Jangan lupa vote!!
.
.
.Hari berlalu begitu cepat, usia kandungan wei ying sudah memasuki bulan ke 8 dan sebenatar lagi akan melahirkan. Lanzhan semakin overprotektif pada istrinya, tidak membiarkan wei ying melakukan apapun yang melelahkan, melarang wei ying pergi kerumah mertuanya jika tidak pergi bersama karna takut terjadi sesuatu yang membahayakan keselamatan anak dan istrinya. Bahkan pria itu membuat lift khusus untuk istrinya agar wei ying tidak kelelahan menuruni tangga dan mencegah hal hal buruk terjadi.
Hari ini lanzhan tidak di rumah karna harus menghadiri meeting di kantornya, jadi mama saren yang menggantikan anaknya untuk menjaga wei ying. Saat ini ayah jiyang, bibi sarah dan yanli datang berkunjung ke kediaman keluarga Lan untuk melihat kondisi putranya."Kalian sudah datang" ujar mama saren menyambut besannya dengan menuntun menantunya pelan.
"Apa kabar saren, oh ya dimana Qiren?" Sapa ayah jiyang.
"Baik jiyang, Qiren sedang mandi di kamar tadi habis joging. Biar tetap kekar" ujar mama saren bercanda.
"Hahaha, kau ini ada ada saja" ujar ayah jiyanag terkekeh kemudian mendekati anaknya."Sudah siap menjadi ibu?" Tanya ayah jiyang menyentuh pundak anaknya.
"Sudah ayah, doakan agar semuanya lancar" jawab wei ying tersenyum kemudian memeluk ayahnya.
"Ayah selalu mendoakanmu A'ying, jangan khawatir" ujar ayah jiyang membalas pelukan anaknya.Bibi sarah hanya tersenyum menatap ponakannya yang akan melahirkan itu bulan depan, tetapi tidak dengan yanli. Wanita itu melengos sebal melihat drama di depannya dan itu tidak luput dari penglihatan mama saren.
Mereka saat ini tengah duduk di ruang tamu membicarakan hak hal ringan, tidak beberapa lama Tuan Qiren datang dari arah tangga menuju ruang tamu untuk ikut nimbrung dalam pembicaraan itu.
Jam makan siang pun tiba, mama saren mengajak keluarga besannya untuk makan siang. Setelah makan siang tuan Qiren mengajak ayah jiyang keruangan kerja untuk membahas masalah pekerjaan sedangkan mama saren, dan bibi sarah kembali bergosip ria di ruang tamu dengan diikuti yanli. Wei ying sudah di antar oleh mama saren untuk istirahat setelah makan siang tadi karna akhir akhir ini pemuda hamil itu mudah mengantuk.
"Yanli, kenapa diam saja dari tadi nak. Ayo ikut cerita" ujar mama saren.
"Ah, hahah tidak tante. Yanli tidak tau mau berbicara apa" ujar yanli menatap mama saren.
"Bagimana hubunganmu dengan kekasihmu nak? Kapan kalian menikah" tanya mama saren.
"Yanli sudah putus dengan kai tente, dan untuk menikah mungkin yanli tidak tau kapan" jawab yanli sopan.
"Apa mau tente jodohkan dengan anak teman tante" goda mama saren membuat yanli terdiam.Melihat keterdiaman yanli membuat mama saren mengerti dengan segera mengalihkan pembicaraan lain, bibi sarah menatap ponakannya lekat kemudian menghelan nafas pelan.
Satu jam berlalu saat sedang asik berbincang yanli tiba tiba meminta izin untuk kekamar mandi, dengan lembut mama saren menyuruh pelayan mengantarkan yanli menuju kamar mandinya kemudian melanjutkan ceritanya dengan bibi sarah.Pelayan itu berjalan lebih dulu mengantarkan yanli tetapi saat ditengah perjalanan yanli mengentikan pelayan itu.
"Tunggu" ujar yanli
"Ada apa nona?" Tanya pelayan itu sopan.
"Aku ingin kekamar kakakku sebentar, bisakah kaua mengantarku" ujar yanli dan di iyakan oleh pelayan itu.
"Disini sudah ada tangga kenapa harus membuat lift, sepertinya saat pertama kesini lift nya tidak ada" ujar yanli melanjutkan perjalannya.
"Oh, ini baru di buat 4 bulan yang lalu nona, kata tuan muda lan untuk istrinya agar nyonya wei tidak kelelahan" tutur pelayan itu semangat menceritakan keromantisan tuannya.Yanli menatap sinis pelayan di depannya, hatinya memanas saat mendegarkan penjelasan pelayan itu.
'Kakak tidak pantas mendapatkan semua ini, yang lebih pantas adakah aku' batin yanli.Sesampinya di depan kamar wei ying dan lanzhan, pelayan itu mengetuk pintu untuk memanggil nyonya mudanya. Tidak lama pintu terbuka memperlihatkan wei ying yang sudah siap untuk turun kebawah.
"Ada apa bik?" Tanya wei ying.
"Ini nona yanli katanya mau menemui anda nyonya muda" ujar pelayan itu.
"Oh baiklah, kau boleh pergi" ujar wei ying tersenyum kemudian menatap adiknya.