jarak dekat?" tanya Yuta dengan tidak sabarnya.

"Silahkan, tapi jangan sampai mengganggu mereka," balas Jeno, lembut dan senyuman di wajahnya.

Langsung saja Yuta menghampiri setiap meja pengrajin yang tengah sibuk mengerjakan pekerjaan mereka. Dari satu meja ke meja yang lain, rasa penasaran dan ingin membuatnya juga turut dalam diri Yuta.

Yuta mendekat pada salah satu pengrajin yang tengah membuat sesuatu, yang sepertinya adalah gelang. Yuta perlahan jalan mendekat dengan wajah kagumnya, sampai si pengrajin itu sadar akan kehadiran si sakura.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya si pengrajin.

Seketika Yuta jadi sedikit salah tingkah. "E-eh ... maaf jika saya mengganggu," kata Yuta, gugup.

"Tidak masalah. Jadi, ada yang di perlukan?"

Mendapat pertanyaan itu, Yuta jadi bingung harus menjawab apa. "E ... I-itu ..."

Karena tak kunjung mendapat jawaban, si pengrajin mencoba untuk memberikan pancingan. "Anda mau mencoba membuatnya?"

Mendengar itu Yuta langsung menganggung dan wajahnya semakin berseri seri karena senang. "Bolehkah?"

Si pengrajin itu langsung beranjak dari duduknya lalu mempersilahkan Yuta untuk menempati tempatnya. Yuta langsung duduk, dan dihadapannya di suguhkan berbagai macam alat untuk membuat sebuah hasil karya.

"Apa yang anda buat ini?" tanya Yuta, tanpa melihat ke arah si pengrajin.

"Gelang," jawab pengrajin itu, singkat lalu ia mulai memberitahukan alat alatnya yang biasa ia gunakan untuk mengerjakan pekerjaannya.

Step Brother Na YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang