Setelah selesai menghabiskan makan siang yang nikmat, Jeno melanjutkan menghabiskan waktunya bersama sang istri tercinta di ruangannya sendiri. Dengan Yuta yang duduk di meja, sementar Jeno duduk di kursi kebesarannya semabri memeluk Yuta.
Dapat Jeno rasakan perut Yuta yang kian membesar seiring berjalannya waktu. Jeno pun juga mendengar suara suara aneh di dalam perut istrinya. "Yuta, setiap kali aku menempelkan telinga ku di perutmu, aku selalu mendengar ada sesuatu yang berdetak," ucap Jeno.
"Mungkin kau mendengar detak jantung bayi kita," jawab Yuta.
Jeno mengangkat wajahnya, mempertemukan iris mereka. "Pantas saja, suaranya terdengar merdu di telinga ku"
Yuta tertawa kecil mendengar ucapan Jeno barusan. "Kau ini bisa saja"
Kembali Jeno memasangkan telinganya di perut Yuta. Memyamankan dirinya di sana, sementara mengusap dengan lembut rambut sampai terdengar dengkuran halus dari suaminya. "Aku rasa sudah cukup untuk berada disini, aku harus segera pulang." Yuta melepaskan pelukan Jeno dan turun dari atas meja.
"Pulang? Sekarang?" Jeno memasang raut bertanya yang tercampur dengan sedih setelah mendengar ucapan istrinya barusan. "Bisakah kau menemaniku disini sampai pulang?"
"Ada yang harus aku lakukan di rumah, Jeno"
"Apa?"
"Rahasia!"
"Oh, kau sudah berani bermain rahasia dibelakang ku?" Jeno menyipitkan kedua matanya, seakan ingin menebus masuk kedalam pikiran istrinya.
Yuta pun hanya tertawa kecil menanggapi ucapan suaminya barusan. "Sudahlah, aku pulang sekarang." Baru saja Yuta mengambil beberapa pangkah untuk menjauh dari sang suami, lengannya sudah terlebih dahulu ditarik.
Dengan cepat, Jeno menahan lengan Yuta, mengganggam erat agar tidak terlepas. Tatapan keduanya pun sekejap bertemu, lalu Jeno mendekatkan wajahnya. Kedua tangan Jeno terangkat menangkup wajah Yuta, kepalanya sedikit dimiringkan dan berakhir mendaratkan bibirnya di atas bibir Yuta.
Dua pasang bibir bertemu dalam keheningan yang penuh makna, menyatu dalam sentuhan yang lembut namun sarat dengan keinginan. Kedua bibir mereka saling memberikan usapan basah, halus nan hangat, merasakan setiap detik dengan intesitas yang mendalam.
Ciuman yang dilakukan sepasang suami istri di ruangan ini, tak luput dari sepasang mata yang sejak tadi terpaku menyaksikan aktivitas mereka berdua. Mereka berciuman tanpa menyadari kehadirannya.
Waktu seolah berhenti sejenak, dan ruang di sekelilingnya mendadak terasa sunyi. Dadanya sesak oleh campuran perasaan-terkejut, mungkin marah, atau bahkan sedih. Kedua matanya yang kini mulai berembun pun tak bisa berpaling dari pemandangan yang tak ingin ia lihat, namun tak mampu diabaikan.
Rasa dingin mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, seiring sepasang suami istri itu memperdalam ciuman mereka berdua. Rasanya begitu menyakitkan selalu terjebak dalam situasi seperti ini. Jaehyun perlahan melangkah mundur, kembali menutup pintu lalu pergi meninggalkan tempat ini dengan perasaannya yang sudah hancur lebur.
Dengan langkah cepat dan penuh tekad, Jaehyun menapaki setiap anak tangga yang mengantarkannya menuju puncak gedung ini. Napasnya berpacu seiring irama detak jantungnya, namun ia tak mengendurkan langkah.
Saat akhirnya Jaehyun mencapai anak tangga terakhir, tangannya meraih kenop pintu, dan dalam satu gerakan yang mantap, ia membukannya.
Pandangan matanya segera disambit oleh pemandangan kota yang terhampar luas dihadapannya. Langit biru cerah sebagai latar belakang, dan awan putih selembut kapas berjalan dengan begitu lambatnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/326399104-288-k18937.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother Na Yuta
FanfictionSi kembar yang tak terima jika Yuta menjadi kakak tiri mereka.